Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Sirkus U2

U2 meraih lima Grammy tahun ini, termasuk album terbaik. Album baru mereka disejajarkan dengan album klasik The Joshua Tree.

13 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kelompok U2 adalah nasabah te-tap Grammy Awards. Setiap ka-li kelompok musik rock legen-da-ris asal Irlandia itu meluncurkan album, setiap kali pula juri peng-har-gaan musik paling bergengsi di dunia itu tak akan abai memasukkannya ke daftar nominasi.

Begitu beruntunnya penghargaan yang didapat, sampai-sampai Bono, vo-kalis U2, di ajang Grammy ke-48 di Sta-ples Theater, Los Angeles, Amerika Serikat, pada Rabu malam lalu, ber-ucap, ”Apa yang kami dapat sekarang ini sepertinya sudah cukup. Sudah saatnya untuk diakhiri.”

Sejak meluncurkan album The Jo-shua Tree (1987), U2 telah mengumpul-kan 20 Gram-my. Tahun ini, lewat album How to Dismantle an Atomic Bomb, U2 me-raih penghargaan untuk lima kategori: song of the year dan best rock performance by a group untuk lagu Sometimes You Can’t Make it on Your Own; la-lu best rock song untuk City of Blinding Lights, serta best rock album dan album of the year untuk album-nya -sendiri.

Grup beranggotakan The Edge (gitar, piano), Clayton (bas), Mullen (drum), dan Bono (vokal, gitar) itu me-nyi--sihkan Mariah Carey, yang diunggulkan untuk delapan kategori, tapi ha--nya mendapat tiga penghargaan.

Lewat album The Emancipation of Mimi, Carey meraih predikat penyanyi R&B terbaik, album R&B kontempo-rer terbaik, dan lagu R&B terbaik.

”Ini sudah luar biasa. Tuhan memberkati keberhasilan ini,” kata Carey.

”Engkau menyanyi seperti bidadari,” Bono memuji Carey.

Kemenangan U2 itu menunjukkan bahwa beberapa kelompok musik rock gaek yang kadang dipojokkan seba-gai ”badut tua di industri musik” tak bi-sa disepelekan begitu saja. ”Musik rock itu seperti sebuah sirkus, kadang An-da menjadi badut atau membersih-kan kotoran ga-jah. Tapi itu tak soal. Yang pen-ting Anda bisa meng-hibur dan meng-ung-kapkan kejujuran,” ujar Bono.

Kelompok yang pada pertengahan ta-hun 1980-an dijuluki sebagai band penjelajah musik rock & roll yang pa-ling berpengaruh di dunia itu telah me-masuki usia tiga dekade. Namun pen-je-lajahan mereka tak pernah berhenti. Kekuatan mereka tidak hanya terletak pa-da segi musik, tapi juga lirik lagu. U2 dikenal sebagai band yang berani mengeluarkan pernyataan politik dan agama lewat lagu-lagunya.

Tema tentang kematian, kelahiran, cin-ta, perang, perdamaian, dan Tuhan, misalnya, muncul di album How to Dismantle an Atomic Bomb. Lagu Sometimes You Can’t Make it on Your Own di album ini terdengar bagai him-ne yang sengaja dibuat untuk pema-kam-an ayah Bono yang meninggal ka-re-na kanker pada 2001.

Album ini dibuat tatkala Bono sibuk melobi para politisi dunia untuk menghapus utang negara-negara mis-kin. Keraguan apakah U2 sanggup me-lanjutkan eksistensi mereka sebelum-nya sempat muncul.

Tak berapa lama se-telah album dirilis, pengamat justru menilai U2 telah kem-bali ke musiknya pada masa awal: se-derhana dan keras. Mereka tetap meng-andalkan sensibilitas pop, men-cip-takan bebunyian gitar yang mudah di-ingat, dan mengikuti blueprint album terdahulu.

Selain terdorong oleh niat untuk se-penuhnya meninggalkan kegenit-an be-berapa album sebelum All That You Can’t Leave Behind (2000), hasil seper-ti itu tercapai antara lain karena- ber-ga-bungnya tiga awak produksi yang sudah lama bekerja sama de-ngan me-reka. Selain Steve Lillywhite, yang memimpin proses produksi, ikut pula Brian- Eno dan Daniel Lanois. Mereka ini tahu persis U2 dari dalam. Dan berkat merekalah bagian-bagian suara- gitar, bas, dan drum bisa benar-benar di-pisahkan; bebunyian dari synthesizer pun muncul tanpa menjadi dominan.

Seperti album-album sebelumnya, la-gu-lagu di album ini cepat mengena-, se-ba-gian besar malah seketika, begi-tu- in-tro terdengar. Lagu Vertigo atau City of Blinding Lights, misalnya, segera meng--ingatkan pada lagu-lagu ”klasik” U2 seperti Where the Streets Have No Name.

Dengan semua tema yang dikemukakan itu, album ini bisa disejajarkan dengan Joshua Tree yang memborong enam Grammy waktu itu.

Seorang pengamat menyebut bahwa Grammy kali ini seperti adu tembak Meksiko: lima album saling mematikan—album U2, Carey, Kanye West, Gwen Stefani, Paul McCartney—dan U2 telah melucuti lawan-lawannya.

Nurdin Kalim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus