Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Taman Nasional Berbak-Sembilang Dikembangkan jadi Ekowisata

Sumatera Selatan berambisi menambah daftar destinasi wisata berkelas dunia dengan menjadikan Taman Nasional Berbak-Sembilang menjadi kawasan ekowisata

25 Juli 2018 | 12.19 WIB

Kebakaran hutan di Taman Nasional Berbak, Jambi. REUTERS/Andreas Sarwono
Perbesar
Kebakaran hutan di Taman Nasional Berbak, Jambi. REUTERS/Andreas Sarwono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang - Sumatera Selatan berambisi menambah daftar destinasi wisata berkelas dunia dengan menjadikan Taman Nasional Berbak-Sembilang menjadi kawasan ekowisata unggulan di tanah air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk itu Taman Nasional Berbak-Sembilang akan diusulkan menjadi cagar biosfer dunia yang baru ke UNESCO. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, dengan dijadikan kawasan ekowisata bukan hanya lingkungan yang terselamatkan, tapi masyarakat sekitar juga menjadi sejahtera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Eksplorasi alam dilakukan dengan cerdas sehingga tidak merusak karena menjadi tempat wisata," katanya di Palembang, Selasa, 24/7.  Wiratno saat itu berbicara disela-sela sidang ke-30 The Man and Biosphere International Co-ordinating Council (MAB-ICC) UNESCO, di Palembang, Sumatera Selatan, 23-28 Juli 2018.

Dia mengatakan banyak kawasan ekowisata yang sudah sukses di Indonesia, seperti Cibodas dan Desa Kali Biru di Yogya. Dengan diusulkannya kawasan Berbak-Sembilang ke UNESCO, pemerintah berharap dapat mempercepat menjadikan kawasan ini sebagai ekowisata. Sebagai langkah awal aka nada percapatan pembangunan infrastruktur dan juga penyadaran warga sekitar.

Berbak Sembilang merupakan Taman Nasional seluas 205.750 hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel. Kawasan ini selalu dikunjungi burung migran dari Siberia pada bulan Oktober. Areanya yang merupakan hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar dapat menjadi potensi wisata susur sungai.

Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto mengatakan masyarakat sekitar hutan harus memiliki kehidupan layak sehingga tidak menjadikan hutan sebagai alat memenuhi kebutuhan. Bila kebutuhan pokok mereka terpenuhi, akan mengurangi ketergantungan dari pemanfaatan hasil hutan.

"Riset menyimpulkan dengan ekowisata maka manusia di sekitar hutan secara tidak langsung diajak menjaga alam," katanya.

PARLIZA HENDRAWAN (Palembang)

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus