Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menandatangani pengesahan rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ menjadi UU DKJ. Salah satunya mengatur tentang peralihan status ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengesahan UU DKJ ditandatangani Presiden Jokowi di Jakarta pada 25 April 2024 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ sebelumnya telah disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. Peralihan ini tentu banyak pro dan kontra dari berbagai pihak. Tempo telah merangkum lika-liku RUU DKJ.
Lika-liku RUU DKJ
1. Gubernur dan Wakil Gubernur diangkat oleh Presiden
Dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ, pemegang jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditunjuk presiden. Penunjukan ini dengan memperhatikan usulan dari DPRD. Kemudian, jabatan ini bisa dijabat kembali untuk satu periode berikutnya selama lima tahun.
Ketentuan tersebut bakal diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” bunyi pasal tersebut.
2. Penyusunan dinilai terlalu terburu-buru
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta menilai Surpres terkait Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ adalah wujud legislasi lancung perusak demokrasi, yang tidak sama sekali berorientasi pada kepentingan publik. Direktur LBH Jakarta Citra Referandum mengatakan hal tersebut ditandai dengan proses yang terkesan terburu-buru dan mengabaikan prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation.
"Terlebih, salah satu ketentuan di dalamnya akan meniadakan proses demokrasi langsung di Jakarta," kata Citra dalam rilis tertulisnya yang diterima Tempo pada Kamis, 8 Febuari 2024.
3. Minim keterlibatan masyarakat
Kejanggalan pertama, menurut Citra, dalam RUU DKJ digodok secara terburu-buru tanpa memberi ruang partisipasi yang bermakna bagi publik. Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi bahkan menyebut bahwa beleid ini harus rampung pada 15 Februari 2024. Padahal, mulai 6 Februari 2024, DPR RI memasuki masa reses hingga 4 Maret mendatang.
"Dalam konteks ini, jelas proses pembentukan RUU DKJ telah meminggirkan kaidah konstitusional dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 Tahun 2020, yang menjamin hak warga untuk berpartisipasi secara bermakna dalam dalam tiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan," kata Citra.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta atau UU DKJ, yang salah satunya mengatur tentang peralihan status ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pengesahan UU DKJ ditandatangani Presiden Jokowi di Jakarta, tertanggal 25 April 2024 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ sebelumnya telah disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024.
4. PKS menolak RUU DKJ disahkan
Delapan dari sembilan fraksi di Senayan menyepakati RUU DKK dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS menjadi satu-satunya partai yang menolak RUU saat rapat Badan Legislasi DPR bersama pemerintah.
Sedangkan, delapan fraksi yang menyetujui RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Demokrat, Nasdem, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Ketua DPP PDIP Said Abdullah memgatakan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) merupakan bentuk kemunduran demokrasi.
PKS juga memiliki poin-poin penting sebagai dasar penolakan RUU DKJ. Mengacu laman resmi fraksi.pks.id, berikut adalah poin-poin alasan PKS tidak menyepakati RUU DKJ, di antaranya, penyusunan terburu-buru, perlu dikaji mendalam tentang sebutan Jakarta, dan minim keterlibatan Jakarta. Kemudian, memaksakan pembahasan bermasalah, kepala daerah harus dipilih di Pilkada, serta belum ada aturan kekhususan Jakarta.
KARUNIA PUTRI | RACHEL FARAHDIBA | YUNI ROHMAWATI
Pilihan editor: Jakarta Tetap Menarik Meski Bukan Ibu Kota, ini Alasannya