Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bukti Menepis Diam

Nazaruddin tetap bungkam saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Gerilya mafia anggaran.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Komisi Etik Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua mengaku harus mengeluarkan semua "ilmu"-nya saat memeriksa Muhammad Nazaruddin. Dua kali Nazar diperiksa Komisi Etik, dua kali pula hasilnya nol lantaran dia tak kunjung buka mulut. Yang membuat Abdullah penasaran, Nazar tetap terlihat santai selama pemeriksaan. Nazar, katanya, yang saat pemeriksaan tengah berpuasa, juga lebih banyak tertawa. "Kalau orang stres, tidak akan melakukan itu," ujar Abdullah kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Nazar, 34 tahun, tengah menjalani dua pemeriksaan di KPK. Pemeriksaan pertama dilakukan Komisi Etik atas pengakuannya beberapa kali bertemu dengan pejabat KPK. Yang kedua, Nazar diperiksa sebagai tersangka korupsi pembangunan wisma atlet Jakabaring, Palembang, senilai Rp 191 miliar. Sebelum ditangkap di Cartagena, Kolombia, pada 7 Agustus lalu, Nazar sempat menjadi buron setelah kabur ke Singapura pada akhir Mei. Dari pelariannya, ia menuding beberapa koleganya di Dewan Perwakilan Rakyat turut menikmati duit gangsiran itu. Termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Tapi, saat kakinya kembali menginjak Indonesia, mulut Nazaruddin tertutup rapat bagai dilem. Kelakuan Nazar ini kontan bikin kesal penyelidik KPK. Sumber Tempo di lembaga itu mengaku sudah hampir habis kesabaran saat memeriksa Nazar. Masalahnya, kata sumber itu, tingkah Nazar saat dalam perjalanan menuju Indonesia jauh berbeda dengan saat ini. Di dalam pesawat sewaan itu, Nazar bersikap sangat kooperatif, ramah, dan banyak mengobrol, termasuk tentang kasusnya, dengan tim penjemput. Namun cerita itu jelas tak bisa dicantumkan dalam berkas pemeriksaan. "Kami tak mendapat keterangan apa pun dalam dua kali pemeriksaan dia," kata sumber itu.

Seorang sumber Tempo yang dekat dengan petinggi Demokrat menyebutkan memang ada skenario untuk melokalisasi kasus korupsi wisma atlet ini. Nazar, katanya, saat dalam pelarian di Singapura sempat bertemu dengan pejabat Demokrat untuk membahas skenario ini. "Kasus ini diarahkan untuk menjatuhkan Anas dari kursinya," ujar sumber itu. Tapi adanya skenario seperti itu dibantah anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok. Tentang diamnya Nazar, Achmad menduga itu karena permintaan mafia anggaran. "Mereka ini yang sering mendatangi Nazar di Mako Brimob," katanya.

Menurut Abdullah, tingkah Nazar seperti ini pasti ada yang mengatur. Skenario apa pun yang dimainkan Nazar saat ini pasti tidak dilakukan sendiri. "Ada yang nge-drive dia," ujarnya. Hanya, kata Abdullah, apa pun skenario itu, semuanya tak akan membuat KPK menyerah. Apalagi para terdakwa dan saksi yang kini menjalani persidangan di pengadilan perlahan-lahan membuka semua borok Nazar. Keterangan dan barang bukti inilah yang digunakan KPK buat menjerat Nazar.

Nazar sendiri mengajukan syarat jika KPK ingin mendengarkan pengakuannya perihal wisma atlet itu, yakni KPK mesti memindahkannya dari Rumah Tahanan Brimob ke Rumah Tahanan Cipinang. Kamis pekan lalu, setelah diperiksa Komisi Etik, Nazar memang banyak berbicara kepada wartawan. Tapi yang dibicarakannya itu tak satu pun soal kasusnya. Ia lebih banyak bercerita tentang pertemuannya dengan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dan mantan direktur penyidikan Ade Rahardja.

Menurut pengacaranya, O.C. Kaligis, Nazar bungkam karena KPK tak bisa dipercaya. Ini antara lain karena para pejabatnya pernah berselingkuh dengan Nazar. "Jadi, tak ada gunanya Nazar berbicara," ujar Kaligis. Tapi, soal bungkamnya Nazar, Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin menyatakan itu tak jadi persoalan. "Tak jadi masalah kalau dia bungkam. Alat buktinya sudah cukup," kata Jasin.

Mustafa Silalahi, Yandi M. Rofiyandi, Tito Sianipar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus