Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Taman Gandrung Terakota (TGT) di kawasan Jiwa Jawa Ijen Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi yang melengkapi atraksi di kota ini diresmikan sebagai destinasi wisata baru pada Sabtu, 20 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Luar biasa keren. Kalau Banyuwangi ingin menjadi destinasi kelas dunia harus punya 3A (atraksi, amentitas dan aksestabilitas). TGT lanskapnya oke, amfiteaternya keren, terakotanya juga oke banget,” ujar Menpar Arief Yahya di Jiwa Jawa Ijen Resort, Banyuwangi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arief Yahya juga yakin Banyuwangi bisa menjadi destinasi kelas dunia karena dari sisi amenitas Banyuwangi sudah memiliki puluhan hotel dan ratusan homestay.
“Di sisi aksestabilitas, Bandara Banyuwangi harus menjadi bandara internasional. Dan rencananya tanggal 20 Oktober akan ada international first flight dari Kuala Lumpur. Atau harapannya tahun ini ada penerbangan langsung dari luar Negeri ke Banyuwangi,” katanya.
Tari Gandrung yang ditampilkan dalam peresmian Taman Terakota Gandrung di Jiwa Jawa Ijen Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi. (Dok.Kemenpar)
Arief Yahya menyatakan yang diperlukan dalam pengembangan pariwisata ini adalah komitmen kepala daerah . "Banyuwangi itu pendapatan per kapitanya paling besar nomor dua di Jawa Timur. Hipotesis saya jika banyak suatu daerah banyak menyelenggarakan event, indeks kebahagiaanya lebih tinggi, dan di Banyuwangi sudah ada 77 event sepanjang tahun”.
Keberadaan Taman Gandrung Terakota dengan amfiteater di dalamnya, yang juga tempat penyelenggaraan Ijen Jazz Festival itu, mengingatkan Menpar Arief pada Ubud di Bali.“Mengapa Ubud itu hebat, karena menjual produk, proses dan philosophy (3P). Tarian itu produk. Anak-anak yang belajar tari itu proses dan juga dijual di Ubud. Itu yang disukai para wisatawan. Tari Gandrung yang kita lihat di Gandrung Sewu bisa juga dikemas seperti itu,” kata Menpar Arief Yahya.
Untuk filosofi, di Bali itu terdapat konsep kosmologi Tri Hita Karana yang berarti Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Dengan digelarnya Festival Gandrung Sewu diharapkan akar budaya di Banyuwangi juga semakin kuat. “Ada akar budaya yang kuat di Banyuwangi dan juga sama seperti di Bali. Kalau kita bisa eksplorasi lebih bagus.,” katanya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sangat antusias dengan tumbuhnya destinasi baru di Banyuwangi itu. "Kami sangat bangga dengan antusiasme berbagai pihak untuk terus mengembangkan Banyuwangi. Ini dibangun tanpa APBD, melainkan oleh swasta yang punya kepedulian terhadap seni-budaya Banyuwangi," ucap Anas.
Baca Juga:
Sementara itu Sigit Pramono, pemilik Jiwa Jawa Ijen Resort yang juga penggagas Taman Gandrung Terakota mengatakan di tepian sawah ini dipasang patung berbahan tembikar karena pihaknya ingin merawat kelestarian budaya Banyuwangi.
“Banyuwangi itu ikon terkuatnya adalah Kawah ijen dan Tari Gandrung. Saya ingin memberikan sumbangsih kepada pemerintah kabupaten yang memelihara kebudayaan. Ribuan patung penari ini sumbangan kecil bagi saya,” ujar Sigit.
Taman Gandrung Terakota terinspirasi dari Terracotta Warrior and Horses di Tiongkok yang dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang (259-210 SM). Penataannya melibatkan kurator seni rupa dari Galeri Nasional Indonesia sekaligus dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Dr Suwarno Wisetrotomo.
Taman Gandrung Terakota di Banyuwangi ini tidak hanya menyajikan deretan patung-patung penari gandrung tapi juga bukit hijau dan hamparan sawah, para petani yang membajak sawah, kebun kopi, pohon durian, beraneka jenis bambu, dan tanaman endemik setempat. Di tengah hamparan tersebut ditemukan amfiteater terbuka untuk pertunjukan kesenian berjadwal dan perhelatan musik jazz.