Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=2 color=#FF9900>KPK</font><br />Tiga Melanggar Etika

Komite Etik menemukan pelanggaran tiga pemimpin KPK karena bertemu dengan Muhammad Nazaruddin. Pekan ini diputuskan sanksinya.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PECAH sudah konsentrasi tujuh anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kamis pekan lalu, di tengah proses pemeriksaan seorang saksi di ruang rapat KPK, Sekretaris Komite Etik Lilyani Harsulistyati tiba-tiba datang menyela. Mengaku ditelepon salah satu kuasa hukum Muhammad Nazaruddin dari kantor pengacara Otto Cornelis Kaligis, Lilyani memberitahukan, tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games 2011 itu meminta diperiksa Komite hari itu juga.

Menurut Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua, Lilyani juga menyampaikan pesan dari sang pengacara, Nazaruddin akan berbicara blakblakan. Setelah berapat sejenak, Komite Etik memutuskan menerima tawaran itu. ”Semula kami putuskan tidak perlu memeriksa ulang Nazar karena, dalam pemeriksaan sebelumnya, ia bungkam,” kata Abdullah kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Dibentuk akhir Juli lalu, Komite Etik bertugas membuktikan tudingan Nazar terhadap sejumlah petinggi KPK ketika ia menjadi buron. Tuduhan itu dilempar Nazar dua pekan setelah ia ditetapkan sebagai tersangka. Dari tempat persembunyiannya, Nazar menuding dua pemimpin KPK, Chandra Martha Hamzah dan Mochammad Jasin, serta Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja, pernah bertemu dengan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Tujuannya merekayasa kasus wisma atlet. Menurut Nazar, mereka berkomplot supaya kasus itu berhenti hanya sampai dia.

Nazar juga mengaku pernah bertemu dengan Chandra dan Ade. Pertemuan itu, ujarnya, membicarakan kasus di KPK. Ia mengaku bertemu dengan Chandra sedikitnya lima kali. Dua di antaranya di rumah Nazar di Jakarta Selatan.

Dalam pertemuan pertama di rumahnya pada pertengahan 2009, kata Nazar, ada pengusaha bernama Andi dan Wefi yang proyeknya tengah diusut KPK, yaitu proyek KTP elektronik dan pengadaan baju hansip Pemilu 2009. Saat itu, ujar Nazar, hadir pula koleganya dari Komisi Hukum DPR dan Partai Demokrat, Benny Kabur Harman serta Saan Mustopa. Dalam pertemuan itu, Nazar menyebut Chandra menerima uang dari pengusaha Andi dan Wefi sebesar US$ 700- 800 untuk mengamankan perkaranya. Nazar mengklaim punya rekaman CCTV pertemuan itu.

Sedangkan dengan Ade, Nazar mengaku bertemu dua kali di sebuah restoran Jepang di kawasan Casablanca, Jakarta. Pada pertemuan pertama, yang menurut Nazar terjadi pada Januari 2010, Ade ditemani juru bicara KPK, Johan Budi. Pada pertemuan kedua, Juni 2010, Nazar mengaku saat itu ditemani Saan dan Benny, sementara Ade didampingi penyidik KPK, Ronny Samtana. Pertemuan itu antara lain membicarakan kasus korupsi pengadaan baju hansip.

Karena gencarnya tudingan Nazar, KPK segera membentuk Komite Etik untuk membuktikan tuduhan itu. Dari tujuh anggota, dua dari luar KPK, yakni Syahrudin Rasul dari Universitas Padjadjaran dan Mardjono Reksodiputro dari Universitas Indonesia. Dua lainnya penasihat KPK, Abdullah dan Said Zainal Abidin. Sisanya dari unsur pemimpin, yaitu Busyro Muqoddas, Bibit Samad Rianto, dan Haryono Umar.

Baru berusia dua pekan, komposisi anggota Komite Etik dirombak. Perubahan ini lantaran dipicu protes Mochammad Jasin. Kepada media, Jasin mengatakan Komite Etik juga harus memeriksa Busyro dan Haryono. Nama keduanya, menurut Jasin, pernah disebut-sebut Nazar. Adapun Busyro mengaku tidak kenal Nazar.

Tudingan Haryono pernah bertemu dengan Nazar, menurut sumber Tempo, diketahui setelah ia menghadap Busyro sebagai Ketua KPK. Kepada Busyro, Haryono mengaku sedikitnya dua kali bertemu dengan Nazar membahas anggaran pembangunan gedung baru KPK. Selain menjadi anggota Komisi Hukum, Nazar memang duduk sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Dalam dua pertemuan itu, Haryono ditemani Sekretaris Jenderal KPK Bambang Proptono Sunu. Abdullah membenarkan soal pertemuan ini.

Karena menjadi obyek tudingan, Busyro dan Haryono diganti Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif dan praktisi hukum Nono Anwar Makarim. Pemeriksaan perdana dilakukan kepada Bambang Praptono. Kepada Komite, Bambang membenarkan pernah bertemu dengan Nazar bersama Haryono dua kali. Satu di antaranya di rumah Haryono. Sejak namanya disebut, Haryono kini sulit ditemui. Dua nomor teleponnya juga sulit dihubungi. Permintaan wawancara Tempo melalui Johan Budi tak kunjung direspons.

Setelah memeriksa Bambang, Komite memeriksa sejumlah saksi yang disebut-sebut Nazar mengetahui pertemuannya dengan sejumlah pemimpin KPK, terutama Chandra, di antaranya, Anas , Saan, dan Benny. Semua saksi ini, kata Abdullah, membenarkan adanya pertemuan. Namun semuanya kompak menjawab pertemuan tidak membicarakan kasus di KPK.

Kepada teman dekatnya, Chandra mengakui memang pernah bertemu dengan Nazar, tapi hanya tiga kali. Dua di antaranya di rumah Nazar karena dia mengajak Chandra berhalalbihalal dengan Benny. ”Aku mau datang karena sedang nonaktif di KPK,” kata Chandra. Saat itu ia memang tengah terjerat kasus kriminalisasi pemimpin KPK oleh kepolisian.

Perihal tudingan menerima uang, Chandra sudah menepisnya jauh-jauh hari. Ketika Nazar buka-bukaan di Komite, Kamis dua pekan lalu, tuduhan uang itu berkembang. Nazar menegaskan pengakuan anggota staf keuangannya, Yulianis, ke Komite Etik. Yulianis mengaku pernah mencatat pengeluaran uang untuk inisial CDR senilai US$ 30 ribu. Pengeluaran untuk CDR itu dicatat dalam program Microsoft Excel dan tertulis tanggal pengeluarannya 4 Februari 2009. Kepada Komite, Nazar mengaku CDR adalah inisial bagi Chandra. Tapi ia mengatakan nilainya US$ 100. ”Tapi ini tidak jadi diberikan karena proyeknya batal,” kata Nazar seperti ditirukan Kaligis.

Selain membuktikan ada-tidaknya pelanggaran etik pemimpin KPK, menurut Abdullah, Komite menelisik tudingan terhadap Ade. Temuan itu akan diserahkan ke Bagian Pengawasan Internal. Kepada Komite, Ade tak menyangka jika Nazar menanyakan kasus di KPK. Misalnya, pada pertemuan pertama, menurut Ade, Nazar meminta kasus korupsi alat-alat kesehatan di Kementerian Kesehatan dihentikan. Ade mengaku tersinggung atas pertanyaan itu.

l l l

KENDATI masih menyisakan pemeriksaan Chandra dan Haryono pada awal pekan ini, Komite Etik sudah merumuskan kesimpulan sementara. Hasilnya mungkin akan diumumkan akhir pekan ini. Sumber Tempo menyebut ada tiga orang yang dinilai telah melakukan pelanggaran. Salah satunya Chandra Hamzah. Menurut sumber itu, kesalahan Chandra adalah tidak pernah melaporkan pertemuan-pertemuan itu kepada anggota komisioner yang lain. Padahal ketentuan ini diatur dalam Kode Etik Pemimpin KPK. Kendati berstatus nonaktif, Chandra dianggap sebagai bagian dari KPK karena ia masih menerima gaji dari lembaga pemberantas korupsi itu.

Soal tudingan pemberian uang kepada Chandra, Abdullah mengakui masih sumir. Di samping tidak ditunjang bukti, Nazar mengaku tidak melihat sendiri penyerahan itu. Kepada Komite, Nazar mengaku hanya mendengar cerita dari pengusaha Andi soal uang itu. Bukti CCTV yang pernah diungkapkan Nazar pun hingga kini belum diterima tim pemeriksa.

Soal bukti CCTV pertemuan Chandra di rumah Nazar, pengacara Nazar, Kaligis, menegaskan yang disebut Nazar benar. Bukti itu, kata Kaligis, ada di tas hitam Nazar yang dititipkan ke Duta Besar Indonesia di Kolombia, Michael Menufandu. Bentuknya berupa compact disc. Kamis pekan lalu, Kaligis melaporkan Michael ke Mabes Polri dengan tuduhan melakukan perampasan tas Nazar beserta isinya. Sebelumnya, di tas yang disita penyidik itu, saat isinya ditunjukkan kepada wartawan, tidak ditemukan benda berbentuk compact disc.

Komite Etik juga menilai Haryono telah melakukan pelanggaran. Pertemuan Haryono dengan Nazar di rumah Haryono, ujar sumber Tempo, dinilai sangat tidak patut. Apalagi, kata sumber Tempo, pertemuan itu tidak diketahui komisioner lain. Untuk Chandra dan Haryono, menurut sumber itu, tuduhan pelanggaran ini bisa dianulir kalau dalam pemeriksaan nanti keduanya bisa memberikan alasan yang masuk akal. ”Sanksinya maksimal pemberhentian sementara,” katanya.

Beda lagi dengan Ade, Komite Etik menilai Ade melakukan pelanggaran karena dialah yang menentukan tempat pertemuan. Apalagi, kata sumber itu, Ade mengulang pertemuan kendati ia sudah tahu Nazar pernah meminta dirinya menghentikan kasus di KPK. Akhir Juli lalu, Ade sudah ”pensiun” dari KPK.

Abdullah tidak membenarkan atau membantah temuan-temuan itu. Ia meminta semuanya sabar menunggu pemeriksaan yang dilakukan timnya. ”Kita tunggu saja hasilnya,” kata dia. Dan pekan ini publik—mudah-mudahan—akan mengetahui hasilnya.

Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus