Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebagai daerah yang dikenal memiliki banyak destinasi di Tanah Air, Yogyakarta diminta tak terbuai dengan kondisi itu. Yogyakarta juga didorong menjaga perkembangan aspek industri pariwisatanya, agar sektor itu bisa terjaga keberlanjutannya melalui ketersediaan tenaga terampil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tanpa tenaga kerja memadai, sektor pariwisata Yogyakarta yang pasarnya berasal dari berbagai lapisan kalangan itu bisa tenggelam, bahkan terpuruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ada tiga potensi utama Yogyakarta yang menonjol saat ini salah satunya pariwisata, aspek industri dari sektor ini harus dijaga melalui berbagai langkah," kata Wiryanta, pakar yang juga Wakil Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam forum di Yogyakarta l, Rabu 22 Mei 2024.
Wiryanta membeberkan pola dan tujuan menguatkan industri pariwisata di Yogyakarta sebenarnya hampir sama dengan industri sektor lain, seperti pertanian dan pengolahan. Salah satunya menjamin adanya regenerasi berkelanjutan melalui terserapnya tenaga kerja di sektor itu.
Serapan tenaga kerja di sektor pariwisata ini bisa dilakukan jika terjadi link and match antara lembaga pendidikan yang mencetak sumber daya manusia trampil bidang pariwisata dengan dunia usaha/industri yang bergerak di bidang yang sama. Mulai dari bidang perhotelan, kuliner, biro perjalanan, ticketing, juga pengelolaan destinasi berbasis teknologi.
Sekolah, baik menengah kejuruan dan sekolah tinggi pariwisata sendiri menjamur di Yogyakarta. Namun tidak semuanya terserap pada bisnis bisnis usaha yang bergerak di bidang pariwisata.
"Makanya dalam pengembangan industri itu perlu dilihat, apa kebutuhannya agar tenaga kerja yang diiinginkan dapat memenuhi permintaan dunia industri," ujarnya.
Wiryanta mencontohkan, dunia pariwisata bisa berkaca pada industri pertanian. Salah satunya ketika muncul istilah petani milenial, di mana aktivitas pertanian tak lagi bergantung pada besaran luas lahan lagi. Melainkan pada penguasaan teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.
Bentuknya, banyak petani milenial membuat konsep rumah hijau atau green house untuk membudidayakan hortikultura yang lahannya lebih kecil.
"Anak anak muda sekarang mungkin untuk kotor-kotor terjun ke sawah sudah tidak mau, tapi bagaimana bisa memanfaatkan teknologi untuk mendapat hasil pertanian maksimal dengan cara kerja fleksibel," kata dia.
Industri pariwisata di Yogya juga bisa berkaca pada industri pengolahan. Misalnya di bidang pengolahan tekstil, bukan lagi harus menjahit susah payah melainkan menggunakan teknologi lebih modern.
Dalam forum itu, tak kurang 50 pelaku usaha baik sektor pariwisata, pertanian, juga pengolahan dihadirkan bersama perwakilan lembaga pendidikan sesuai konsentrasinya. "Jika link and match antara lembaga pendidikan dan dunia usaha itu telah terbangun, yang diperlukan kemudian memperkuat kemitraan agar kerjasama dunia pendidikan dan industri terus berjalan," kata dia.
Wiryanto mengatakan, sekolah atau lembaga pendidikan kejuruan di Yogyakarta kini juga telah di-backup konsorsium sekolah-sekolah vokasi tingkat perguruan tinggi, agar kemitraan sekolah itu dengan dunia usaha bisa tercipta dan langgeng. Konsorsium itu seperti Sekolah Vokasi UGM, Fakultas Vokasi Universitas Negeri Yogyakarta atau UNY juga Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta yang berfokus mencetak seniman.
Dewi Yanti Liliana, tim pakar dari Direktorat Kemitraan Penyelararan Dunia Usaha Dunia Industri Kemendikbudristek dalam forum itu mengungkapkan, potensi parwisata di Yogyakarta salah satu yang terlihat menonjol saat ini.
"Kami turut memonitor bagaimana agar kerjasama lembaga pendidikan yang mencetak tenaga kerja seperti di sektor pariwisata itu terkoneksi dengan dunia usaha," kata dia.
Pilihan editor: Respons PHRI Yogyakarta Soal Wacana Pelarangan Study Tour