Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Potensi wisata suatu daerah bisa diangkat melalui kekayaan alam, budaya, maupun sejarah. Di Banten, beragam artefak terwengkal yang berasal dari reruntuhan Keraton Banten berkembang menjadi inspirasi motif batik. Terwengkal adalah benda peninggalan seperti, guci, keramik, nisan, atau ornamen bangunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah melalui proses penyusunan ulang oleh para ahli arkeologi, beragam motif artefak itu disalin dalam medium kain katun dan sutra, yang kini dikenal sebagai Batik Banten. Pemilik Griya Batik Banten, Uke Kurniawan mengatakan peminat kain bercorak motif itu berasal berbagai kalangan usia.
"Pecinta batik Banten tak hanya orang tua, tapi juga ada anak-anak generasi muda," kata Uke Kurniawan saat ditemui Tempo dalam acara Halal Indonesia Expo di Jakarta Convention Center, Jumat, 28 Juni 2019. Adapun Griya Batik Banten mengisi stan dalam acara yang berlangsung pada 27 Juni hingga 30 Juni itu.
Pengunjung stan Griya Batik Banten yang mencoba mewarnai kain motif batik di Jakarta Convention Center, Jumat, 28 Juni 2019. TEMPO | Bram Setiawan
Uke menyiapkan kain bermotif batik ukuran 40 x 40 sentimeter, untuk pengunjung yang ingin mencoba mewarnai. "Cara ini untuk menarik perhatian pengunjung, mencoba mewarnai batik," tuturnya. Beberapa motif batik yang disediakan untuk diwarnai oleh pengunjung adalah Panembahan dan Pamaranggen.
Para pengunjung beberapa kali bergantian untuk mencoba mewarnai lembar kain motif batik tersebut. Tak anak-anak yang turut mencoba. "Kami juga memberikan penjelasan sembari pengunjung mewarnai batik," katanya. Tak hanya ingin tahu dan merasakan mewarnai batik, menurut Uke, banyak juga pengunjung yang bertanya tentang bahan baku pewarnaan yang digunakan.