Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Wisata Sejarah Kaimana di Papua Barat, Jangan Hanya Terlena dengan Senjanya

Kabupaten Kaimana di Papua Barat tak hanya memiliki pemandangan senja yang indah. Sejarah dan budaya masyarakat Kaimana kental dengan pengaruh Islam.

9 Januari 2021 | 16.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Senja di Kaimana, Papua Barat, membuat orang terlena. Saking indahnya sampai menjadi judul lagu Senja di Kaimana yang dinyanyikan oleh Alfian dan populer di tahun 1960-an. Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Widodo pernah menikmati senja di Kaimana, pada 27 Oktober 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabupaten Kaimana di Papua Barat tak hanya memiliki keindahan alam, namun juga sejarah dan budaya yang kental. Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, secara adat, Kaimana terbagi menjadi dua kerajaan. "Dalam bahasa setempat, kerajaan ini disebut pertuanan yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja," kata Hari Suroto kepada Tempo, Sabtu 9 Januari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pertuanan tersebut bernama Namatota dan Kumisi atau Sran. Wilayah Pertuanan Namatota meliputi Teluk Umar hingga Teluk Arguni dengan pusat pertuanan di Pulau Namatota. Sementara Pertuanan Kumisi berpusat di Pulau Adi.

Menurut penuturuan tokoh masyarakat Pertuanan Kumisi, Hari Suroto menjelaskan, pada masa lalu nenek moyang mereka sempat pergi dari Pulau Adi. "Dari cerita turun-temurun, mereka yang tinggal di Pulau Adi diganggu oleh makhluk pemakan manusia," katanya.

Kompleks makam Raja Sran Kaimana di Papua Barat. Dok. Hari Suroto

Kondisi yang meresahkan penduduk ini membuat Raja Kumisi memindahkan rakyatnya ke Pulau Kilimala di sebelah timur Pulau Adi. Pada 1976, masyarakat Pertuanan Kumisi kembali ke Pulau Adi hingga sekarang.

Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih menjelaskan, masyarakat Kaimana masih menghormati raja dan teguh memegang adat. "Raja sebagai pemangku hak ulayat dan hukum adat menjadi panutan," katanya. "Titah raja menjadi hukum yang masih dipatuhi."

Mayoritas penduduk Pertuanan Kaimana beragama Islam. Tokoh yang membawa ajaran Islam pertama kali ke Kaimana adalah Imam Dzikir. Dia tinggal dan berdakwah di Borombouw pada 1405. Imam Dzikir menetap di Pulau Adi dan mengajarkan agama Islam yang kemudian diterima oleh keluarga kerajaan.

Perlengkapan makan sirih pinang peninggalan Raja Sran Kaimana, Papua Barat. Dok. Hari Suroto

Penyebaran agama Islam di Kaimana juga kian meluas melalui interaksi masyarakat dengan pedagang muslim dari Aceh, Arab, Ternate, dan Tidore. Penganut agama Islam di Pertuanan Kaimana semakin banyak setelah Naro'E menggantikan ayahnya, Nduvin, menjadi Raja Kumisi dengan gelar Raja Sran Kaimana V.

Pada saat itu, Naro'E yang memerintah pada 1898 sampai 1923 Masehi, menikah dengan anak kepala suku di Kaimana, Papua. Pengaruh Islam di Kaimana kian luas. Budaya Islam tercermin dari penggunaaan alat musik rebana, pemakaian serban, dan tradisi Islam lainnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus