Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Rakyat Papua (MRP), menyebut mayoritas kewenangan untuk warga Papua yang dijamin di UU Otsus Papua (Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua) belum dijalankan oleh negara. Total, ada 24 kewenangan yang dijamin UU ini dan hanya 4 yang dijalankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebanyak 20 itu tidak dilaksanakan negara," kata Ketua MRP Timotius Murib dalam media briefing virtual, Kamis, 21 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otonomi khusus bagi Provinsi Papua diatur lewat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang telah direvisi menjadi UU 2 Tahun 2021. Empat kewenangan, yang menurut MRP, sudah dijalankan yaitu:
1. Pembentukan MRP
2. Pengangkatan satu seperempat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP)
3. Gubernur dan Wakil Gubernur orang asli Papua
4. Penyediaan dana otonomi khusus.
Sementara 20 kewenangan lain yang tidak dijalankan, sebagian di antaranya yaitu:
1. Dapat memiliki lambang daerah dalam bentuk bendera dan lagu sebagai panji kebesaran dan simbol kultural
2. Kerja sama dengan lembaga atau badan luar negeri, bertujuan memajukan pendidikan, peningkatan investasi, dan mengembangkan pariwisata
3. Dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri atau luar negeri untuk membiayai sebagian anggaran daerah
4. Pembentukan Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
5. Penangkapan Kapolda dengan persetujuan Gubernur
6. Penangkapan Kepala Kejaksaan Tinggi dengan persetujuan Gubernur
7. Pendelegasian sebagain kewenangan perizinan penempatan tenaga asing bidang keagamaan di Provinsi Papua
MRP merupakan lembaga negara di Papua yang diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2004 juncto PP Nomor 64 tAHUN 2008 tentang Majelis Rakyat Papua. Lembaga ini pula yang kini sedang menggugat UU Otsus hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi.
MRP yang diwakili oleh Timotius Murib (Ketua), Yoel Luiz Mulait (Wakil Ketua I), dan Debora Mote (Wakil Ketua II) tercatat sebagai Pemohon Nomor 47/PUU-XIX/2021. Sidang perdana sudah digelar pada 22 September 2021.
Para pemohon ini menggugat Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua. Aturan-aturan ini dianggap melanggar hak konstitusional mereka sebagai orang asli Papua.
Di sisi lain, Timotius menyebut 20 kewenangan di UU Otsus Papua tidak dijalankan langsung oleh negara. Pasalnya, menurut dia, peraturan pemerintah untuk menjalankan kewenangan tersebut tak kunjung kelar di bahas.
"Kenapa negara? karena UU Otsus ini hanya ada satu PP," kata dia.
PP yang dimaksud Timotius adalah PP 64 Tahun 2008 yang mengatur soal Majelis Rakyat Papua. Timotius menyebut lembaganya sudah 19 kali mengajukan perubahan atas PP ini ke Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri.
"Tapi tak pernah jalan, kami anggap bahwa itu PP terlama di dunia," kata dia.
Tempo mengkonfirmasi soal kewenangan di UU Otsus Papua dan usulan revisi PP tentang Majelis Rakyat Papua ini ke Kemendagri. Sampai berita ini diturunkan, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan belum memberikan respons.