Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Sejarah Trusmi, Kampung Batik di Cirebon yang Kerap Dikunjungi Wisatawan

Batik diajarkan secara turun temurun oleh leluhur penduduk Desa Trusmi, yaitu Ki Buyut Trusmi.

6 Januari 2025 | 20.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gerbang Kawasan Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. TEMPO/Ivansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Cirebon - Trusmi menjadi tempat yang selalu dikunjungi pelancong dari luar daerah jika ingin membeli batik Cirebon. Berbagai macam motif batik khas Cirebon dapat dibeli di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pegiat budaya dan pendiri komunitas Kendi Pertula Cirebon Raden Chaidir Susilaningrat mengatakan bahwa kerajinan batik di Cirebon memang terpusat di Trusmi. Keahlian membatik diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi hingga akhirnya masih bertahan dan semakin berkembang hingga saat ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Trusmi selama ini dikenal sebagai kampungnya perajin batik Cirebon,” kata dia, Senin, 6 Januari 2025. 

Kini tidak hanya di Trusmi, desa tetangga pun berkembang menjadi kampung pembatik. Berdasarkan data dari Komarudin Kudiya, pemilik Rumah Batik Komar yang juga berasal dari keluarga perajin batik Trusmi,  terdapat 1.435 perajin batik yang tersebar di Desa Trusmi Kulon, Trusmi Wetan, Gamel, Sumur Siat, Kaliwulu, Sarabau, Panembahan, dan Kalitengah. Mereka memproduksi mulai dari bahan kemeja, selendang, kain sarung, kain panjang/jarik, scarf, bahan blus dan kimono yang wilayah pemasarannya pun semakin meluas. 

Pengrajin menyelesaikan pembuatan kain batik tulis khas Cirebon di Sentra Kerajinan Batik Trusmi, Cirebon, Jawa Barat, Senin 17 April 2023. Produsen batik setempat menyebutkan produksi mereka meningkat 100 persen atau dua kali lipat dari produksi rata-rata hari normal seiring dengan meningkatnya permintaan pasar menjelang Hari Raya Idul Fitri dan semakin meningkatnya kunjungan wisatawan di sentra batik tersebut saat arus mudik Lebaran. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Berawal dari Ki Buyut Trusmi

Menurut Chaidir, keberadaan perajin batik di Trusmi sudah ada sejak lahirnya padukuhan Cirebon yang dibuka oleh Mbah Kuwu Cirebon. Padukuhan inilah asal-muasal Cirebon sebelum menjadi sebuah keraton, 

Fakta tertulis terkait Trusmi sebagai daerah perajin batik memang belum ditemukan. Namun menurut penutur sejarah, batik diajarkan secara turun temurun oleh leluhur mereka, yaitu Ki Buyut Trusmi. Dalam perjalanannya, batik buatan perajin di Trusmi ini kualitasnya sangat bagus, sama dengan kualitas batik yang dihasilkan perajin-perajin batik yang ada di keraton.

“Akhirnya batik buatan perajin di Trusmi ini pun digunakan oleh orang-orang keraton,” tutur Chaidir.

Dua Motif Populer 

Di sinilah kemudian muncul dua motif batik yang populer saat itu, yaitu motif batik keraton dan motif batik pesisiran. Motif batik keraton mengambil sesuatu yang berhubungan dengan keraton, seperti motif Siti Inggil, motif singa barong, motif taman sari dan lainnya yang ada di lingkungan keraton. Motif batik keraton ini pun dulunya hanya digunakan oleh orang-orang yang ada di lingkungan keraton. 

Sedangkan motif pesisiran lebih dinamis, lebih bebas, dan terinspirasi dari alam. MOtif ini antara lain ikan, tanaman, bunga, dan lainnya. Motif ini kemudian semakin berkembang seiring dengan masuknya orang-orang Tionghoa di Cirebon. 

Sejumlah motif batik Cirebon diadaptasi dari motif Tionghoa, salah satunya motif mega mendung yang sudah terkenal dan menjadi ciri khas motif batik Cirebon. Saat ini sudah ratusan motif batik yang dihasilkan perajin batik di Cirebon, termasuk Trusmi. Keberadaan kreator-kreator batik juga menambah beragamnya motif batik Cirebon.

Penjualan Tradisional 

Jika kini showroom bermunculan di kawasan Trusmi, dulunya penjualan batik dilakukan secara tradisional dari toko ke toko, dari pasar ke pasar. Seiring dengan program pemerintah untuk menggenjot sektor pariwisata, batik Trusmi semakin berkembang hingga akhirnya bermunculan showroom-showroom batik yang dikembangkan dari rumah-rumah pengusaha batik.

Kesenjangan antara pembatik dan pemilik modal juga terlihat. “Kalau  tidak punya keahlian tapi punya modal, bisa jadi pengusaha batik. Kalau punya keahlian membatik tapi tidak punya modal, maka tidak bisa jadi pengusaha,” tutur Chaidir. 

Untuk itu, lanjut Chaidir, diperlukan intervensi pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup pembatik tradisional. Intervensi itu di antaranya melakukan klasifikasi pembatik yang ahli dan pemula sehingga pembatik yang ahli bisa mendapatkan hasil yang lebih dari yang didapatkanya selama ini.

Sementara itu Lutfiyah Handayani, pemilik batik Samida, menjelaskan bahwa dulunya Trusmi memiliki koperasi batik Budi Tresna yang sempat jaya dan menaungi banyak perajin batik di daerah itu. “Namun kini perlahan keberadaan koperasi mulai memudar. Padahal sampai tahun 90-an kami masih mendapatkan bagian mukena dari koperasi,” tutur Lutfiyah.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus