Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Desa Aliyan, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. Desa ini terbagi menjadi dua wilayah, yakni Aliyan Timur dan Aliyan Barat. Terdapat hal unik yang telah lama dikenal, yakni tradisi Keboan Desa Aliyan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tradisi ini memiliki akar sejak abad ke-18, dimulai oleh Mbah Buyut Wongso Kenongo, yang diwarisi oleh dua anaknya, Raden Pekik dan Raden Turonggo. Legenda menyebutkan bahwa perselisihan antara kedua anak ini, yang ditengarai oleh sebuah wangsit, berakhir dengan mereka berguling-guling di sawah, simbolik untuk melestarikan kesuburan tanah dan kesejahteraan desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara Keboan adalah sebuah tradisi yang mengekspresikan rasa syukur atas berkah yang diterima sepanjang tahun, sambil berharap untuk mendapatkan keberkahan dan kejayaan di tahun mendatang. Tradisi ini merupakan bagian dari adat masyarakat suku Osing Aliyan yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Saat acara tersebut berlangsung, sejumlah petani keturunan sesepuh Desa Aliyan mengalami kesurupan dan berperilaku seperti kebo (kerbau), berkeliling ke empat penjuru desa sambil diiringi tabuhan khas Banyuwangi. Mereka kadang-kadang juga mandi lumpur di kubangan sawah.
Lebih lanjut, Panji, selaku panitia acara Keboan Aliyan mengungkapkan sejak satu bulan sebelum acara Keboan dimulai, persiapan telah dilakukan dengan tekun. Lawang Kori, pintu masuk yang dihias dengan buah-buahan dari tanah Aliyan, dibuat dengan teliti sebagai simbol keberlimpahan dan kesuburan. Pisang dan padi ditempatkan di Lawang Kori sebagai bagian dari upacara penyambutan yang dihormati oleh seluruh masyarakat.
Tradisi Keboan Desa Aliyan, Banyuwangi. Foto: Angelina Tiara Puspitalova
Kemudian, acara Keboan sendiri telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu, melibatkan partisipasi aktif dari sekitar 10 hingga 15 pelaku utama dalam ritual yang berlangsung selama 10 jam. Tambahan acara dari pihak pemerintah kabupaten menunjukkan dukungan yang kuat terhadap pelestarian tradisi ini serta pengakuan akan nilai-nilai budaya yang tersimpan di Desa Aliyan.
Selain memberikan dampak sosial dan budaya yang signifikan, Keboan juga berkontribusi terhadap ekonomi lokal melalui pengembangan pariwisata mikro. Sejak diperkenalkannya pasar UMKM pada tahun 2016, Desa Aliyan telah menjadi tujuan yang menarik bagi wisatawan yang ingin merasakan keindahan budaya lokal yang autentik.
Dalam menjaga dan melestarikan adat Keboan, acara ini bukan sekadar perayaan tetapi juga identitas serta kebanggaan akan warisan budaya mereka. Panji menambahkan bahwa acara keboan 2024 kolaborasi dari pihak luar, seperti Bank Jateng, acara Keboan semakin dikenal dan mendapat dukungan untuk meningkatkan infrastruktur dan promosi pariwisata di Desa Aliyan. Hal ini tidak hanya membantu dalam melestarikan budaya lokal tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Keboan di Desa Aliyan tidak hanya menjadi cagar budaya yang penting tetapi juga motor penggerak pembangunan ekonomi lokal. Kesuksesan dalam melestarikan tradisi ini menegaskan pentingnya menjaga dan menghormati warisan leluhur di tengah tantangan zaman modern. Desa Aliyan terus berupaya untuk mempertahankan nilai-nilai luhur ini sebagai bagian integral dari identitas dan kehidupan mereka.
Acara Keboan di Desa Aliyan tidak hanya bertahan sebagai tradisi yang kaya akan nilai-nilai budaya, tetapi juga sebagai motor penggerak bagi pembangunan ekonomi lokal dan promosi pariwisata. "Keberhasilan dalam menjaga dan mengembangkan tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya penghormatan terhadap warisan leluhur dalam menghadapi tantangan zaman modern sekarang," Tutup Panji.