Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAYANGAN berita di stasiun televisi itu menarik perhatian Oentarto Sindung Mawardi. Bergegas bekas Direktur Jenderal Otonomi Departemen Dalam Negeri itu mendekati layar televisi yang terpasang di pojok kamar tahanannya di lantai dua Penjara Cipinang. Rabu sore pekan lalu, stasiun itu menyiarkan kabar: Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno sebagai tersangka dalam kasus penerbitan radiogram pengadaan mobil pemadam kebakaran, perkara yang juga membuat Oentarto kini meringkuk di balik jeruji. ”Saya harap ia lekas diproses, supaya adil bagi yang lain,” kata Oentarto kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Sejak ditetapkan menjadi tersangka pada Mei 2008, Oentarto sudah ”bernyanyi” perihal keterlibatan bekas bosnya itu. Komisi sendiri resmi menetapkan Hari sebagai tersangka Selasa pekan lalu. Selain dituduh bertanggung jawab atas penerbitan radiogram, Hari diduga menerima gratifikasi dari rekanan proyek pengadaan branwir, Hengky Samuel Daud.
Diterbitkan 12 Desember 2002, radiogram berlabel ”amat segera” yang diteken Oentarto atas sepengetahuan Hari Sabarno itu berisi perintah pengadaan branwir dengan spesifikasi V80 ASM, kapasitas tangki air 4.000 liter, dan daya dorong 2.000 liter air per menit. Radiogram tersebut merupakan penegasan tiga surat yang sudah dikirim sebelumnya sejak 1997. Keempat surat itu memerintahkan pembelian branwir, yang ujung-ujungnya, spesifikasi hanya ada pada PT Istana Sarana Jaya, perusahaan milik Hengky.
Lantaran ”perintah” radiogram itu, 22 pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota meneken pembelian dengan Hengky. Pertengahan 2007, KPK mengendus bau korupsi yang memakan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah 2002-2005 itu. Buntutnya, sejumlah kepala daerah diperiksa KPK, menjadi tersangka, dan berlanjut ke pengadilan. Beberapa di antaranya, yang hukumannya sudah berkekuatan hukum tetap, bekas Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula, Ismeth Abdullah, bekas Gubernur Riau Saleh Djasit, dan bekas Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan.
Nama Hari Sabarno sebenarnya sudah disebut-sebut ketika kasus pengadaan branwir itu mulai diusut KPK, medio Juli 2007. Perannya sebagai orang yang diduga menerima gratifikasi. Chenny Kolondam, istri Hengky Samuel Daud, yang kala itu sebagai saksi, adalah orang yang mengungkapkan keterlibatan Hari. Kepada penyidik, Chenny mengatakan ia disuruh suaminya mentransfer uang Rp 396 juta ke rekening Hari untuk pembayaran rumah. Pengakuan Chenny itu kembali ia ungkapkan di persidangan Baso Amiruddin Maula pada Januari 2008.
Jaksa penuntut umum perkara itu, Sarjono Turin, menguatkan kesaksian Chenny. Di persidangan, Sarjono mengatakan penyidik menemukan bukti transfer itu di rumah Chenny. Duit itu, kata Sarjono, dipakai untuk membayar rumah Hari Sabarno di Kota Wisata, Cibubur, Jawa Barat. Penyidik menduga pengiriman fulus tersebut berkaitan dengan pengadaan branwir. Hari sendiri diperiksa lantaran pengakuan Chenny ini. Anak Hari, Fery Indra Yudha, juga pernah diperiksa karena ia disebut-sebut sebagai pemilik rumah di Cibubur itu. Tapi, kepada penyidik, Hari membantah tudingan Chenny.
Kepada Tempo, seorang penyidik bercerita pengakuan istri Hengky itu belum bisa menjerat Hari. Tim masih perlu meminta keterangan Hengky. Hanya, saat itu, Hengky sudah lenyap. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan 2007, Hengky memang langsung hilang bak ditelan bumi. Ia sempat dikabarkan bersembunyi di Garut, lalu ke Australia dan Amerika. Pada akhir Juni tahun lalu, KPK akhirnya membekuk Hengky di rumahnya di bilangan Pondok Indah.
Setelah Hengky diperiksa, kata penyidik itu, kesaksiannya ternyata juga tidak bisa mendukung upaya menjerat Hari Sabarno. Hengky membantah jika dikatakan ia ”main mata” dengan Hari dalam proyek branwir. Kendati mengaku mengenal Hari, untuk urusan proyek branwir, Hengky mengaku selalu berhubungan dengan Oentarto. ”Padahal dia saksi kunci untuk Hari Sabarno,” kata penyidik itu.
Peran Hari mulai terang-benderang setelah Oentarto ”bernyanyi” nyaring. Kepada penyidik—setelah menjadi tersangka pada Mei 2008—Oentarto mengaku Harilah yang menyuruh membuat radiogram itu. Oentarto juga menyatakan Hari yang mengenalkan dia dengan Hengky. Di persidangannya, Oentarto kembali mengungkapkan peran Hari. Saat membacakan putusan perkara Oentarto, ketua majelis hakim Tjokorda Rai Suamba menyatakan Hari orang yang juga harus bertanggung jawab atas penerbitan radiogram itu. Oentarto divonis tiga tahun dan tak mengajukan permohonan banding.
Saat persidangan Hengky digelar, bukti-bukti keterlibatan Hari makin terang. Menurut hakim I Made Hendra, Hari mendapat uang dari Hengky dalam proyek damkar alias pemadam kebakaran itu. Saat menjatuhkan vonis Hengky, majelis hakim menyatakan Hari turut bekerja sama dengan Hengky dalam proyek yang merugikan negara sekitar Rp 76,2 miliar itu. Hengky divonis 15 tahun penjara. Tapi, saat menunggu putusan kasasi, Hengky meninggal. Penyebabnya, menurut dokter, penyakit jantung dan hati yang dideritanya.
Dari putusan Oentarto dan Hengky, penyidik mulai mengumpulkan kembali bukti keterlibatan Hari. Setelah dua alat bukti terpenuhi itu, KPK akhirnya secara resmi mengumumkan keterlibatan Hari sekaligus menetapkannya jadi tersangka. ”Perbuatan tersangka telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P. Sampai pekan lalu, Komisi belum menjadwalkan pemanggilan Hari. Komisi juga belum mengajukan permohonan cekal untuk Hari.
Hari Sabarno tidak bisa dimintai konfirmasi soal status barunya itu. Dihubungi beberapa kali di beberapa nomornya, yang terdengar hanya nada sibuk. Pesan pendek yang dikirim tak terbalas satu pun. Sebelumnya, dalam wawancara khususnya dengan majalah ini beberapa waktu silam, Hari pernah membantah semua tuduhan yang kini dialamatkan kepadanya itu. ”Saya tidak pernah melakukan tindak pidana,” katanya. Pengacara Hari saat menjadi saksi, Lukharni Muluk, mengaku belum ditunjuk lagi sebagai pengacara Hari dalam status barunya sebagai tersangka itu. ”Saat ini saya belum mendapat kuasa,” kata Lukharni.
Aktivis Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, meminta KPK serius memproses Hari. Menurut dia, jangan sampai KPK hanya bersemangat mengusut Hari sampai menjadi tersangka, setelah itu loyo di tengah jalan. ”Penetapan status tersangka kepada Hari merupakan bukti KPK juga bisa mengusut kasus sampai ke ujung,” kata Adnan.
Anton Aprianto
Mereka yang Terjerat
Sejumlah kepala daerah dinyatakan melakukan korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran ini. Mereka antara lain:
- Bekas Wali Kota Medan Abdillah (divonis 4 tahun penjara).
- Bekas Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis (divonis 4 tahun penjara).
- Bekas Gubernur Riau Saleh Djasit (divonis 4 tahun penjara).
- Bekas Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan (divonis 4 tahun penjara).
- Bekas Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah (divonis 2 tahun penjara).
Akhirnya Sampai ke Hulu
KPK akhirnya menetapkan Hari Sabarno sebagai tersangka perkara penerbitan radiogram pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah pada 2002-2005.
Januari 2008
Di persidangan bekas Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula (divonis empat tahun penjara):
”Hulu kasus korupsi ini adalah perintah pejabat Departemen Dalam Negeri semasa Hari Sabarno.”
Baso Amiruddin
”Ada transfer uang Rp 396 juta dari rekening saya atas perintah suami ke HS untuk pembayaran rumah. HS itu Hari Sabarno.”
Chenny Kolondam,
istri Hengky Samuel Daud
”Penyidik menemukan bukti transfer uang Rp 396 juta di rumah Chenny Kolondam untuk membayar rumah Hari Sabarno di Kota Wisata Cibubur, Jawa Barat. Transfer itu diduga berkaitan dengan pengadaan branwir.”
Sarjono Turin
Jaksa Penuntut Umum
Desember 2009
Di persidangan bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi:
”Saya diperintah dia (Hari Sabarno) untuk menerbitkan radiogram itu, banyak buktinya baik tulisan maupun disposisi. Yang bertanggung jawab seharusnya dia sebagai menteri.”
Oentarto
”Radiogram itu atas nama menteri. Jadi yang bertanggung jawab tidak hanya Oentarto, tapi juga Hari Sabarno.”
Tjokorda Rai Suamba,
Ketua Majelis Hakim
Februari 2010
Di persidangan terdakwa Hengky Samuel Daud (divonis 15 tahun penjara dan meninggal saat menunggu kasasi):
”Saya sering ikut rombongan Menteri Dalam Negeri (Hari Sabarno) ke daerah.”
Hengky
”Hari Sabarno telah memenuhi permintaan Hengky dengan memerintahkan Oentarto menerbitkan radiogram. Terdakwa Hengky selalu bersama Hari dalam setiap kunjungan ke daerah.”
I Made Hendra
Majelis Hakim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo