Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULAU Batam yang panas gempar oleh penemuan mayat di hutan Punggur, dua kilometer dari pusat kota. Polisi yang dilapori hilangnya Putri Mega Umboh oleh suaminya pada 26 Juni 2011 menemukan tubuh perempuan 25 tahun itu di sebuah jurang. Sudah jadi mayat di dalam mobil Nissan X-Trail-nya.
Kondisinya mengenaskan: tulang punggung dan kepala hancur dengan leher tergorok serta tubuh penuh luka tusuk benda tajam. Pencarian polisi sampai ke hutan itu berkat petunjuk yang disampaikan Rosma, pembantu rumah tangga Putri Mega.
Suami Putri, Ajun Komisaris Besar Mindo Tampubolon, saat melapor curiga pembantunya tahu soal hilangnya Putri. Dan polisi menemukan Rosma bersembunyi di Hotel Bali di kawasan Nagoya, bersama Kinanti—bukan nama sebenarnya—anak Mindo yang berumur dua setengah tahun.Â
Dari Rosma pula terkuak pembunuh Putri adalah Gugun Gunawan alias Ujang. Laki-laki asal Garut, Jawa Barat, itu tak lain pacar Rosma. Dalam rekonstruksi sepuluh jam Kamis pekan lalu, Ujang menghabisi Putri di rumahnya. Mayat Putri lalu dimasukkan ke koper dan dibawa ke hutan.
Kepada polisi, Ujang mengaku tak sendiri menghilangkan nyawa Putri. Selain dibantu Rosma, sejumlah petugas satuan pengamanan Perumahan Anggrek Mas III disebutnya ikut membantu pembunuhan. Maka, dua hari kemudian, polisi menangkap dan menahan delapan petugas satpam perumahan elite di Batam itu.
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menyiksa para petugas satpam itu agar membenarkan pengakuan Ujang. "Penyiksaannya sudah di luar batas," kata Johny Nelson Simanjuntak, penyelidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Johny datang ke sana karena para petugas satpam itu mengadu ke Komisi atas penyiksaan, dan mereka menyangkal terlibat dalam pembunuhan.
Dalam rekomendasinya, Johny mendesak Kepala Polda Kepulauan Riau agar menindak sembilan polisi yang diduga menyiksa para sekuriti itu. Anehnya, Ujang kemudian mengubah pengakuan. Ia mengaku bukan para petugas satpam yang membantu pembunuhan. Dua pekan lalu, para petugas satpam itu dibebaskan.
Ujang membuat pengakuan baru yang kian menggegerkan Batam. Ia menyebut pembunuh Putri tak lain suaminya sendiri, Mindo Tampubolon. "Menurut Ujang, dia diminta Mindo membunuh istrinya dengan imbalan Rp 25 juta," kata Juhrin Pasaribu, pengacara Ujang dan Rosma.
Motifnya, menurut Ujang, Mindo kesal karena Putri berselingkuh hingga hamil tiga bulan. Malam sebelum pembunuhan, Rosma berkisah kepada Juhrin, tuan dan nyonyanya bertengkar hebat sampai saling lempar telepon seluler. "Seperti rekonstruksi, Mindo menggorok leher istrinya di kamar mandi," kata Juhrin.
Berbekal pengakuan Ujang dan Rosma ini, polisi Kepulauan Riau menetapkan Mindo sebagai tersangka. Tiga pekan lalu, Mindo diboyong ke Jakarta untuk diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri.
PENGAKUAN Ujang tentu saja memukul mental Mindo. Meski sudah menyewa pengacara Batam, ia meminta bantuan Hotma Sitompoel, pengacara kakap Jakarta, untuk mendampinginya menyangkal tuduhan koleganya di kepolisian Kepulauan Riau itu.
Mindo punya alibi. Kepada Tempo ia berkisah, pada Jumat, 24 Juni 2011, itu, ia ke kantor diantar istri, anak, dan Rosma. Mengantar ke kantor merupakan kebiasaan Putri setiap pagi. Hari itu ia baru pulang pukul dua siang. "Rumah kosong dan terkunci," katanya.Â
Dengan kunci cadangan, ia bisa masuk rumah dan kaget karena kamarnya berantakan. Sejumlah barang, seperti tas Louis Vuitton seharga Rp 20 juta, uang Rp 10 juta, serta jam Carol seharga Rp 20 juta, raib. Hingga pukul lima sore, anak dan istrinya itu tak kunjung pulang. Teleponnya juga tak aktif.
 Mindo pun melapor ke atasannya, yang diteruskan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum. Pukul 11 malam, Mindo mendapat kabar dari polisi, anaknya ditemukan bersama Rosma di Hotel Bali. Mindo kian lunglai ketika hari berikutnya polisi membawa istrinya sudah jadi mayat dengan kondisi mengenaskan.
AWALNYA, Getwein Mosse, ibu Putri, percaya pada runtutan peristiwa yang disusun polisi berdasarkan pengakuan Ujang itu. Namun istri Kepala Biro Sarana Kepolisian Polda Bali Komisaris Besar James Umboh ini melihat sejumlah kejanggalan, terutama setelah ia menelepon Rosma pada hari penangkapannya di Hotel Bali.
Menurut Rosma, setelah mengantar Mindo ke kantornya, Putri membelokkan mobil ke Kepulauan Riau Mall. Saat itu masih pagi, sekitar pukul delapan. Mobil belum sampai pelataran mal, empat lelaki menghadang mereka. "Rosma mengaku tak lagi ingat apa yang terjadi setelah itu," kata Getwein.
Getwein, yang tinggal di Lampung, segera meluncur ke Batam begitu diberi tahu anaknya meninggal. Saat itulah ia menerima telepon dari Komisaris Besar Wibowo, Direktur Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau. Menurut Getwein, Wibowo menanyakan soal perselingkuhan putrinya dengan lelaki asal Lampung. Sepekan sebelum meninggal, Putri memang mengunjunginya di Lampung, tapi bersama Mindo dan anaknya.
Getwein baru sadar dengan pertanyaan itu setelah menantunya jadi tersangka. Dalam sangkaan polisi, Mindo membunuh istrinya karena cemburu Putri main api dengan lelaki lain hingga hamil. "Mereka keluarga harmonis," kata Getwein. "Mindo sering memberi hadiah mahal buat istrinya."
Dengan segala misteri kematian anaknya itu, Getwein berinisiatif melakukan penyelidikan sendiri. Ia menyewa seorang ahli forensik dari Jerman dan membongkar kuburan anaknya di Pesawaran, Lampung, pada 28 Agustus 2011. "Sudah habis ratusan juta untuk menyelidiki kasus ini," kata Getwein, yang mengaku, untuk membiayai kasus ini, sampai menjual mobil Fortuner-nya.Â
Dalam dokumen forensik yang ia tunjukkan kepada Tempo, Putri Mega terbunuh pada 24 Juni. Putri tak sedang hamil. Punggung dan tengkorak kepalanya hancur. Data forensik menunjukkan penyebabnya benturan masif benda keras. Dokter menduga Putri diseret dari lantai dua bolak-balik ke lantai satu dengan dijambak rambutnya. Saat pingsan itu, lehernya digorok hingga nyaris putus.
Getwein percaya pada data ini, terlebih setelah mendengar pengakuan cucunya, Kinanti. Anak yang kini tengah dalam perawatan psikolog itu mengaku melihat pembunuhan sang ibu. "Ibu digorok Om Ujang dan Tante Rosma," kata Getwein menirukan ucapan Kinanti.
Maka Getwein dan suaminya muncul di media membela Mindo. James Umboh dalam jumpa pers tiga pekan lalu dengan tegas menyebut menantunya difitnah. "Sangat jelas tuduhan polisi ini direkayasa seperti skenario sinetron," timpal Hotma.
Kejadian-kejadian sebelum pembunuhan pun kembali membayang di benak Getwein. Ia ingat saat anak dan menantunya berkunjung ke Lampung, Mindo sempat mengeluh soal pekerjaan. Mindo akan dipindah ke kepolisian lain karena gencar mengusut penyelundupan bahan bakar minyak di Batam.Â
Mindo menduga mafia minyak telah berkongsi dengan para pejabat Polda Kepulauan Riau dan mereka akan menggeser dirinya. Maka keluarga James Umboh pun curiga pembunuhan Putri Mega berlatar persaingan karier menantu dan kolega-koleganya.Â
Komisaris Besar Wibowo tak bersedia menemui Tempo, yang menunggu di kantornya sepanjang pekan lalu. Ia menganjurkan agar menanyakan kasus pembunuhan ini kepada Ajun Komisaris Besar Hartono, juru bicara Polda Kepulauan Riau.
Menurut Hartono, Mindo tak ditahan karena menunggu sidang pengadilan Ujang dan Rosma, yang menjadi tersangka kasus ini. Pengakuan keduanya di sidang itulah yang menentukan nasib Mindo. "Sebab, Mindo jadi tersangka karena pengakuan Ujang," katanya.
Meski tak mengotopsi mayat Putri, polisi Riau mengaku mengantongi bukti lain berupa bercak darah jari tangan Mindo yang digigit Putri saat akan menggorok. Tapi soal darah ini disangkal Hotma. "Soal darah itu diambil polisi saat Mindo diperiksa. Saya lihat sendiri tak ada luka di jari Mindo," katanya.
Bagja Hidayat, Nurrochman Arazie (Lampung), Rumbadi Dalle (Batam)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo