Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Permohonan bebas bersyarat Sean ‘Diddy’ Combs kembali ditolak pada Rabu, 27 November 2024. Keputusan tersebut diambil oleh hakim Arun Subramanian, yang menilai bahwa produser sekaligus rapper kenamaan Hollywood itu merupakan ancaman serius untuk keselamatan masyarakat dan berpotensi melakukan manipulasi saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengadilan menemukan bahwa pemerintah telah menunjukkan dengan bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa tidak ada kondisi atau kombinasi kondisi yang dapat secara wajar menjamin keselamatan masyarakat,” tulis Subramanian dalam putusannya. Ia juga menyoroti bahwa Diddy mencoba berkomunikasi melalui telepon dan pesan teks dengan seorang saksi untuk kasusnya.
Dugaan Kekerasan dan Manipulasi Saksi oleh Sean 'Diddy' Combs
Keputusan ini menandai ketiga kalinya permohonan bebas bersyarat Diddy ditolak. Dilansir dari laporan People pada Rabu lalu, sebelumnya, dua hakim lain menolak permohonan serupa pada sidang-sidang sebelumnya dengan alasan yang sama, yaitu kekhawatiran terhadap keselamatan saksi dan risiko gangguan terhadap proses hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain dugaan komunikasi mencurigakan dengan saksi, Subramanian merujuk pada serangkaian bukti lain yang memperkuat keputusannya. Ia menyebut bukti-bukti yang ditemukan—termasuk dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan Diddy dan kelompoknya ketika merasa terancam, sebagai indikator kecenderungan kekerasan. Selain itu, bukti senjata yang ditemukan di kediaman Diddy semakin memperkuat kekhawatiran tersebut.
Para jaksa menuduh bahwa Diddy, yang merupakan pendiri Bad Boy Records berupaya menekan saksi meskipun ia berada di balik jeruji. Dalam sebuah dokumen pengadilan, jaksa menyatakan, “Tujuan terdakwa adalah memeras korban dan saksi agar bungkam atau memberikan kesaksian yang menguntungkan pembelaannya.”
Pembelaan Kuasa Hukum Diddy
Sementara itu, tim kuasa hukum Diddy mengklaim bahwa poin yang dilayangkan jaksa terlalu lemah untuk membenarkan penolakan bebas bersyarat. Sebagai alternatif, mereka menawarkan paket jaminan senilai US$ 50 juta atau sekitar Rp 775 miliar, disertai berbagai persyaratan ketat. Syarat yang diajukan meliputi pembatasan akses komunikasi Diddy hanya melalui pengacaranya, pemantauan 24 jam, serta larangan keras menggunakan telepon seluler pribadi.
Bahkan, mereka menawarkan untuk menempatkan Diddy di apartemen tiga kamar di kawasan elit Upper East Side, Manhattan, dengan kamera pengawas dan log komunikasi yang diawasi ketat. Namun, Subramanian menilai bahwa risiko yang ditimbulkan Diddy tetap terlalu besar, bahkan dengan pengawasan yang diajukan oleh tim kuasa hukum.
Adapun melalui dokumen yang diajukan pada Jumat, 15 November, jaksa menyatakan bahwa Diddy juga mencoba menghalangi jalannya kasus tersebut. Mereka mengklaim ia berpotensi berbahaya untuk keamanan publik. Sebagai bukti, jaksa menuduh Diddy menggunakan kampanye media sosial untuk mempengaruhi opini publik dan berupaya membocorkan materi yang menguntungkan posisinya.
Kemudian jaksa juga menuduh Diddy menghubungi saksi lewat perantara dan memanfaatkan akun telepon milik narapidana lain untuk menghindari pemantauan penegak hukum. Adapun penyalahgunaan akses tersebut termasuk pembayaran melalui aplikasi dan deposito ke rekening tahanan, juga dianggap melanggar regulasi Biro Penjara.
Proses Hukum yang Berjalan
Kasus hukum yang menjerat pelantun ‘Finna Get Loose’ bermula dari dugaan pesta ilegal di kediaman Diddy yang disebut ‘freak offs’, ketika pekerja seks perempuan dan laki-laki dipaksa atau diintimidasi untuk berpartisipasi. Diddy diseret dengan sejumlah dakwaan, termasuk perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual, pemerasan, dan perdagangan orang untuk tujuan prostitusi.
Hingga saat ini, ia terus membantah semua tuduhan. Sejak penangkapannya pada September 2024, Diddy telah mendekam di Metropolitan Detention Center (MDC), Brooklyn. Sedangkan untuk sidang utama kasus ini dijadwalkan berlangsung pada Mei 2025.
PEOPLE | THE NEWYORK TIMES