Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 152 pengungsi Rohingya akhirnya kembali ke Aceh Selatan setelah ditolak di Banda Aceh. Para pengungsi dari daerah konflik di Myanmar itu sebelumnya dipindahkan dari Aceh Selatan oleh pemerintah setempat, sekitar dua pekan setelah mereka mendarat di kabupaten tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, para pengungsi kembali ke Aceh Selatan setelah otoritas di Banda Aceh menolak menampung mereka. Para pengungsi harus kembali menempuh perjalanan ratusan kilometer menggunakan truk.
“Saat ini mereka ditampung di GOR Tapaktuan Sport Center di Aceh Selatan,” ujar Husna melalui sambungan telepon pada Ahad, 10 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan berupaya memindahkan para pengungsi ke Banda Aceh pada 6-7 November 2024. “Pemda Aceh Selatan membawa pengungsi menuju ke Banda Aceh setelah wilayah mereka menjadi lokasi pendaratan pengungsi,” kata Husna.
Para pengungsi harus menempuh perjalanan kurang lebih 335 kilometer dari Aceh Selatan menuju Banda Aceh. Ratusan pengungsi naik truk dengan pengawalan Pemda Aceh Selatan dan polisi.
Sebelum pemindahan itu, Husna mengatakan, Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh sempat menjanjikan pemindahan pengungsi Rohingya ke Lhokseumawe setelah mereka ditampung sementara di Aceh Selatan. Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh Pemkot Lhokseumawe yang mengatakan tidak ada koordinasi soal pemindahan tersebut.
Pemda Aceh Selatan memutuskan untuk memindahkan para pengungsi Rohingya ke Banda Aceh karena belum juga mendapat arahan dari otoritas Provinsi Aceh. “Setelah memberi waktu sekitar dua minggu setelah pendaratan, proses pendataan dan koordinasi tidak terjadi sehingga Pemda Aceh Selatan membawa pengungsi ke Kantor Wilayah Kemenkumham, yang membawahi imigrasi, yang berada di ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh,” ucap Husna.
Namun, para pengungsi justru terlantar di Banda Aceh. Husna menyampaikan otoritas pemerintah daerah justru terkesan saling lempar tanggung jawab karena tidak mau menampung pengungsi.
Tanpa ada kepastian tersebut, para pengungsi tetap menunggu dalam truk. Husna mengatakan, para pengungsi tidak diperbolehkan untuk turun dari truk selama berada di Banda Aceh dengan alasan tidak ada izin atau administrasi belum lengkap.
Selama tertahan, para pengungsi yang berada di truk bak terbuka hanya menggunakan terpal untuk melindungi diri mereka dari cuaca panas. Husna menyayangkan kondisi yang tidak manusiawi tersebut.
“Mereka tidak mendapat hak-hak dasar untuk makan, minum, hingga ibadah,” kata Husna.
Mereka juga tidak mendapatkan akses ke toilet. Para pengungsi hanya diperbolehkan turun sebentar untuk buang air di parit pinggir jalan.
Menurut Husna, para pengungsi mendapatkan bantuan air, makanan, dan makanan kecil dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Namun, bantuan tersebut terbatas sehingga pengungsi kekurangan air.
Dari 152 pengungsi Rohingya tersebut, Husna berujar terdapat setidaknya 3 perempuan hamil dan lebih dari 80 anak-anak dan perempuan. Mereka tertahan di Banda Aceh hingga malam pada 7 November 2024.