Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Kasus Gayus</font><br />Telegram Indah Menjelang Rebah

Kapolri menunjuk dua brigadir jenderal bermasalah menjadi staf ahli. Skenario penyelamatan?

4 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di ujung masa jabatannya, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Bambang Hendarso Danuri membuat keputusan kontroversial. Ia mengangkat Brigadir Jenderal Edmon Ilyas dan Brigadir Jenderal Raja Erizman sebagai staf ahli. Dua perwira tinggi ini sebelumnya diduga terlibat rekayasa kasus Gayus Tambunan.

Tertuang dalam telegram rahasia bertanggal 29 September 2010, mutasi juga melibatkan sejumlah perwira kepolisian. Soal pengangkatan Edmon dan Raja, Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Iskandar Hasan, Kamis pekan lalu, mengatakan, ”Pengangkatan pejabat itu biasa dalam institusi, tak perlu dikomentari.”

Edmon adalah Direktur Tindak Pidana Ekonomi Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian ketika kasus Gayus diusut. Gayus, pegawai golongan IIIa Direktorat Pajak, dicurigai karena memiliki rekening berisi Rp 28 miliar. Ditangani penyidik kepolisian, ia bebas dari tuduhan pencucian uang dengan menyogok penyidik, jaksa, dan hakim.

Setelah menangani kasus ini, Edmon mendapat promosi menjadi Kepala Kepolisian Daerah Lampung. Posisinya di Direktur Tindak Pidana Ekonomi diisi Raja Erizman. Tak lama kemudian, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji ”meledakkan” rekayasa kasus Gayus itu. Edmon dan Raja, yang diduga terlibat, dicopot dari jabatan masing-masing. Iskandar mengatakan keduanya bisa dipanggil penyidik kapan saja.

Indonesia Corruption Watch menilai pengangkatan Edmon dan Raja merupakan penyelamatan keduanya. Kedua perwira diduga kecipratan duit Gayus lewat Haposan Hutagalung, bekas pengacara sang pegawai pajak. ”Dengan menjadi staf ahli, mereka terhindar dari pantauan masyarakat,” kata Febridiansyah, koordinator divisi hukum organisasi antikorupsi itu.

Kastorius Sinaga, anggota staf ahli Kepala Kepolisian, membantah. Ia mengatakan pengangkatan itu kewenangan Kepala Polri. Sebagai staf ahli, ia menjelaskan, kedua perwira itu berada pada jabatan fungsional, bukan komando. ”Dengan menduduki jabatan staf ahli, mereka justru terpantau,” kata Kastorius. ”Tak ada niat memproteksi mereka agar bebas dari jerat hukum.”

Usman Hamid, Ketua Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang (Kontras), menilai pengangkatan Edmon dan Raja merupakan langkah paling kontroversial sepanjang karier Bambang. Ia mengatakan hal itu akan mempersulit polisi meraih kepercayaan masyarakat, Presiden, serta institusi polisi sendiri. ”Paling buruk selama ia menjadi Kapolri,” katanya.

Pada sisa masa jabatan yang hanya sebelas hari, Usman mengatakan, Bambang semestinya berfokus menyiapkan pengganti dan bukan mengurus mutasi dan promosi jabatan. ”Pak Bambang terkesan resisten terhadap proses hukum,” kata Usman.

Menurut dia, seharusnya Edmon dan Raja dinonaktifkan. ”Itu harga mati,” katanya. Tapi mereka tak perlu cemas. Jika tak terbukti, kariernya bisa dimuluskan kembali. Tapi faktanya, ”Polisi sangat ketakutan, berkeras menutup-nutupi semua perkara, termasuk rekening gendut perwira tinggi polisi itu.”

Namun pengangkatan itu sengaja dilakukan untuk mengatrol orang dekat Bambang ke posisi strategis yang tak menarik perhatian publik. ”Raja dan Edmon itu anak emas Bambang Hendarso, dan staf ahli itu jabatan strategis,” kata Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch. Menurut Neta, staf ahli bisa membisikkan banyak hal kepada Kapolri. Misalnya mencarikan posisi bagi para kroni. ”Itulah polisi,” katanya.

Adapun Edmon dan Raja hingga Sabtu pekan lalu belum dapat dimintai konfirmasi. Tempo telah mendatangi ruangan mereka di Mabes Polri, tapi keduanya tidak ada di tempat. Dihubungi lewat telepon seluler, kendati terdengar nada dering, tidak diangkat. Pertanyaan lewat SMS pun tak berjawab.

Dwidjo U. Maksum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus