Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - I Wayan Agus Suartama, tersangka kasus kekerasan seksual dengan korban belasan orang, resmi menjadi tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Proses penyerahan berkas perkara Agus di Kantor Kejari Mataram, Kamis, 9 Januari 2024 berlangsung dramatis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang pemeriksaan, pria difabel yang didampingi kedua orang tuanya dan belasan pengacara itu sempat berteriak histeris. Rupanya Agus keberatan menjalani tahanan di rutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Agus membayangkan dirinya berada di tahanan. Dia sejak lahir sampai usianya sekarang, yang melayani berapa hal prinsip adalah ibunya, seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, buang air besar, dan hal-hal prinsip lainnya," kata Kurniadi, salah seorang Kuasa Hukum Agus.
Pilihan Editor: Mungkinkah Seorang Difabel Melakukan Kekerasan Seksual?
Kurniadi menyebut pilihan menahan kliennya tidak dibarengi dengan asesmen yang memadai. "Kenapa kita tidak memilih jenis penahanan lain, seperti tahanan kota atau tahanan rumah," kata Kurniadi.
Kurniadi mengapresiasi Polda NTB yang memberikan status tahanan rumah kepada Agus. "Selama dia menjalani penahanan rumah Agus selalu kooperatif, setiap pemanggilan dia hadir, bahkan sebelum jam yang ditentukan," katanya.
Menurut Kurniadi, selaku difabel semestinya Agus mendapatkan perhatian khusus. Dia tidak menyoal sarana dan prasarana yang sudah disiapkan Lapas Kelas 2 A Kuripan tempat penahanan Agus.
"Sarana dan prasarana tidak masalah bagi Agus, cuma tenaga pendampingnya yang jadi soal. Karena sedari kecil hingga saat ini, dia tidak terlepas dari orang tuanya." Kata Kurniadi, "Jangan sampai isu HAM meledak dan ini jadi soal."
Pihak Kejaksaan Negeri Mataram, membenarkan bahwa Agus menolak untuk ditahan, tetapi Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka mengatakan syarat-syarat penahanan sudah terpenuhi. "Berdasarkan hasil gelar, ini sudah memenuhi beberapa aspek, di antaranya ada empat ahli, dari visum, psikolog forensik, dan psikolog kriminal," kata Ivan.
Menurut Ivan, para ahli yang dimintai keterangan berasal dari sejumlah perguruan tinggi antara lain dari Universitas Negeri Mataram, Universitas Indonesia, dan ahli hukum Universitas Gajah Mada. "Yang bersangkutan juga terpenuhi syarat objektif dan subjektif, dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Ivan.
Ivan menyatakan bahwa salah satu dasar penahanan rutan bagi Agus, adalah kesiapan Lapas untuk menahan difabel. "Lapas sudah menyiapkan adanya sarana prasarana khusus bagi penyandang disabilitas, juga pendamping bagi yang bersangkutan," tutur Ivan.
Agus bakal menjalani 20 hari masa penahanannya di Rutan kelas 2 Kuripan Lombok Barat. Dia dijerat dengan Pasal 6 huruf C dan A junto pasal 15 ayat 1 huruf E undang-undang No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kasus Agus mencuat setelah seorang mahasiswi berinisial M melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Agus pada Oktober 2024 silam. Agus membantah, bahkan melawan dengan melaporkan sebuah akun media sosial yang memposting kasusnya. Belakang setelah bergulir, belasan korban bersuara dan melapor menjadi korban Agus. