Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selembar surat dari Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI itu membuat masygul Hakim Sorimuda Pohan, bekas anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat. Surat yang dikirim pada Jumat dua pekan lalu itu mengabarkan bahwa pada 12 Oktober 2010 polisi menghentikan penyidikan kasus hilangnya ayat tembakau di Rancangan Undang-Undang Kesehatan.
Polisi menyatakan penyidikan dihentikan lantaran tak ditemukan perbuatan pidana dalam perkara tersebut. ”Ini tidak wajar, Ribka Tjiptaning belum pernah diperiksa tapi polisi sudah menyimpulkan tidak ada pelanggaran pidana,” ujar Hakim Sorimuda, Kamis pekan lalu, di kantor Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok di kawasan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mantan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Kesehatan itu menduga ada intervensi politik untuk melepaskan Ribka dari jerat hukum.
Maret lalu, Hakim Sorimuda dan Kartono Mohamad, atas nama Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (Kakar), melaporkan Ketua Komisi Kesehatan DPR Ribka Tjiptaning ke Mabes Polri. Politikus PDI Perjuangan itu dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas lenyapnya Pasal 113 ayat 2 Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Selain Ribka, politikus Golkar di Komisi Kesehatan DPR, Asiyah Salekan, dan Mariani Akib Baramuli juga turut dilaporkan ke polisi.
Kasus raibnya ”ayat tembakau” itu meledak setahun lalu. Isi Rancangan Undang-Undang Kesehatan, yang disetujui Rapat Paripurna DPR pada 14 September 2009 dan dikirim ke Sekretariat Negara untuk diparaf Presiden, ternyata tidak utuh. Pasal 113 yang seharusnya terdiri atas tiga ayat itu hilang satu ayat. Anehnya, penjelasan Pasal 113 ayat 2, ayat yang lenyap itu, masih utuh. Hingga Presiden Yudhoyono meneken rancangan undang-undang itu pada 13 Oktober 2009, aktor yang menyetip ayat yang isinya mengkategorikan tembakau sebagai zat adiktif itu masih gelap.
Polisi yang mendapat laporan kasus ini lantas bergerak. Tri Udiartiningrum, Kepala Bagian Sekretariat Komisi Kesehatan DPR, mengaku ia diperintah menghapus ayat itu. Perubahan itu didiktekan langsung oleh Faiq Bahfen, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan yang menjadi ketua tim perundingan Rancangan Undang-Undang Kesehatan, dan Budi Sampoerna, Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan. Pada 1 Oktober lalu penyidik sudah meminta keterangan Faiq dan Budi. Adapun Ribka, Asiyah, dan Mariani hingga kini belum diperiksa.
Untuk perkara ini penyidik meminta pendapat hukum Chairul Huda, ahli pidana yang juga staf ahli Kepala Kepolisian RI. ”Saya memberikan keterangan pada awal bulan ini,” kata Chairul Huda, Jumat pekan lalu.
Menurut Chaerul, penyidik memakai pasal pemalsuan surat sebagaimana diatur Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk perkara tersebut. Namun, menurut Chairul, hilangnya ayat tembakau tidak termasuk tindak pidana pemalsuan surat. ”Draf undang-undang bukan termasuk kategori pengertian surat,” ujarnya.
Hilangnya satu ayat itu, kata Chairul, lebih tepat masuk ke ranah hukum administrasi. ”Bila sudah terjadi dan disengaja bisa digugat perdata atau dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Chairul. Rupanya, pendapat Chairul-lah yang dipakai penyidik untuk menghentikan kasus ini.
Sebenarnya, menurut Chairul, penyidik bisa menjerat Ribka dan orang-orang yang terlibat menghilangkan ayat itu dengan pasal korupsi. ”Saya minta penyidik mencari bukti, boleh jadi ayat ini hilang karena suap,” ujarnya. Namun penyidik yang menangani perkara ini tidak menemukan bukti ada penyuapan dalam perkara tersebut.
Surat perintah penghentian penyidikan itu jelas merupakan kabar gembira bagi Ribka. Sejak awal ia yakin tidak bersalah. Sirra Prayuna, kuasa hukum Ribka, sependapat dengan Chairul Huda. ”Kasus itu hanya persoalan administrasi,” kata Sirra Prayuna. Menurut dia, tidak ada niat dari kliennya menghapus ayat tersebut. ”Buktinya, saat rapat paripurna masih ada, di lembaran negara juga ada.”
Sirra juga membantah suara yang menyebut ada barter penghentian kasus ini dengan dukungan PDI Perjuangan terhadap calon Kapolri, Komisaris Jenderal Timor Pradopo. ”Itu opini yang berlebihan dan tidak ada faktanya,” ujarnya.
Hakim Sorimuda dan Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok sudah berancang-ancang menggugat penghentian penyidikan itu. Mereka berniat membawa keputusan penghentian penyidikan itu ke pengadilan. Menurut Hakim, perkara hilangnya ayat tembakau itu seperti maling jemuran. ”Kalau ketahuan, baju yang dicuri dikembalikan. Itu tidak menghapus tindak pidananya,” ujarnya. Hilangnya ayat tembakau itu, kata Hakim, lebih gawat daripada persoalan pencurian. ”Dia sudah berkhianat kepada negara.”
Sutarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo