Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Volume timbunan sampah di Yogyakarta kian memprihatinkan pasca Tempat Pengelolaan Akhir atau TPA Piyungan ditutup permanen awal Mei 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY Beny Suharsono mengungkapkan, di Kota Yogyakarta saja, timbunan sampah mencapai 5.000 ton. Belum termasuk kabupaten sekitarnya seperti Sleman dan Bantul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Timbunan sampah di Kota Yogyakarta saja saat ini 5.000 ton lebih, bukan hanya satu dua ton," kata Beny, Senin 24 Juni 2024.
Timbunan sampah ini baik yang tak terangkut di depo-depo serta yang dibuang sembarangan di pinggir jalan oleh warga karena tak kunjung terangkut. "Jadi kami sampaikan, kondisi (timbunan sampah) ini darurat, harus segera diselesaikan," kata Beny.
Penyelesaian timbunan sampah ini, kata Beny, hanya bisa dilakukan bersama sama dan juga antar pemerintah kabupaten/kota. "Monggo, pemerintah kota bersama dengan kami di Provinsi DIY, ayo selesaikan bersama," katanya.
Salah satu upaya yang tengah dilakukan mengatasi timbunan sampah di Kota Yogyakarta itu dengan menggeser ke TPA Piyungan di Kabupaten Bantul. TPA Piyungan akhirnya kembali difungsikan terbatas sembari menunggu pemerintah kabupaten/kota merampungkan sistem desentralisasi atau pengolahan sampah secara mandiri.
"(Timbunan sampah) geser dulu ke TPA Piyungan, karena (volume sampah) di Piyungan masih memungkinkan dengan adanya penurunan (pasca ditutup permanen)," kata Beny.
Pemerintah provinsi, kata Beny, mengakui desentralisasi sampah butuh proses. Namun wajib dimulai agar kabupaten/kota tak lagi bergantung dengan TPA Piyungan yang sudah overload atau melampui batas.
Pemda DIY, kata Beny, juga tidak tinggal diam dengan membantu memfasilitasi agar timbunan sampah di perkotaan digeser dulu. Setelah itu bisa diolah di Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle atau TPS3R yang tersebar di tiga titik Kota Yogyakarta seperti Nitikan, Kranon, dan Karangmiri.
"Jika sampah-sampah itu sudah digeser ke Piyungan Juni ini, harapannya proses pembangunan TPS3R di Kota Yogyakarta bisa segera rampung dan berfungsi, jadi sampah residu bisa ditangani," kata dia. "Penggeseran sampah ke Piyungan ini hanya sebagai langkah darurat, tapi jangan darurat terus."
Sebelumnya pada akhir pekan lalu, Jumat 21 Juni 2024, tumpukan sampah yang kembali menggunung dan meluber di salah satu depo Kota Yogyakarta, di kawasan Mandala Krida, menjadi perbincangan di media sosial. Tumpukan sampah saat itu tampak sudah melebihi pagar depo yang menjulang tinggi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan persoalan sampah yang belum tuntas di Yogyakarta saat ini lambat laun terus mempengaruhi citra Yogyakarta sebagai kota tujuan pariwisata.
Bahkan, kata Deddy, sudah banyak wisatawan yang mengeluhkan persoalan sampah ini. Karena bisa dilihat dengan jelas saat melintasi jalanan perkotaan.
'Keluhan wisatawan sudah sering kami dengar soal sampah ini, meskipun belum ada yang sampai membatalkan kunjungan karena itu," kata Deddy. "Itu yang kami khawatirkan, kalau tahap (kekecewaan wisatawan) itu ke sana (membatalkan kunjungan gara gara sampah) jika ini tidak ada tindak lanjutnya."