Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa Jaringan Prostitusi Anak Tak Bisa Diberantas?

Dua jaringan prostitusi anak terungkap di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ada modus dan tren baru. 

7 Februari 2025 | 12.00 WIB

Kapolsek Kelapa Gading Kompol Seto Handoko Putra (kiri) bersama Kanit Reskrim Kapolsek Kelapa Gading, AKP Kiki Tanlim dalam rilis kasus prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur, di Mapolsek Kelapa Gading, Jakarta Utara, 3 Februari 2025. Antara/HO-Polsek Kelapa Gading
Perbesar
Kapolsek Kelapa Gading Kompol Seto Handoko Putra (kiri) bersama Kanit Reskrim Kapolsek Kelapa Gading, AKP Kiki Tanlim dalam rilis kasus prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur, di Mapolsek Kelapa Gading, Jakarta Utara, 3 Februari 2025. Antara/HO-Polsek Kelapa Gading

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Polisi membongkar dua sindikat prostitusi anak di sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

  • KPAI melihat ada pergeseran dalam pola jaringan eksploitasi seksual terhadap anak saat ini.

  • Perlu penanganan dari berbagai pemangku kepentingan untuk memberantas perdagangan anak.

KEPOLISIAN Sektor Kelapa Gading, Jakarta Utara, membongkar dua sindikat prostitusi anak di Apartemen Gading Nias Residence pada Selasa, 2 Februari 2025. Kepala Polsek Kelapa Gading Komisaris Seto Handoko Putra menyatakan pihaknya telah menetapkan tujuh tersangka dari dua sindikat tersebut, empat di antaranya berusia anak. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Mereka sama-sama beroperasi di Tower Emerald, tapi berbeda lantai. Sindikat pertama beroperasi di lantai 18. Sedangkan sindikat kedua beroperasi di lantai 11. “Mereka enggak saling kenal, tapi tahu bahwa ada kelompok yang melakukan praktik prostitusi juga di situ,” ujar Seto, Rabu, 5 Februari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam menjalankan aksinya, tutur Seto, kedua sindikat ini memiliki modus yang mirip. Mereka menawarkan korban melalui aplikasi percakapan MiChat. Mereka juga membuat grup WhatsApp bernama TIKTOK dan FAMILYMART yang merupakan tempat untuk menawarkan korban kepada pelanggan. “Setelah terjadi kesepakatan tarif, pelanggan diarahkan ke lokasi yang telah ditentukan. Salah satu pelaku kemudian menjemput dan mengantar pelanggan ke kamar korban,” kata Seto. Selain itu, ada yang berperan sebagai pengepul uang dari pelanggan.

Kepada polisi, kedua sindikat ini mengaku baru beroperasi dua-tiga bulan. Korban mendapat bayaran Rp 50 ribu setiap melayani pria hidung belang. Namun korban baru bisa mendapatkan uang itu setelah berkencan dengan 30 pria. Sementara itu, para pelaku mendapat keuntungan besar karena rata-rata tarif yang mereka patok Rp 250-400 ribu. 

Praktik prostitusi anak di Apartemen Gading Nias Residence, Kelapa Gading, ini bukan yang pertama kali terungkap. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), setidaknya sudah dua kali kasus serupa terungkap di sana, yaitu pada Mei 2020 dan April 2021. Dari dua kasus itu, sepuluh anak menjadi korban bisnis terlarang tersebut. 

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menilai kasus prostitusi anak seharusnya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Pasalnya, berdasarkan aduan eksploitasi anak yang diterima KPAI, angka prostitusi anak termasuk tinggi meski tidak naik tajam setiap tahun. Contohnya, tahun lalu, dari 340 aduan, lebih dari separuhnya adalah kasus prostitusi anak. “Anak korban prostitusi selalu menjadi tren tertinggi dari data anak korban eksploitasi,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 6 Februari 2025.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Agustus tahun lalu juga merilis data soal prostitusi anak. Dalam keterangannya, PPATK menyebutkan nilai perputaran uang dari prostitusi anak hingga Agustus 2024 mencapai Rp 127,3 miliar dengan total transaksi 130 ribu kali. Korbannya diperkirakan mencapai 24 ribu anak, dengan rentang usia 10-18 tahun. 

Selain itu, menurut Ai Maryati, ada hal yang menarik dalam prostitusi anak saat ini. Berdasarkan data KPAI, prostitusi anak tak selalu melibatkan sindikat atau jaringan, melainkan ada juga yang mandiri. Artinya, si anak menjajakan dirinya sendiri melalui media sosial kepada pria hidung belang. Ada juga tren anak merekrut anak sebaya untuk menjajakan dirinya. Hal ini, menurut Ai, seperti yang terjadi dalam kasus Apartemen Gading Nias Residence. “Yang lapor (ke KPAI) biasanya keluarga. Mereka lapor anaknya hilang, tiba-tiba ditemukan ternyata open BO (booking out),” ujarnya.

Jaringan perdagangan anak sebagai pemuas nafsu, menurut dia, masih terus beroperasi karena polisi kerap tak maksimal dalam pengusutannya. Dia mencontohkan kasus pada April 2024 di sebuah hotel di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Hingga saat ini, menurut Ai, Kepolisian Resor Jakarta Selatan tak kunjung menetapkan orang yang menjadi perantara alias makelar perdagangan anak tersebut. Padahal kuat indikasi korban merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang.

