Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#CC0000>Busyro Muqoddas:</font><br />Buang Tebang Pilih

29 November 2010 | 00.00 WIB

<font size=2 color=#CC0000>Busyro Muqoddas:</font><br />Buang Tebang Pilih
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SEJAK namanya diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat tiga bulan lalu, banyak yang hakulyakin Busyro Muqoddas, 58 tahun, bakal terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Jaringan”-nya yang cukup luas di kalangan DPR disebut-sebut sebagai salah satu modal utamanya melenggang ke pucuk pimpinan KPK. Jaringannya itu, antara lain, para kader Muhammadiyah dan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, dua organisasi masyarakat yang anggotanya kini banyak menjadi anggota DPR.

Kamis pekan lalu terbukti memang ia melenggang tanpa hambatan apa pun. Tak hanya menyisihkan calon komisioner Bambang Widjojanto di putaran awal, Busyro menyisihkan empat pemimpin komisi antikorupsi lainnya dalam bursa pemilihan ketua. Tapi, soal kemenangannya tersebut, ia menolak jika disebut karena ia memiliki ”jaringan”. Beberapa saat setelah namanya dinyatakan sebagai Ketua KPK, Anton Aprianto dan Erwin Dariyanto dari Tempo mewawancarai Busyro.

Kami mendapat informasi ada sejumlah anggota DPR melobi dan bertemu dengan Anda sebelum pemilihan. Benar?

Tidak ada. Saya ketemu dengan anggota Komisi Hukum secara kebetulan saja. Sama-sama diundang televisi, misalnya. Mereka meminta, kalau saya terpilih, harus memegang prinsip penegakan hukum yang baik.

Atau melalui telepon?

Yang menelepon atau mengirim SMS banyak. Belakangan saya baru tahu itu dari anggota Komisi Hukum. Tapi tidak saya tanggapi. Anggota Komisi Hukum itu kenal saya karena punya hubungan kerja dengan Komisi Yudisial.

Jadi tidak ada deal dengan fraksi-fraksi di DPR?

Tidak ada. Selama tiga bulan, saya menunggu saja DPR mau memulai fit and proper test-nya kapan.

Bukankah beberapa fraksi sebelumnya ngotot akan menyiapkan pakta integritas?

Sampai saya terpilih, tidak ada itu. Yang ada cuma perjanjian seperti sumpah jabatan. Aneh kan?

Bukankah pakta itu awalnya disiapkan untuk menjegal Anda karena dianggap titipan pemerintah?

Apa dasarnya menjegal saya?

Pada pakta itu ada kasus-kasus prioritas yang melibatkan kekuasaan. Kalau kemudian pakta itu tidak ada, bukankah bisa berarti ada pihak yang melunak?

Saya tidak tahu. Itu urusan Dewan.

Dewan menetapkan jabatan Anda hanya satu tahun. Komentar Anda?

Saya ikuti mereka, karena argumen mereka itu kan undang-undang.

Waktu satu tahun itu, menurut Anda, cukup?

Saya punya logika, satu tahun pasti beda dengan empat tahun. Pasti akan ada pemadatan agenda kalau satu tahun.

Apa yang akan Anda lakukan dalam waktu hanya setahun itu?

Konsolidasi internal, pembenahan yang menghambat kinerja KPK, juga evaluasi kasus-kasus. Misalnya, di mana bolong-bolongnya, apa persoalan mendasarnya.

Termasuk kasus Bank Century dan kasus cek pelawat?

Semua kasus besar. Presiden juga berpesan sebelumnya kepada kami berdua, kalau nanti jadi pemimpin KPK, bisa memprioritaskan semua kasus besar. Bisa urusan pajak, minyak dan gas, serta APBN.

Anda optimistis kasus-kasus yang Anda sebutkan akan ada kemajuan selama setahun ke depan?

Saya harus melihat kasusnya dulu. Saya tidak pernah bermain asumsi. Kita berpatokan pada norma hukum saja. Kalau kuat buktinya, tidak ada alasan menunda. Itu rumus hukumnya.

Selama ini kasus besar banyak yang mandek. Anda sudah punya terobosan mengatasinya?

Harus dibentuk unit pengawas dan kultur pemimpin yang proaktif bertanya ke bawah. Agar kasus-kasus yang jadi sorotan publik tersebut bisa terpantau dengan baik.

Selama ini berkembang isu KPK melakukan tebang pilih. Pendapat Anda?

Ya, kultur harus berubah. Budaya patron harus dikikis. Pemimpin harus benar-benar kolektif kolegial. Setiap tindakan harus diketahui yang lain. Saya akan buang jauh-jauh soal tebang pilih itu.

Yang Anda maksud dengan patron?

KPK itu ada personel polisi dan jaksanya. Jangan sampai mereka bekerja karena patron. Kalau di KPK, ya mereka bekerja untuk KPK. Soal ini akan dikoordinasikan dengan kepolisian dan kejaksaan. KPK harus terus mengintensifkan hubungan dengan lembaga penegak hukum lain.

Anda setuju kasus Gayus diambil KPK?

Tentu saja. KPK itu lembaga independen. Kasus Gayus sangat kompleks, bersinggungan dengan kekuasaan. Kepolisian itu kan bagian dari eksekutif. Jadi sebaiknya KPK yang menangani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus