Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Digelar menjelang tengah malam, pertemuan rahasia berlangsung di rumah pribadi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, pertengahan Januari lalu. Tetamunya adalah Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Indonesia Timur Melchias Marcus Mekeng; bekas Sekretaris Jenderal Golkar yang baru saja dilantik sebagai Menteri Sosial, Idrus Marham; dan anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih. Hadir pula pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut Eni, pertemuan itu membahas sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Pulau Sumatera dan Jawa. Di antaranya PLTU Riau-1, Riau-2, dan Tanjung Jati. Rencananya proyek itu bakal digarap perusahaan Johannes Kotjo, BlackGold Asia Resources Pte Ltd. ”Mekeng lalu bertanya kepada Kotjo, apakah masih ada sisa saham di proyek PLTU Riau-1,” kata Eni menceritakan pertemuan itu kepada Tempo melalui surat yang dititipkan lewat pengacaranya, Fadli Nasution dan Pahrozi.
Johannes Kotjo kemudian menjelaskan bahwa proyek tersebut sudah memasuki tahap akhir, yakni menjelang penandatanganan purchase power agreement. Maka tidak ada lagi saham yang bisa dibagi. Johannes, menurut Eni, berjanji memberikan bagian dari fee senilai 2,5 persen dari nilai proyek US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,87 triliun. Syaratnya, Golkar mau membantu mengawal proyek tersebut hingga penandatanganan kontrak. ”Mekeng dan Airlangga setuju,” ujar Eni.
Sebagai bentuk persetujuan, kata Eni, Airlangga Hartarto menyatakan akan mengangkat dia sebagai Wakil Ketua Komisi Energi DPR. Penunjukan ini dianggap akan mempermudah mengawal proyek tersebut karena PT Perusahaan Listrik Negara sebagai empunya pekerjaan merupakan mitra Komisi Energi. Eni juga ditugasi mengawal proyek PLTU lain di luar Jawa, seperti Jambi-3 dan Sumatera Selatan-6, yang bakal digarap perusahaan Johannes Kotjo. Ketua Bidang Energi Golkar tersebut pun diinstruksikan mengawal proyek yang dananya tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Menurut Eni, rencana mencari duit dari proyek negara itu untuk membantu memenangkan partai beringin dalam kampanye Pemilihan Umum 2019. Golkar menargetkan meraih 110 kursi parlemen atau naik 19 kursi dari perolehan 2014. Eni sempat menawarkan diri menjadi bendahara umum partai. Tapi, menurut Eni, Airlangga mengatakan posisi itu lebih disorot publik. ”Saya hanya menjalankan instruksi ketua umum,” ujar Eni.
Tiga bulan kemudian, Eni dilantik menjadi Wakil Ketua Komisi Energi DPR. Setelah dilantik, Eni mengaku terus berhubungan dengan Airlangga dan Melchias Marcus Mekeng untuk melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1. ”Mekeng juga kerap bertanya kepada saya,” katanya.
Sebulan sebelum dilantik, Eni menerima fulus Rp 2,2 miliar dari Johannes Kotjo sebagai bagian dari total fee. Tapi, tiga bulan setelah menjadi pemimpin komisi, dia ditangkap KPK di rumah dinas Idrus Marham. Sebelumnya, komisi antikorupsi menangkap Johannes Kotjo, yang diduga menyerahkan duit Rp 500 juta kepada Eni melalui stafnya.
Pada 24 Agustus lalu, KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Komisi antirasuah meyakini Idrus menerima janji bakal mendapat komisi sebesar US$ 1,5 juta dari Johannes Kotjo jika perusahaannya, PT Samantaka Batubara, yang merupakan anak usaha BlackGold, meneken kontrak purchase power agreement dengan PT PLN.
Sepekan kemudian, Idrus ditahan. Kuasa hukum Idrus, Samsul Huda, tak membantah ada pertemuan di rumah Airlangga Hartarto pada Januari lalu. ”Hal itu belum pernah ditanyakan penyidik. Nanti kami akan buka-bukaan semuanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.
Adapun Airlangga Hartarto membantah ada pertemuan di rumahnya untuk membahas proyek PLTU Riau-1. ”Enggak ada,” katanya, Kamis pekan lalu. Airlangga enggan menanggapi pertanyaan ihwal penugasan Eni Saragih mengawal proyek PLTU. Sedangkan Melchias Marcus Mekeng membantah terlibat dalam proyek tersebut. ”Saya enggak ngerti apa-apa tentang PLTU,” ucapnya. Johannes Budisutrisno Kotjo dalam beberapa kesempatan setelah diperiksa KPK enggan menjawab pertanyaan apa pun dari wartawan.
Ini bukan perintah pertama yang diterima Eni Saragih. Ketua Umum Golkar sebelum Airlangga, Setya Novanto, juga menugasi Eni mengawal proyek PLTU Riau-1 pada pertengahan 2016. Setyalah yang mengenalkan Eni kepada Johannes Kotjo. Mereka beberapa kali bertemu membahas fee proyek, yang kemudian disepakati 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp 300 miliar. Tapi, pada November 2017, Setya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi karena terjerat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Pada masa kepemimpinan Setya, Eni pernah melobi Direktur Utama PLN Sof-yan Basir; bekas Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, Nicke Widyawati (kini Direktur Utama PT Pertamina); dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso. Tujuannya: memuluskan langkah BlackGold memenangi proyek PLTU Riau-1. Menurut Eni, pertemuan digelar antara lain di sebuah restoran di Hotel Fairmont Jakarta dan Hotel Crowne Plaza Bandar Udara Changi, Singapura. Sofyan Basir tak menanggapi pertanyaan dan permintaan wawancara Tempo. Sedangkan Nicke, setelah diperiksa KPK, enggan berkomentar banyak. ”Semua saya serahkan ke penyidik,” ujarnya.
Keakraban Eni Maulani Saragih dengan Airlangga Hartarto dan Melchias Marcus Mekeng bermula menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar, Desember 2017. Saat itu, kata Eni, Airlangga dan Mekeng melobi dia agar membujuk Idrus Marham—kala itu menjadi pelaksana tugas ketua umum menggantikan Setya Novanto yang ditahan—supaya tidak maju sebagai calon Ketua Umum -Golkar.
Menurut Eni, Airlangga menjanjikan posisi menteri jika Idrus mendukung dia dalam pemilihan ketua umum. Airlangga pun menyiapkan posisi wakil ketua umum di Golkar untuk Idrus. Eni didekati karena ia dianggap akrab dengan Idrus. Keduanya sama-sama meniti karier politik di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) periode 2002-2005. Saat itu Idrus menjabat Ketua Umum KNPI dan Eni menjadi bendahara umum. Idrus pun mengakui kedekatan ini. ”Saya panggil dia Dinda. Eni panggil saya Abang,“ ujar Idrus dalam konferensi pers menanggapi penangkapan Eni oleh KPK.
Menerima kabar yang disampaikan Eni soal posisi menteri, Idrus pun luluh. Bersama Airlangga dan Mekeng, mereka kerap bertemu di sejumlah tempat menjelang pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa. Tiga petinggi Partai Golkar yang kini menjadi anggota parlemen menyebutkan keempat orang ini dikenal dengan istilah ”four for one, one for four”.
Eni membenarkan ada istilah tersebut. Menurut dia, istilah itu pertama kali dicetuskan Airlangga sebelum pelaksanaan musyawarah nasional. Artinya, kata Eni, semua masalah dan keputusan di Golkar akan dibahas oleh mereka berempat. ”Airlangga menyebut saya yang akan membereskan urusan-urusan di Golkar,” ujar Eni dalam suratnya.
Dalam rapat pleno Dewan Pengurus Pusat Golkar, 13 Desember 2017, atau empat hari sebelum musyawarah nasional, Airlangga dikukuhkan sebagai calon ketua umum untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Setya Novanto. Dalam rapat itu pula disusun kepengurusan panitia musyawarah nasional. Eni ditunjuk menjadi bendahara perhelatan yang dihadiri pengurus Golkar dari pusat hingga daerah itu.
Eni mengaku mendapat sokongan dana dari Johannes Budisutrisno Kotjo. ”Dia menyumbang Rp 2 miliar,” ucapnya. Duit itu merupakan bagian fee Rp 4,8 miliar yang diberikan oleh Johannes. Tapi tidak semua duit mengalir untuk pelaksanaan musyawarah luar biasa. Jumlah yang diterima panitia hanya sekitar Rp 713 juta. Penerimaan dana tersebut ditandatangani Wakil Sekretaris Panitia Pengarah Musyawarah Sarmuji.
Belakangan, setelah Eni ditangkap KPK, Sarmuji mengembalikan duit itu ke komisi antirasuah. Saat dimintai tanggapan, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini enggan memberi komentar. ”Silakan tanya ke Ace Hasan,” ujarnya. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Bidang Media dan Penggalangan Opini Ace Hasan Syadzily mengatakan dana itu digunakan karena ketidaktahuan panitia terhadap sumber. ”PLTU Riau-1 tidak ada kaitannya dengan kebijakan Partai Golkar,” katanya.
KPK sudah memeriksa Melchias Marcus Mekeng pada Rabu pekan lalu. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Mekeng diperiksa sebagai saksi untuk Eni Saragih dan Idrus Marham. Pemeriksaan itu terkait dengan penelusuran aliran duit dan keuntungan yang diberikan Johannes Ko-tjo. Kepada Tempo, Febri mengatakan lembaganya juga menyelidiki semua pertemuan yang digelar para pihak yang terlibat kasus suap.
Setelah diperiksa selama lima jam, Mekeng mengaku ditanya ihwal penunjukan Eni sebagai pemimpin Komisi Energi DPR dan relasinya dengan Idrus Marham. Mekeng membantah penunjukan Eni untuk mengawal proyek PLTU Riau-1. ”Penunjukan itu sesuai dengan mekanisme di partai.”
Adapun untuk Airlangga Hartarto, Febri Diansyah mengatakan belum ada jadwal pemeriksaan. Tapi Ketua KPK Agus Rahar-djo mengatakan tak tertutup kemungkinan Airlangga bakal diperiksa. ”Penyidik pasti punya rencana terhadap hasil penyidikannya,” ucap Agus. Menanggapi kemungkinan dipanggil KPK, Airlangga irit bicara. ”Saya tak mau berandai-andai,” ujarnya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, AJI NUGROHO, ANDITA RAHMA, BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo