Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbekal amplop cokelat berisi surat panggilan pemeriksaan, Suroso Atmomartoyo masuk kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Bekas Direktur Pengolahan PT Pertamina itu akan menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan korupsi di balik pengadaan bahan bakar timbel di Indonesia pada 2000-2005 yang tengah diusut komisi penyikat koruptor itu.
Ini bukan pertama kalinya yang dialami Suroso. Sebelumnya sudah lebih dari tiga kali ia dipanggil KPK. Karena itulah, bisa jadi, pemeriksaan Agustus lalu itu merupakan pemeriksaan terakhir. ”Soalnya sejak itu saya tidak diperiksa lagi,” katanya kepada Tempo pekan lalu.
Nama Suroso memang santer disebut-sebut menerima suap dari Innospec Limited, perusahaan asal Inggris yang memasok timbel untuk campuran bahan bakar di Pertamina. Pertengahan Maret lalu, putusan Pengadilan Southwark Crown di Inggris menyatakan Suroso menerima suap US$ 300 ribu. Uang itu dikucurkan ke kantong Suroso agar mengamankan 446 metrik ton timbel senilai US$ 11 ribu per metrik ton pada 2004.
Menurut dokumen putusan tersebut, uang itu tidak langsung diserahkan ke tangan Suroso. Uang itu masuk lewat PT Soegih Interjaya, agen Innospec di Indonesia. Transaksi itu diketahui dari isi surat elektronik Mohamed Syakir, pegawai Soegih Interjaya, yang dikirim kepada eksekutif Innospec. Surat itu dibeberkan di pengadilan sebagai bukti kecurangan Innospec berbisnis di Indonesia.
Innospec juga terbukti mengongkosi perjalanan Suroso dan keluarganya ke Inggris pada April 2005. Oleh Pengadilan Southwark, Innospec didenda US$ 12,7 juta. Suroso sendiri membantah semua tudingan itu. ”Tidak ada pemberian atau biaya pelesir dari Innospec atau lainnya,” ujarnya.
Kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Suroso menjelaskan, Pertamina tidak membeli bahan bakar dari Innospec. Pertamina hanya mengorder timbel atau tetraethyl lead (TEL) ke Innospec. Bahan aditif ini dipakai untuk menaikkan bilangan oktan bahan bakar. Cara ini paling murah, tapi sisa pembakarannya mengandung racun yang berbahaya.
Pertamina, menurut Suroso, tetap memproduksi bahan bakar timbel meski beracun. Alasannya, pemerintah tidak sanggup membayar subsidi bensin tanpa timbel. Sebagai gambaran, dengan kebutuhan bensin 15 juta kiloliter per tahun, pemerintah harus membayar subsidi hingga triliunan rupiah ke Pertamina. ”Jadi bukan karena ada suap dari Innospec, tapi karena semata-mata pemerintah tidak sanggup membayar subsidi,” kata Suroso.
Suap kepada pejabat Pertamina, kata Suroso, juga dinilai salah sasaran. Kebijakan tetap memakai bensin timbel tidak diputuskan oleh pejabat Pertamina. ”Kami ini operator, bukan yang memutuskan kebijakan.”
Putusan di pengadilan Inggris itu tidak hanya menyebut nama Suroso. Sederet nama pejabat Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga disebut-sebut menerima suap. Di antaranya mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rachmat Sudibyo. ”Sepengetahuan saya memang sudah banyak yang diperiksa,” kata Suroso.
Kasus yang menyeret-nyeret para pejabat Pertamina ini bermula dari adanya pengaduan kepada Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (United States Securities And Exchange Commission). Innospec dituding menyuap pejabat Irak dengan menggunakan dana Oil for Food Program guna membeli TEL. Perusahaan ini juga dituduh menyuap pejabat Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Suap itu diduga bertujuan mempertahankan dan menaikkan penggunaan TEL di Indonesia.
Pengadilan Amerika tidak bisa langsung mengadili kasus ini karena Innospec juga berkedudukan di Inggris. Karena itu, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajak Badan Antikorupsi Inggris (Serious Fraud Office) mengusut kasus ini.
Pada Maret 2010, kasus ini masuk pengadilan, yakni di Amerika dan Inggris. Di Pengadilan Columbia, Amerika Serikat, dan di Pengadilan Southwark, Inggris, Innospec mengaku bersalah. Pada 26 Maret lalu, Pengadilan Columbia memutuskan Innospec harus membayar US$ 14,1 juta karena terbukti bersalah menyuap pejabat di Irak dan Indonesia dalam kurun 2000-2007.
Bulan lalu, pengadilan Amerika juga menghukum eksekutif Innospec Limited, David Turner, 55 tahun. Dia divonis membayar denda US$ 40 ribu. ”Perbuatan ilegal Turner memungkinkan Innospec mendapatkan kontrak dengan cara tidak semestinya,” kata Cheryl Scarboro, pejabat senior Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat.
Data yang dibuka pada kedua pengadilan menyebutkan, sejak Januari 2000, Innospec menyuplai 28.390 metrik ton tetraethyl lead. Pendapatan yang diraup Innospec mencapai US$ 48 juta dengan keuntungan US$ 21 juta. Komisi yang dibayarkan Innospec, termasuk uang untuk suap bagi pejabat di Indonesia, mencapai US$ 2,8 juta.
Dokumen pengadilan menyebutkan beragam cara dipakai Innospec untuk memuluskan penjualannya di Indonesia. Mereka mematok komisi yang tinggi untuk Soegih Interjaya, mitra mereka di Indonesia sejak 1982. Sebagian komisi itulah yang dipakai untuk menyuap pejabat di Indonesia.
Dari dokumen di pengadilan, bekas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Rachmat Sudibyo disebut pada 2001 menerima suap US$ 261.055, dan US$ 294.970 pada 2002. Berdasarkan surat elektronik antar-eksekutif Innospec, Januari 2001, Rachmat akan mendapat komisi US$ 40 per metrik ton bila pesanan TEL mencapai 4.000 ton. Komisi akan dinaikkan menjadi US$ 50 bila order lebih dari 5.000 ton.
Untuk menutupi praktek ilegal ini, uang itu disamarkan sebagai biaya yang dikeluarkan Soegih Interjaya buat membiayai perjalanan staf Pertamina dan Lemigas ke Singapura. Soegih Interjaya mengirim tagihan US$ 265 ribu dan US$ 295 ribu kepada Innospec. Nilai tagihan itu hampir sama dengan besarnya komisi yang seharusnya diterima Rachmat. Rachmat sendiri tampaknya emoh mengomentari kasusnya ini. Telepon selulernya langsung dimatikan saat Tempo menghubunginya.
Kendati sudah berkali-kali memeriksa sejumlah pejabat Pertamina yang diduga terlibat kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi sampai kini belum menetapkan tersangka. ”Kami sedang mengumpulkan alat bukti,” kata M. Jasin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Jasin, lembaganya sudah mengirim surat ke Badan Antikorupsi Inggris meminta data dan bukti kasus suap itu.
Menurut Haryono Umar, yang juga Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, putusan pengadilan Inggris dan Amerika itu tidak serta-merta berlaku di Indonesia. Innospec, kata Haryono, divonis bersalah tanpa pembuktian di pengadilan. Mereka dihukum hanya berdasarkan pengakuan bersalah dari Innospec. Ini, ujarnya, berbeda dengan di Indonesia. ”Kalau di Indonesia, mengaku tidak mengaku harus dibuktikan di pengadilan.”
Haryono mengatakan publikasi kasus ini juga telah menyulitkan penyelidikan. Ia khawatir para pejabat yang disebut-sebut dalam putusan itu menghilangkan barang bukti. ”Apalagi kasus ini sudah lama,” ujarnya.
Sutarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo