Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU per satu petinggi Kejaksaan Agung memberi ucapan selamat kepada Jasman Pandjaitan. Di ruang Sasana Baharuddin Lopa Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu, bersama 17 jaksa lainnya, Jasman baru saja dipromosikan Jaksa Agung Basrief Arief. Siang itu ia resmi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Sebelum beranjak ke ruang jamuan, Jasman menyempatkan mengisap sebatang rokok mild kegemarannya. Tidak tampak gurat sumringah di wajahnya. Setiap kali mendapat ucapan selamat, ia hanya bisa tersenyum kecil. Kepada Tempo, Jasman mengaku masih berat meninggalkan jabatan sebelumnya, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Posisi "orang nomor dua" di Gedung Bundar—markas satuan jaksa pidana khusus—itu kini diisi bekas Direktur Penuntutan Pidana Khusus Arnold B.M. Angkouw. "Karena masih ada beberapa perkara yang belum tuntas," katanya.
Perkara yang dimaksud Jasman, misalnya, dugaan korupsi proyek pengadaan dan pengiriman buku pendidikan pengayaan dan referensi pada Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama tahun anggaran 2008. Diadukan ke Kejaksaan sejak November 2009, perkara itu, menurut Jasman, masih dalam tahap penyelidikan. Selain belum jelasnya kerugian negara yang ditimbulkan, menurut dia, kerapnya mutasi di tubuh penyidik ikut membuat perkara itu tak kunjung maju.
Proyek yang menelan dana Rp 39,6 miliar ini dibagi menjadi enam paket pekerjaan. Sebanyak 4.250 madrasah aliyah seluruh Indonesia diproyeksikan mendapat buku itu. Menurut laporan ke Kejaksaan yang salinannya diperoleh Tempo, bau bacin proyek itu tercium setelah ada keterlambatan pengiriman dan rendahnya kualitas buku. Setelah ditelisik, ada enam perusahaan pemenang tender ditengarai curang.
Bersama sejumlah pejabat Departemen Agama, perusahaan pemenang tender merekayasa proses lelang sehingga ujung-ujungnya proyek jatuh ke tangan mereka. Menurut dokumen itu, sedikitnya lima kali pejabat lelang proyek berapat dengan wakil enam perusahaan tersebut sebelum lelang digelar. Rapat selalu digelar di kantor PT Roda Buana. Direktur Pendidikan Madrasah saat itu, Firdaus Basuni, dituding sebagai pejabat yang paling bertanggung jawab. Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen proyek tersebut. Firdaus kini sudah pensiun.
Menurut dokumen laporan tersebut, enam perusahaan ini sebenarnya tak layak menjadi pemenang tender. Direktur Utama PT Roda Buana Djoko Tri Parjono didapuk menjadi koordinator sekaligus pelaksana proyek. Temuan tim Departemen Agama menunjukkan sejumlah akal-akalan dipakai menggarong dana proyek. Misalnya, membuat pengiriman fiktif atau membayar dana ke pemenang lelang sebelum buku sampai ke tujuan.
Setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Mindo Rosalina Manulang dalam perkara suap proyek wisma atlet Sea Games, April lalu, siapa aktor kakap di balik patgulipat itu perlahan mulai tersingkap. Petunjuk itu terurai dalam penggalan percakapan Rosa dengan bosnya, Muhammad Nazaruddin, melalui layanan BlackBerry Messenger yang terekam pada Juni 2010. Belakangan, Nazar juga menjadi tersangka perkara itu.
+ Oh ya Pa, mau laporan. Di Depag selain universitas kita dapat pekerjaan alat-alat lab Rp 30 miliar dan Rp 48 miliar.
- OK
+ Untuk alat pengadaan data Rp 15 miliar dan pengadaan buku wajib madrasah Rp 50,750 miliar.
Penggalan percakapan inilah yang diperlihatkan penyidik kepada Rosa saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada 22 April lalu.Â
Kepada penyidik, Rosa membenarkan itu adalah percakapan dia dengan Nazaruddin. Demikian juga percakapannya dengan Nazaruddin seperti di bawah ini.
+ Kalau alat lab dan pengolahan data sudah kita kerjakan. Pengadaan buku saya sedang mendekati beberapa penerbit.
- Besok aja Ros jangan lewat BB.
Sumber Tempo bercerita, proyek pengadaan buku dalam percakapan itu khusus untuk tahun anggaran 2010. Berkongsi dengan sejumlah perusahaan, dengan cara meminjam nama, Nazaruddin mengikuti tender pengadaan buku tersebut. Menurut sumber itu, dalam proyek pengadaan buku madrasah, Nazaruddin sebenarnya sudah terlibat sejak 2008. "Proyek pengadaan buku 2008 juga dimenangkan Nazar dan konco-konconya," kata sumber itu.
PT Roda Buana diduga kuat menjadi bagian dari jaringan Nazar. Ditemui Tempo di kantornya di salah satu rumah toko Boutique Office Park, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu, direktur utama sekaligus pemilik PT Roda Buana, Djoko Tri Parjono, menampik perusahaannya terlibat proyek buku itu. "Saya juga tidak kenal Nazaruddin," katanya.
Dari catatan KPK, Nazaruddin memimpin 15 perusahaan untuk menjala semua proyek di instansi pemerintah. Tak hanya itu, Nazar juga punya jaringan di 20 perusahaan lain yang sewaktu-waktu namanya bisa dipinjam untuk ikut lelang proyek pemerintah.
Karena itulah tak mengherankan bila, seperti dikatakan Ketua KPK Busyro Muqoddas, nilai proyek yang ditangani Nazaruddin mencapai Rp 6,3 triliun. Departemen Agama (kini Kementerian) diduga sebagai salah satu lahan empuk Nazar untuk mengeruk fulus lewat proyek pemerintah. Tapi soal ini Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Maman Taufiqurahman menggelengkan kepala. Ia menyatakan tak tahu adanya permainan Nazar di institusinya.
Pengusutan dugaan korupsi proyek pengadaan buku madrasah oleh Kejaksaan Agung menjadi batu sandungan Nazaruddin untuk memuluskan sejumlah proyeknya yang lain di Kementerian Agama. Apalagi, menurut sumber Tempo, perkara itu sebenarnya sudah naik ke tingkat penyidikan. Bahkan, saat gelar perkara kasus itu pada pertengahan 2010, Direktur Pendidikan Madrasah Firdaus Basuni sudah dibidik menjadi tersangka.
Dalam dokumen percakapan Rosa dengan Nazar melalui layanan BlackBerry Messenger yang terekam pada Juni 2010 itu, Rosa meminta Nazar "mengamankan" perkara itu di Gedung Bundar.
+ Satu lagi Pa, jangan lupa ditelepon Jampidsusnya Kejagung. Tersangkanya Direktur di Ditjen Pendis Depag Firdaus. Padahal nilai paketnya cuma Rp 5,9 miliar. Hanya kesalahan administrasi saja.
-OK
Beberapa kali, memang, seperti terekam dalam dokumen percakapan BBM yang dikantongi penyidik, Rosa getol menanyakan ke Nazar apakah bosnya itu sudah menelepon Jaksa Agung Muda Pidana Khusus yang saat itu dijabat Mohammad Amari.
+ Mau menanyakan apa sudah dihubungi Pak Jampidsusnya? Karena besok panggilan dibuat untuk Kepala Madrasah Bandung untuk hadir di Gedung Bundar.
+ Gara-gara itu kerjaan kita di sana (Bandung) untuk proyek alat-alat lab jadi agak terhambat jadwalnya.
- Ok. Kita ketemu di kantor.
Ketika ditanya penyidik soal maksud percakapan itu, Rosa mengaku lupa. Dari semua data percakapan BBM Rosa dengan Nazar, penyidik KPK memang tidak lagi menemukan percakapan yang bisa menjelaskan gerilya Nazar "mengamankan" kasus itu di Kejaksaan. Pengacara Rosa, Djufri Taufik, juga menolak mengomentari percakapan Rosa dan Nazaruddin itu.
Penyelidikan kasus buku itu sendiri "naik-turun". Menurut sumber Tempo di Gedung Bundar, setelah gelar perkara pada pertengahan 2010, kasus itu seperti tenggelam, bahkan terancam dihentikan. Kepada Tempo, Jasman, yang menjadi Direktur Penyidikan di Gedung Bundar pada awal Oktober 2010, membantah soal itu.Â
Menurut dia, sejauh ini kasus buku Departemen Agama tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Jaksa tengah menelisik ada-tidaknya praktek kecurangan dalam pengiriman dan nilai kualitas buku itu. Hanya, kata Jasman, pihaknya belum menemukan keterlibatan Nazar dalam proyek ini. "Saya justru baru tahu dari Anda," katanya.
Amari menilai namanya dalam kasus ini telah dicatut pihak Nazar. Bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang kini menjadi staf ahli Jaksa Agung itu mengaku belum pernah menerima telepon atau bertemu langsung dengan Nazar guna membicarakan perkara buku madrasah itu. "Selama jadi Jampidsus, saya tidak pernah menerima telepon dari Nazaruddin," kata Amari.
Dengan bukti percakapan Rosa-Nazaruddin via BlackBerry Messenger itu, KPK agaknya mesti segera menelisik jejak Nazar di Departemen Agama dan Kejaksaan.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo