Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Warga telah menyoroti sepak terjang Kepala Desa Kohod Arsin Bin Sanip dan pagar laut jauh sebelum kasus ini meledak dan menjadi perhatian publik dalam beberapa bulan terakhir ini. Bahkan, warga telah melaporkan dua kasus yang diduga saling berkaitan erat tersebut sejak Agustus 2024. "Tapi hasilnya nol," ujar Ketua Aliansi Masyarakat Anti Kezholiman (AMAK) Oman pada Rabu, 5 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsin bin Asip menjadi sorotan masyarakat setelah terbongkarnya kasus pagar laut di perairan Tangerang dan munculnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas laut di Desa Kohod. Kades Kohod kian menjadi sorotan setelah ia tampil membela keberadaan pagar-pagar bambu yang kontroversial itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMAK mengadvokasi masyarakat Desa Kohod yang menjadi korban pagar laut dan relokasi sejak akhir Juli 2024 setelah warga yang menolak relokasi menemukan jalan buntu untuk mencari keadilan. Oman mengatakan mereka melaporkan Kades Arsin pertama kali pada Agustus 2024 ke Inspektorat Kabupaten Tangerang karena diduga bermain di pagar laut dan skema relokasi yang tidak ada payung hukumnya. "Desakan kami saat itu adalah agar aduan kami ini ditindaklanjuti dan diproses hukum," kata Oman.
Namun, AMAK tidak mendapatkan jawaban atas laporan pertama itu. Mereka kemudian menggelar aksi ke Pemerintah Kabupaten Tangerang yang berujung audensi. Dalam audensi yang dihadiri pejabat dan sejumlah kepala dinas di Pemerintah Kabupaten Tangerang itu warga menyampaikan telah terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan Kepala Desa Kohod Arsin. Arsin membuat skema relokasi warga tanpa dasar hukum yang jelas dan telah terjadi pemagaran dan penerbitan sertifikat atas tanah laut yang ada di pesisir pantai Desa Kohod karena mengganggu akses nelayan.
Atas dasar itu, warga meminta penjabat Bupati Tangerang memberhentikan Kades Kohod. Namun, pertemuan tersebut juga tidak membuahkan hasil. "Di audensi itu, Pemkab Tangerang justru terkesan berpihak kepada Arsin," kata Oman.
Karena tidak ada tindak lanjut dan bahkan Pemda Kabupaten Tangerang cenderung melindungi Kepala Desa Kohod, maka AMAK melakukan investigasi mandiri. Dalam investigasi itu mereka menemukan sejumlah fakta di antaranya pagar laut yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang dan mulai dibangun sejak 2021 sampai 2022 bersamaan dengan penerbitan sertifikat HGB. "Adanya temuan fakta dugaan kuat keterlibatan oknum pejabat daerah," kata Oman.
Menurut Oman, oknum pejabat daerah itu berperan menyiapkan payung hukum atas pagar laut tersebut berupa peraturan daerah (perda). Oman mengatakan karena tidak ada tindak lanjut yang baik dari Pemda Kabupaten Tangerang, pada 10 September 2024, AMAK melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 24 Januari 2025, AMAK membuat pengaduan ke Bareskrim Mabes Polri terkait Kades Kohod dan sejumlah pejabat dan pihak yang terkait pemagaran laut di Tangerang.
Penasihat hukum masyarakat Desa Kohod yang menjadi korban pagar laut dan relokasi Henri Kusuma menilai Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang adalah pangkal masalah terbitnya ratusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir utara Kabupaten Tangerang. "Perda RTRW Kabupaten Tangerang pangkal masalahnya, karena di Perda itu dicantumkan zona kuning atau wilayah pemukiman dan dianggap sebagai daratan. Tapi fakta di lapangan masih laut," ujar kepada Tempo, Jumat, 31 Januari 2025.
Perda yang dimaksud Henri adalah Perda nomor 13 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang 2011-2031 dan Perda nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang 2011-2031. "Perda perubahan ini disahkan DPRD Kabupaten Tangerang tahun 2022," kata Henri.
Henri yang juga menjadi kuasa hukum Aliansi Masyarakat Anti Kedzoliman (AMAK) mengungkapkan, penerbitan Perda tersebut terkait dengan rencana pembangunan Kota Baru Pantura oleh Tangerang International City (TIC) yang merupakan anak perusahaan Salim Group dengan cara mereklamasi laut. TIC membangun kota baru Pantura dengan cara membuat tujuh pulau reklamasi seluas 9000 hektar dari Kecamatan Kosambi hingga kecamatan Kronjo Kabupaten Tangerang." Saling berkaitan," kata Henri.
Perda nomor 13 tahun 2011, menurut Henri, dirancang oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang yang kemudian disahkan DPRD Kabupaten Tangerang. Perda, kata dia, dirancang setelah adanya rencana reklamasi dengan tujuan ntuk mengakali izin lokasi dan izin pelaksanaan. " Caranya dimunculkan dulu tanah dan sertifikatnya seolah legal. Sertifikat muncul karena ada Perda," kata Henri.
Henri menekankan, proses perizinan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang jauh sebelum perizinan online OSS (Sistem Online Single Submission) diterapkan.OSS merupakan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik berlaku mulai 2018.
Pemerintah Kabupaten Tangerang belum mengkonfirmasi soal terbitnya Perda tersebut. Saat dihubungi telepon seluler Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Soma Atmaja tidak aktif. Adapun Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Tangerang Hendri Hermawan tidak merespon telepon dan pertanyaan yang Tempo sampaikan melalui pesan WhatsApp.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang Yayat Adiat mengatakan, BPN telah menerbitkan SHM seluas 300 hektar di Desa Kohod. Dia menjelaskan berdasarkan saksi data, bidang bidang tanah tersebut telah terbit sertifikat yang sebelumnya sudah ada izin yang dikeluarkan terdahulu di lokasi tanah tersebut.
Menurut Yayat, sertifikat itu telah diterbitkan melalui mekanisme yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur. "Jika melihat dari overlay dan peta pendaftaran BPN dengan Perda Provinsi Banten nomor 1 tahun 2023, bidang tanah tersebut sudah masuk dalam pola ruang Provinsi Banten," ujar Yayat kepada Tempo, Kamis 16 Januari 2025. Dia menyebutkan HGB itu diterbitkan sekitar Agustus tahun 2023 setelah terbitnya perda tersebut.
Pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang menjadi sorotan publik di awal tahun ini karena pemasangan bambu sepanjang 30,16 kilometer membuat nelayan kesulitan mencari ikan. Awalnya tidak diketahui siapa dan untuk apa pemagaran itu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kemudian mengungkap bahwa ada penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tepat di lokasi pagar laut. Sebanyak 266 SHGB tersebut termasuk 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Kedua perusahaan tersebut anak usaha Agung Sedayu Grup yang juga pengembang PIK 2.
Nusron mengataka pihaknya telah membatalkan sebanyak 50 SHGB yang terbit di atas laut tersebut. "Kami harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sah dan sesuai dengan aturan yang ada," kata Nusron Wahid usai meninjau pagar laut di Desa Kohod pada Jumat, 24 Januari 2025.