Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gedung Kejaksaan Agung dijaga sekitar 200 personel kepolisian untuk mengantisipasi demo kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. “Ini dari personel gabungan, Brimob, Polda, Polwan,” ujar Kanit Binmas Polsek Metro Kebayoran Baru Ajun Komisaris Imam Supriyadi saat ditemui di depan Kejaksaan Agung, Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari pengamatan Tempo, personel gabungan kepolisian itu baru selesai apel di halaman Kejaksaan Agung pada Jumat pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Petugas keamanan Kejaksaan Agung (Kejagung) menginformasikan mereka mendapat laporan akan ada sekitar 300 demonstran. Jadwal pemberitauan demo seharusnya pukul 09.00 WIB, namun hingga pukul 11.00 baru sedikit demonstran yang berkumpul di depan gedung Kejaksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejagung saat ini memang tengah disorot karena sedang menangani kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. Saat ini ada 9 orang yang sudah jadi tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi dan Vice President (VP) Feedstock Management PT KPI Agus Purwono.
Kemudian ada Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga Edward Corne dan Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza. Juga ada Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PTJenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.
Kasus korupsi Pertamina ini diduga merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun. Penyidikan kasus ini bermula dari kejaksaan yang mengendus ada kongkalikong antara Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam menghindari penawaran mintak mentah. Kejaksaan menyebut tindakan itu melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.
Sesuai peraturan tersebut dalam memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Pertamina harus mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum memutuskan impor. Sebaliknya pihak KKKS juga harus lebih dulu menawarkan produk minyak mentah mereka ke Pertamina. Jika Pertamina menolak, KKKS baru bisa mengekspor produknya.
Namun pada praktiknya kedua pihak saling menghindari penawaran sehingga PT Pertamina harus impor minyak yang berarti negara harus mengeluarkan uang yang lebih banyak. Pihak KKKS bisa ekspor untuk mendapat keuntungan lebih tinggi. Modus lain yang ditemukan ialah adanya mark up dan blending produk kilang oleh pihak swasta. Kejaksaan mengeaskan proses blending harusnya dilakukan BUMN.
Pilihan Editor: Pelaku Cor Bos Ruko Adalah Orang Kepercayaan Korban, Diberi No PIN ATM untuk Beli Bahan Bangunan