Ai menyatakan pihaknya telah meminta informasi kepada Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan soal penanganan lebih lanjut kasus ini. Namun polisi hanya menjawab kasus tersebut masih terus ditelusuri. “Kasus itu sepertinya masuk eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang. Seharusnya menyasar narahubung yang mengenalkan,” katanya. 

Kasus yang dimaksudkan Ai adalah kematian seorang anak 16 tahun setelah dicekoki obat-obatan yang dicampur sabu oleh dua pria berusia 40-an tahun, Arif Nugroho dan Bayu Hartanto. Kasus tersebut kembali menjadi sorotan setelah mencuat dugaan suap terhadap eks Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Bintoro. Dalam kasus tersebut, Arif dan Bayu disebut membayar korban Rp 1,5 juta untuk berkencan. Mereka mengenal korban dari seorang perempuan berinsial A yang bekerja sebagai perempuan penghibur. 

Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi mengatakan kasus yang disinggung Ai itu telah lengkap atau P21. Perihal apakah penyidik akan menelusuri adanya dugaan jaringan prostitusi anak di balik kasus itu, ia berujar tidak tahu. “Harus tanya penyidik dulu, ya,” ucapnya saat dihubungi pada Kamis, 6 Februari 2025.

Dalam proses penanganan prostitusi anak, Nurma menuturkan pihaknya kebanyakan hanya menindaklanjuti laporan warga. Dia menyatakan saat ini polisi di tingkat Polres tak memiliki tenaga untuk menelusuri secara mendalam soal prostitusi anak. "Kami terbatas. Kalau di Polda masih memungkinkan karena mereka punya direktoratnya."

Hal yang sama diutarakan Seto Handoko Putra. Ia mengatakan, di tingkat Polsek, kasus serupa biasanya bersumber dari aduan. Dia pun mengatakan tak memiliki tim khusus yang bertugas menelusuri jaringan prostitusi anak. “Kalau tingkat Polres ke atas itu sudah ada unit sendiri, yakni Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Kalau di Polsek tidak. Satu unit reskrim menangani semua kejahatan. Jadi, untuk pemantauan rutin tidak memungkinkan." 

Ai Maryati menambahkan, pekerjaan lain dalam penanganan kasus prostitusi anak adalah pelindungan terhadap hak restitusi korban. Dia menyatakan aparat penegak hukum kerap tak menyertakan restitusi korban dalam berkas perkaranya. Padahal restitusi korban prostitusi anak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 sebagai produk turunan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 2 ayat 2 huruf b PP tersebut menyatakan anak yang mengalami eksploitasi seksual berhak mendapat restitusi. 

KPAI, menurut Ai, telah menemui lima kepolisian daerah dalam kurun waktu 2023-2024 untuk mensosialisasi pentingnya pengajuan restitusi terhadap anak korban eksploitasi seksual. Kelima polda tersebut adalah Polda Jawa Barat, Polda Kalimantan Barat, Polda Metro Jaya, Polda Jambi, dan Polda Sulawesi Selatan. “Mereka berpikir ini pekerjaan baru. Mereka tidak bisa menjamin (korban) mendapat restitusi,” ujarnya. Ai menuturkan yang perlu dilakukan aparat penegak hukum adalah menjelaskan kepada korban akan hak restitusi mereka. 

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Anis Hidayah, menyatakan kasus prostitusi anak bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Berdasarkan data global, menurut dia, 24 persen korban eksploitasi seksual adalah anak-anak. 

Berkembangnya bisnis prostitusi anak, menurut Anis, tak lepas dari tingginya permintaan, khususnya di wilayah kota-kota besar. Di Indonesia, menurut data Komnas HAM, tiga daerah yang marak praktik prostitusi anak adalah Jakarta, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau, khususnya Batam. “Di kota besar ada kecenderungan industri seksualnya berkembang,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah.

Selain itu, faktor ekonomi menjadi pendorong utama anak-anak terjerumus dalam bisnis ini. Karena itu, Anis menilai perlu penanganan dari berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasinya. Dalam hal penegakan hukum, Anis mendorong Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mewujudkan wacana pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang. Kapolri pernah menyatakan tengah mempertimbangkan pembentukan direktorat tersebut pada Februari tahun lalu.

Bukan hanya polisi sebagai penegak hukum, Anis menilai pemerintah juga harus mulai memberikan pemahaman terhadap anak-anak melalui sekolah bahwa ada ancaman sindikat prostitusi yang tengah mengincar mereka. Dia juga menggarisbawahi pentingnya pemerintah daerah serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal mengidentifikasi siapa saja anak yang berpotensi menjadi mangsa jaringan prostitusi anak ini. Pasalnya, menurut dia, banyak korban yang merupakan anak dari wilayah perdesaan dan putus sekolah. “Pemerintah desanya kan punya data siapa saja warganya yang putus sekolah,” ujarnya. 

Anis juga menyoroti soal peran Kementerian Komunikasi dan Digital alias Kementerian Komdigi untuk memberangus prostitusi anak. Pasalnya, saat ini banyak jaringan bisnis tersebut yang beroperasi di dunia maya. “Ini pekerjaan banyak pihak."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Jihan Ristiyanti

Jihan Ristiyanti

Lulusan Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2021 dan bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus