Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

50 Massa Aksi Tolak Revisi UU Otsus Papua di Depan DPR Sudah Dibebaskan

Sebanyak 50 orang massa aksi menolak pengesahan Rancangan UU Otsus Papua di depan Gedung DPR sempat ditangkap polisi.

16 Juli 2021 | 04.00 WIB

Mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu, 24 Februari 2021. Dalam kesempatan tersebut, mereka membawa poster-poster penolakan perpanjangan Otsus di Papua. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu, 24 Februari 2021. Dalam kesempatan tersebut, mereka membawa poster-poster penolakan perpanjangan Otsus di Papua. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta-Sebanyak 50 orang massa aksi menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua atau Rancangan UU Otsus Papua di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, 15 Juli 2021 sempat ditangkap polisi. Sempat diperiksa di markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, mereka kemudian dibebaskan pada Kamis malam.

"Sekarang sudah dibebaskan," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani ketika dihubungi pada Kamis malam, 15 Juli 2021.

Meski begitu, Julius mempertanyakan penangkapan puluhan peserta aksi tersebut. Ia berujar demonstrasi itu sejak awal merupakan aksi damai yang memiliki landasan jelas, yakni hak kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat.

Julius mengatakan, hal tersebut dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Ia mengatakan, kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat ini tak bisa ditahan, melainkan harus dijamin.

Menurut Julius, aksi yang dilakukan pun sama sekali tak melanggar hukum. Ia menyebut surat pemberitahuan aksi sudah dilayangkan kepada Kepolisian. Mestinya, ujar dia, aparat penegak hukum datang untuk melindungi dan menjaga berlangsungnya aksi. "Tapi yang terjadi adalah pembubaran, penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan, lalu penahanan yang sewenang-wenang," ujarnya.

Hal tersebut dinilainya berbahaya bagi demokrasi Indonesia dan orang-orang Papua. Sebab, orang-orang Papua sudah terlalu banyak mengalami operasi militer serta tindakan dikriminatif. Julius mengatakan orang-orang Papualah yang akan menjadi penerima manfaat atau beneficiary dari otonomi khusus Papua. Dia berujar, jelas orang Papua berhak menyatakan sikap dan berunjuk rasa.

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia menyebut ada puluhan massa aksi yang ditangkap dan demonstrasi dibubarkan. Amnesty pun menyesalkan reaksi aparat yang merespons aksi penolakan RUU Otsus Papua dengan kekerasan dan kekuatan berlebihan.

Pada Rabu kemarin, 14 Juli 2021, juga terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan mahasiswa Universitas Cenderawasih yang menggelar aksi di Jayapura, Papua terkait UU Otsus Papua . "Empat mahasiswa terluka setelah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Setidaknya 23 mahasiswa lainnya ditangkap," ucap Usman dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Juli 2021.

BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca Juga: Revisi UU Otsus Papua Dinilai Abaikan Pasal soal HAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus