Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

5 Kasus Kekerasan Seksual yang Melibatkan Akademisi, Terbaru Guru Besar UGM

Dosen, guru besar, hingga rektor pernah dilaporkan melakukan kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan

12 April 2025 | 05.00 WIB

Ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, menyita perhatian publik. Peristiwa ini kembali menyoroti maraknya tindak asusila di lingkungan akademik, sekaligus menambah deretan kasus serupa yang melibatkan kalangan akademisi di institusi pendidikan tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Setelah terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual kepada belasan mahasiswa, Rektor UGM pun memecat Edy Meiyanto sebagai dosen. Pelaku dinilai melanggar kode etik dosen dan Pasal 3 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini, para korban meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) bersikap tegas, dengan memberikan sanksi berupa pencopotan status pelaku sebagai pegawai negeri sipil atau PNS. 

Sebelumnya, sejumlah kasus kekerasan seksual juga pernah terjadi di lingkungan lembaga pendidikan yang melibatkan akademisi atau petinggi kampus. Apa saja? Simak informasinya berikut ini.

 

1. Pelecehan Verbal Dosen UNJ

Seorang dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berinisial DA diduga melakukan pelecehan seksual dengan mengirimkan chat bernada merayu atau sexting ke beberapa mahasiswi. Kabar tersebut viral di media sosial setelah seorang warganet mengirimkan tangkapan layar percakapannya dengan dosen tersebut di kolom cuitan akun @AREAJULID yang sedang membahas mengenai chat mesum dosen kepada mahasiswi.

Dalam tangkapan layar ini DA, misalnya, mengucapkan "I Love U" kepada seorang mahasiswi yang meminta bimbingan. Bahkan dosen ini terang-terangan mengajak menikah korbannya. Kepada mahasiswi lainnya, DA bahkan memaksa agar bisa datang ke rumah korban.

Kepala Media Humas UNJ Syaifudin mengatakan ada beberapa laporan dari mahasiswi terhadap dosen berinisial DA tersebut. “Kampus mendapatkan beberapa laporan aduan, dan kemudian ditindaklanjuti oleh kampus dan kemudian diberikan sanksi kepada oknum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Syaifudin kepada Tempo, Rabu, 8 Desember 2021.

 

2. Pelecehan Seksual Dekan UNRI

Dekan Fisipol Universitas Riau (UNRI), Syarif Harto, terlibat dalam kasus pelecehan seksual kepada mahasiswi bimbingannya, berinisial L, pada November 2021. Kabar tersebut mencuat setelah korban mengunggah video di akun Instagram @komahi_UR, tentang pelecehan yang diterimanya.

Korban menyebutkan kejadian tidak mengenakan itu berlangsung pada Rabu, 27 November 2021 sekitar pukul 12.30 WIB saat melakukan bimbingan proposal skripsi. Ketika selesai bimbingan, korban menyatakan Syafri Harto menggenggam bahu korban dan mendekatkan badannya. Lalu pelaku memegangi kepala korban dan mencium pipi kiri serta kening korban.

"Dia juga mencoba mendongakkan kepala dan berkata 'Mana bibir? Mana bibir?," tuturnya. Korban akhirnya mendorong pelaku kemudian berlari meninggalkan kampus dengan perasaan takut.

Korban kemudian melaporkan pelecehan itu ke Polresta Pekanbaru. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau kemudian menetapkan Syafri Harto menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan atas mahasiswi bimbingannya, setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan sejumlah saksi, Kamis 18 November 2021.

Kendati demikian, hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memutuskan Syarif tak terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana pelecehan seksual. Hakim menilai unsur dakwaan baik primer dan subsider tidak terpenuhi. Syarif pun dibebaskan dari segala dakwaan.

 

3. Kekerasan Seksual oleh Rektor Universitas Pancasila

Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri atas dugaan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Laporan itu dibuat oleh kedua korban Edie, yakni RZ dan DF. Dalam laporannya, RZ mengaku insiden pelecehan seksual dialaminya pada awal Februari 2023 lalu, saat terlapor memanggil korban ke ruangan dalam hal pekerjaan.

Saat dipanggil pelapor tidak merasa curiga dan datang ke ruangan terlapor. Namun, pada saat mendengarkan arahan dari terlapor, tiba-tiba terlapor mencium pipi pelapor, sehingga pelapor kaget dan terdiam. Terlapor lalu meminta diteteskan obat mata. Dalam keadaan berhadapan, terlapor kemudian meremas-remas payudara pelapor. 

Saat itu juga pelapor ke luar ruangan dan melaporkan ke atasan. Namun, pada 20 Februari 2023 pelapor malah mendapat surat mutasi dan demosi ke Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila. Atas kejadian tersebut, pelapor merasa dirugikan terlebih tidak ada permintaan maaf, sehingga akhirnya membuat laporan ke Polda Metro Jaya.

Setelah lebih dari 15 bulan tanpa kejelasan, kuasa hukum korban, Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani, melaporkan kinerja penyidik Polda Metro Jaya ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada 9 April 2025. Mereka menilai proses penyelidikan lamban dan tim penyidik tidak profesional dalam menangani kasus pelecehan tersebut. “Kurang lebih telah 15 bulan perkara ini tidak ada kejelasan,” kata Yansen lewat pesan singkat kepada Tempo, Rabu, 9 April 2025.

 

4. Pelecehan Seksual oleh Dosen UNM

Melansir dari laman LBH Makassar, seorang mahasiswi Universitas Negeri Makassar (UNM) menjadi korban dugaan pelecehan seksual fisik oleh dosen sekaligus pembimbing akademiknya saat menjalani Ujian Akhir Semester (UAS). Peristiwa itu terjadi pada Mei 2024, saat korban masih duduk di semester dua. 

Ujian tersebut dilaksanakan secara lisan di rumah pelaku, di mana sebelum ujian dimulai, korban diminta memijat dosen tersebut. Aksi pelecehan terjadi saat pelaku meminta korban masuk ke kamar tamu dan berbaring di sampingnya, sambil terus melakukan ujian lisan. Pelaku kemudian beberapa kali mencoba melecehkan korban dengan meraba tubuh dan bagian alat kelamin korban. Upaya itu pun mendapat penolakan dari korban yang akhirnya memilih pulang.

Tindakan serupa kembali terjadi saat korban telah memasuki semester tiga, pada Oktober 2024. Terduga pelaku kembali meminta korban untuk memijatnya sebelum melakukan review artikel mata kuliah yang diajarkannya. Permintaan serupa kembali dilakukan pada bulan November. Korban merasa kesulitan menolak ajakan tersebut karena sering diancam akan diberi nilai buruk dalam mata kuliah yang diampu pelaku.

Atas kejadian itu, korban bersama beberapa mahasiswa lainnya melaporkan dosen tersebut ke SPKT POLDA Sulawesi Selatan pada 28 Januari 2025. Laporan tersebut difasilitasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang turut mendampingi korban dalam mencari keadilan atas pelecehan yang dialaminya.

 

5. Kekerasan Seksual Guru Besar UGM

Melansir dari laporan Tempo berjudul “Kekerasan Seksual Guru Besar Fakultas Farmasi UGM,” Edy Meiyanto dituduh melecehkan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 saat menjalani bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi. Peristiwa itu berlangsung di kampus, rumah Edy di kawasan Minomartani, Sleman, dan sejumlah lokasi penelitian. 

Jumlah korban yang melapor ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual ada 15 mahasiswa. Menurut korban, ada laporan korban berupa kekerasan verbal yang tidak dimasukkan oleh Satgas PPKS.

Total kasus dalam kertas kerja yang dilaporkan korban ada 33 kejadian. Sejumlah korban bahkan mengalami kekerasan lebih dari satu kali. “Kampus kini tak perlu menutupi lagi. Semua orang juga sudah tahu,” kata seorang korban. 

Guru besar yang juga kerap menjadi penceramah di masjid itu disebut memijat tangan, memegang rambut mahasiswa dari balik jilbab, memegang pipi dan wajah, dan mencium pipi mahasiswa di rumahnya. Semua korban mengenakan jilbab.

Di kampus, modusnya adalah menyuruh mahasiswa memeriksa tensi darah supaya dia bisa memegang tangan korban. Pelaku juga meminta korban mengirimkan foto dan memaksa mahasiswa menghubungi di luar jam mengajar, bahkan saat malam.

Akibat perbuatannya, Edy pun dipecat sebagai dosen di UGM. Kini, belasan korbannya meminta agar Kemendikti Saintek bertindak tegas dengan mencopot status PNS Edy. Mereka mendengar pelaku sedang mengurus pendaftaran untuk mengajar di kampus lain. Lewat pencopotan status PNS itu, korban berharap menimbulkan efek jera pelaku dan membatasi peluangnya menyasar korban lainnya.

Inspektur Jenderal Kemendiktisaintek, Chatarina Muliana Girsang, mengatakan kementerian telah menugaskan UGM untuk membentuk tim pemeriksa di lingkungan kampus. Dia pun menargetkan tim pemeriksa UGM selesai bekerja sebelum pekan keempat April 2025. “Kami harap sebelum akhir April sudah ada keputusan,” kata Chatarina. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus