Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Yogyakarta Bertekad Tingkatkan Pewarna Alam untuk Produksi Batik

Kota Yogyakarta bertekad mengintensifkan penggunaan pewarna alam untuk menghasilkan batik yang ramah lingkungan.

5 Juli 2018 | 19.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kota Yogyakarta bertekad mengintensifkan penggunaan pewarna alam untuk menghasilkan batik yang ramah lingkungan. Hal itu juga dimaksudkan untuk mempertahankan predikat Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia.

Konsultan Batik Pewarna Alam Hendri Suprapto mengatakan tahun ini adalah tahun terakhir penilaian dari World Craft Council (WCC) terkait predikat Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. “Predikat itu jangan sampai lepas,” kata dia di sela pelatihan batik tulis di Embung Langensari Yogyakarta, Kamis, 5/7.

Hendri mewanti-wanti penggunaan pewarna alam untuk menghasilkan batik yang ramah lingkungan menjadi salah satu indikator penilaian dari WCC. Lagipula, penggunaan pewarna kimia untuk batik akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Bahkan bisa mempengaruhi kesehatan manusia. “Banyak bahan yang ada di sekitar masyarakat yang bisa digunakan sebagai sumber pewarna alam untuk menghasilkan batik berkualitas.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah tanaman yang bisa diolah untuk menghasilkan pewarna alam di antaranya, pohon mangga untuk warna kuning, pohon indigofera untuk warna biru, pohon jambu biji untuk warna coklat, jambe untuk warna merah. Sedangkan untuk menghasilkan warna lain, tinggal mengombinasikan warna-warna dasar yang sudah ada itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelatihan batik tulis di Embung Langensari terselenggara berkat kerja sama antara Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta. Seluruh peserta pelatihan adalah warga di sekitar embung.

UKDW dan Bappeda Kota Yogyakarta sudah melakukan penelitian untuk mengembangkan embung tersebut sebagai eco culture tourism atau wisata budaya berwawasan lingkungan.

Ketua Peneliti UKDW Kristian Oentoro mengatakan dengan pelatihan selama tiga hari itu warga bisa mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan batik ramah lingkungan. Embung Langensari juga bisa dijadikan sebagai tempat pembelajaran atau workshop batik tulis pewarna alam.

“Harapannya, keberadaan embung bisa memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus