Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta sering disebut-sebut sebagai miniaturnya Indonesia. Hal ini tak lepas dari beragamnya latar belakang masyarakat yang tinggal di Yogyakarta, baik yang menempuh pendidikan, bekerja, maupun menetap di wilayah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk meneguhkan semangat toleransi dan keberagaman itu, Yogyakarta akan memiliki satu kawasan kerohanian dalam waktu dekat. Kawasan ini nantinya bisa menjadi tempat berbagai macam agama dan kepercayaan untuk beribadah berdampingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Universitas Gadjah Mada atau UGM menginisiasi pembangunan kawasan kerohanian tersebut. Proses pembangunan kawasan kerohanian dimulai pekan ini. Lokasinya di Kompleks Perumahan Sekip Blok N, Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dengan luas 4.789 meter persegi.
Dalam kawasan itu akan dibangun sejumlah bangunan untuk mewadahi kegiatan kerohanian, khususnya para civitas, baik yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. "Kawasan ini menjadi simbol toleransi dan kerukunan umat beragama di Yogyakarta," kata Rektor UGM Panut Mulyono di sela peletakan batu pertama pembangunan kawasan kerohanian, Sabtu, 21 Mei 2022.
Proses perencanaan kawasan ini melibatkan dosen dari berbagai perwakilan kelompok agama sebagai tim perumus. Pembangunan konstruksi bakal berlangsung sekitar enam hingga delapan bulan. Panut melanjutkan, bangunan di kawasan itu mungkin tidak dapat sepenuhnya mengakomodasi kegiatan peribadatan, terutama yang berskala besar atau melibatkan banyak umat.
"Namun fasilitas ini dapat mewadahi kegiatan-kegiatan skala kecil yang biasanya merupakan kegiatan yang bersifat internal keagamaan," kata Panut Mulyono. "Prinsipnya tetap menekankan pada jalinan silaturahmi dan persaudaraan di antara umat, semangat kebersamaan dan toleransi."
Kendati memfasilitasi lima agama dalam satu area, Panut mengatakan, kawasan kerohanian tersebut tetap terhubung dengan fasilitas agama Islam di Mardliyyah Islamic Center dan Masjid UGM. "Kawasan kerohanian ini juga berkaitan dengan jati diri kampus sebagai universitas Pancasila, institusi pendidikan yang terbuka, mempunyai civitas beragam latar belakang suku, agama, bahkan kebangsaan," kata dia.
Menteri Sekretaris Negara yang juga Ketua Majelis Wali Amanat UGM, Pratikno mengatakan, kawasan kerohanian ini menjadi jawaban di tengah intensnya mobilitas, interaksi, juga pergaulan lintas bangsa, agama, dan etnis yang menjadikan masyarakat kian plural. "Banyak negara kewalahan menghadapi kemajemukan, namun Indonesia telah ber-Bhineka Tunggal Ika sejak era kolonialisme," kata Pratikno.
"Kebhinekaan perlu terus dipelihara," ujar Pratikno. "Kawasan kerohanian ini seperti sebuah keteladanan bagi Bhineka Tunggal Ika dari Yogyakarta."
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.