Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT ”mini” itu terpaksa berpindah ke tempat lain. Dua jam membahas rancangan pakta integritas calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi di ruang Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, tiga anggota Komisi Hukum itu belum juga satu suara. Waktu berbuka puasa sudah dekat. Selasa pekan lalu, ketiganya, Bambang Soesatyo (Fraksi Golongan Karya), Syarifuddin Sudding (Fraksi Hati Nurani Rakyat), dan Ahmad Yani (Fraksi Persatuan Pembangunan), segera menuju Hotel Mulia. Mereka memilih rapat dilanjutkan di sebuah restoran.
Ditemani semangkuk kolak, teh manis, dan penganan ringan, ketiganya kembali berembuk. Hanya butuh setengah jam mereka merampungkan draf yang mulai dirumuskan sejak dua nama calon pemimpin KPK, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, diumumkan ke publik. Rapat selesai bersamaan dengan terdengarnya azan magrib. ”Draf ini semacam kontrak dengan Dewan,” kata Ahmad Yani.
Selembar dokumen pakta integritas itu akan menjadi ujian bagi Busyro dan Bambang saat menjalani fit and proper test di Komisi Hukum DPR seusai Lebaran nanti. Nama keduanya sudah diajukan pemerintah ke Dewan, Selasa pekan lalu. Menurut Undang-Undang KPK, DPR diberi waktu tiga bulan untuk memilih satu dari dua calon tersebut yang merupakan pengganti Antasari Azhar. Setelah salah satu terpilih, menurut Ahmad Yani, Dewan akan memanggil semua pemimpin Komisi untuk dilakukan pemilihan ketua. ”Jadi ketua akan dipilih dari lima pemimpin Komisi itu,” ujar Ahmad Yani.
Pakta integritas itu, menurut Ahmad, semacam komitmen penuntasan sejumlah kasus di KPK yang dianggap Dewan jalan di tempat. Kasus-kasus itu, antara lain, kasus Bank Century, dugaan penyimpangan perangkat teknologi informasi Pemilihan Umum 2009, kasus penerimaan negara seperti perpajakan dan cost recovery sektor minyak dan gas, kasus transfer pricing, serta kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Calon terpilih diberi waktu enam bulan menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. ”Tentu saja dengan menemukan tersangkanya,” ujar Ahmad.
Bambang Soesatyo mengatakan sejumlah kasus itu sebenarnya sudah dilengkapi bukti kuat. Ia mencontohkan kasus Bank Century. KPK, kata dia, adalah lembaga pertama yang punya ide meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit soal Century. Menurut Bambang, DPR juga sudah mengirimkan hasil angket kasus itu ke KPK. Selain itu, kata dia, kasus information technology Pemilu 2009 masih berputar-putar di tingkat pemeriksaan, belum ke penyelidikan. ”Jadi pimpinan KPK jangan hanya berani menangkap anggota Dewan,” kata Bambang, ”tapi harus berani juga berhadapan dengan kekuasaan.”
Pakta integritas itu, menurut Bambang, akan menjadi ukuran keberhasilan calon terpilih. Enam bulan tidak bisa memenuhi komitmen, kata dia, mandat dari Dewan akan dicabut dan pemimpin itu harus mengundurkan diri. Jadi, ujar Bambang, dokumen pakta integritas itu merupakan kartu truf untuk mengukur kinerja pemimpin KPK yang terpilih nanti. ”Kami tak mau kecolongan seperti pemilihan Antasari Azhar,” katanya.
Tapi, sumber Tempo, juga anggota Komisi Hukum, menunjuk adanya tujuan lain dibuatnya pakta integritas tersebut. Menurut sumber ini, pakta integritas itu tak lebih sebagai ”senjata” untuk menjegal calon yang dianggap ”titipan” pemerintah. Calon yang dimaksud adalah Busyro Muqoddas. Sosok Busyro, kata anggota Dewan ini, dipilih pemerintah karena dinilai bisa ”mengamankan” kasus-kasus yang melilit pejabat pemerintah.
Seorang anggota Komisi Hukum lainnya—juga tak ingin namanya disebut—menunjuk lolosnya Bambang Widjojanto itu sebenarnya hanya untuk memudahkan terpilihnya Busyro. Dengan latar belakangnya sebagai pengacara yang dikenal kritis, kata dia, figur Bambang sulit diterima Dewan. ”Ia dianggap sosok keras dan selalu melihat segala sesuatu memakai kacamata kuda.”
Soal ”adanya udang di balik batu” dengan dimunculkannya pakta integritas itu dibantah Bambang, Ahmad Yani, dan Syarifuddin Sudding. Ketiganya berkeras mengatakan draf itu semata-mata alat uji komitmen. Ketua panitia seleksi, yang juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, menepis tudingan adanya calon ”titipan” pemerintah. Dua calon terpilih itu, kata Patrialis, sama-sama memiliki peluang lantaran keduanya mendapat nilai paling tinggi. Busyro sendiri menolak jika ia disebut calon titipan pemerintah. ”Terlalu mengada-ada,” ujarnya.
Dari sembilan fraksi di Komisi Hukum, kata Bambang, hanya Fraksi Demokrat dan Fraksi Kebangkitan Bangsa yang belum menyetujui pakta integritas itu. Jadi, dari 53 anggota Komisi Hukum, 16 anggota Komisi belum menyetujui draf itu.
Seorang sumber Tempo dari sebuah fraksi besar berbisik dukungan perlu atau tidaknya pakta integritas ini sebenarnya merupakan cerminan dukungan terhadap salah satu calon. Jumlah yang setuju adanya draf ini, menurut dia, 37 orang dari 7 fraksi, merupakan cerminan dukungan terhadap Bambang. Adapun sisanya, gabungan Fraksi Demokrat dan Fraksi Kebangkitan Bangsa yang berjumlah 16 orang, bisa dianggap mendukung Busyro. ”Kalau Dewan menginginkan calon yang berani terhadap pemerintah,” katanya.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang mendukung perlunya pakta integritas, juga mensyaratkan calon terpilih harus berani mengusut kasus-kasus yang bersinggungan dengan kekuasaan. Wakil Fraksi PDI Perjuangan Gayus Lumbuun dan anggota Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan, misalnya, mengatakan fraksinya akan memilih calon yang bukan titipan pemerintah. Keduanya menilai independensi KPK kini menurun karena itu perlu figur dari luar pemerintah. ”Tentunya, yang berani mengusut Century,” kata Gayus. Trimedya bahkan menegaskan fraksinya siap berhadapan dengan partai koalisi yang kemungkinan besar memilih Busyro.
Soal dukungan partai koalisi ini, menurut Bambang Soesatyo, bergantung pada Sekretariat Gabungan. ”Inilah yang saya khawatirkan,” ujarnya. Sejauh ini, kata dia, partainya sebagai koalisi pemerintah masih membebaskan kadernya memilih. Jika Sekretariat Gabungan mengintervensi, kata Bambang, Busyro akan menang. ”Karena ada resistansi juga pemerintah ke Bambang,” katanya.
Tapi, ujar Syarifuddin, peta pilihan atas dua calon itu juga bisa bergantung pada latar belakang anggota Komisi. ”Jadi bisa berdasarkan subyektivitas.” Anggota Komisi yang mantan pengacara, kata dia, bisa jadi akan memilih Bambang yang memiliki latar belakang pengacara. Adapun Busyro bisa jadi dipilih oleh fraksi partai Islam karena dia adalah kader Muhammadiyah. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin sendiri memang sudah meminta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memilih Busyro. Sejauh ini Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta menyatakan partainya akan mempertimbangkan permintaan Din tersebut.
Bagi Fraksi Partai Demokrat, baik Bambang maupun Busyro dinilai sama-sama memiliki integritas tinggi. Dengan pribadi semacam ini, ujar anggota Fraksi Demokrat yang juga Ketua Komisi Hukum, Benny K. Harman, tidak diperlukan lagi pakta integritas. Apalagi, kata Benny, ditentukan pula tenggat untuk menyelesaikan kasus-kasus yang disebutkan itu. ”Kami akan menolak draf itu, karena jelas melanggar fatsun hukum,” kata Benny. Benny membantah keras adanya suara yang menyebut fraksinya menggalang dukungan untuk Busyro. Keputusan di KPK, kata dia, merupakan keputusan kolektif kolegial, bukan perorangan.
Kepada Tempo, dua calon pemimpin KPK, Busyro dan Bambang, mengaku siap menghadapi pakta integritas itu. Jika terpilih, keduanya siap melakukan pembenahan internal dan mengusut kasus-kasus korupsi tanpa tebang pilih. Keduanya juga mengaku tidak akan merasa kalah seandainya pun tidak terpilih. ”Itu artinya kemenangan bagi pemberantasan korupsi,” kata Busyro.
Bagi Indonesia Corruption Watch (ICW), seleksi di DPR sebenarnya ujian terberat bagi kedua calon itu. Apalagi, kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, Busyro dan Bambang adalah calon yang sudah pasti mengharamkan praktek suap-menyuap untuk bisa lolos. ICW menjuluki keduanya sebagai pendekar bertangan kosong. Karena DPR tak mau rugi, kata Emerson, dibuatlah pakta integritas itu. ”Itu lebih ke upaya mengakomodasi kepentingan sebagian fraksi,” kata Emerson.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo