Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH perempuan kerempeng itu kusut ketika bertemu dengan Jeny di ruangan Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Surabaya Timur. Kamis dua pekan lalu, perempuan berbaju batik cokelat dipadu celana biru tua itu kebingungan ketika ditagih mengembalikan uang setengah miliar rupiah milik Jeny. ”Saya masih dihukum, kalau keluar nanti saya bayar,” ujarnya lirih.
Perempuan itu adalah Ni Luh Prasetyaningtyas Permana, 42 tahun. Anggota staf Biro Arsip Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu diduga menipu Jeny, ibu muda asal Jakarta. Tidak hanya Jeny, ada 29 korban lain dari Bali, Surabaya, dan Jakarta. Total uang penipuan hingga Rp 23 miliar.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Surabaya Timur Ajun Komisaris Hartoyo mengatakan bahwa modus penipuan Ni Luh dengan cara membikin surat penawaran proyek pengadaan barang dan membubuhinya dengan stempel Sekretariat Daerah Provinsi. Ia juga memalsu tanda tangan pejabat teras pemerintah Jawa Timur, termasuk Gubernur Soekarwo.
Berbekal dokumen palsu, pegawai golongan III-B ini beraksi. Ni Luh mengiming-imingi korban bunga tinggi jika mau menalangi proyek pengadaan barang ini. ”Yang setor Rp 1 miliar bisa kembali Rp 1,2 miliar,” kata Hartoyo.
Aksi Ni Luh yang dilakukan sewaktu menjadi anggota staf Biro Rumah Tangga Pemerintah Provinsi Jawa Timur sejak 2007 itu terbongkar setelah salah seorang korbannya, Prima Dharma, melapor ke polisi. Prima telah menanam uang Rp 900 juta dan dijanjikan akan kembali Rp 1,2 miliar. Dia sadar tertipu setelah mengetahui stempel dan tanda tangan di kuitansi tanda terima ternyata tiruan.
Pertengahan bulan lalu, polisi menangkap Ni Luh di rumah Kamidun, teman prianya, yang tinggal di Perumahan Griya Pabean, Sedati, Sidoarjo. Dia mengaku uang hasil penipuannya ia putar dalam program investasi berjangka di CV Kuda Mas, yang beralamat di Jalan Perak Timur dan dipimpin Direktur Utama Evi Sudjono. Namun, dari pencarian polisi, baik Kuda Mas maupun Evi ternyata fiktif. Nama CV Kuda Mas pernah tercatat di sebuah ruko Jalan Sumatera, tapi tutup sejak 2004 dan kini ditempati kantor pengacara.
Salah seorang penyidik yang menangani perkara ini mengatakan, ia tak menemukan jejak Evi. Dari dokumen yang disita di rumah tersangka, tak ditemukan selembar pun tanda terima penyetoran uang dari Ni Luh ke Evi. ”Kesimpulan sementara, Evi dan Kuda Mas kami anggap tidak ada,” kata penyidik tersebut.
Dari penelusuran Tempo, memang tak ditemukan CV Kuda Mas di Perak Timur. Namun ada dua CV Kuda Mas dengan alamat berbeda, yakni di Jalan Husin I/15-17, Nyamplungan, Pabean Cantikan, dan Jalan Rungkut Madya Ruko Grand City. Di dua tempat tersebut nama Evi juga tidak dikenal.
Polisi ragu Ni Luh menikmati sendiri uang tersebut. Pasalnya, selain rumahnya sederhana, menurut penyidik, telepon selulernya juga murahan, bekas lagi. Jika pergi ke kantor, Ni Luh sering terlihat naik bemo ataupun becak. ”Di kantin juga tidak pernah pesan makanan yang aneh atau mahal,” kata seorang anggota staf di lingkungan Biro Umum yang tidak mau disebut namanya.
Rumahnya di Jalan Karang Empat, Kelurahan Karang Empat, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, juga sederhana, dan tampak tak terawat. Suami Ni Luh, Akhmad Rohadi, mengaku tak mengetahui ulah istrinya. Karena itu, dia tak percaya jika istrinya menipu hingga miliaran rupiah. ”Apa yang dia beli juga wajar-wajar saja,” kata Akhmad Rohadi, lewat ponsel.
Penyidik menduga, uang hasil tipuan itu dipakai Ni Luh untuk melakukan program semacam ”arisan berantai”. Uang dari korban yang baru ia pakai untuk memberikan bunga bagi korbannya yang terdahulu, begitu seterusnya.
Penipuan yang dilakukan Ni Luh membuat Gubernur Soekarwo geram serta meminta Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah Jawa Timur segera memproses Ni Luh. Selain terancam hukuman maksimal empat tahun penjara, status pegawai negeri sipil yang ia sandang bakal melayang.
Sutarto, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Rohman Taufiq (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo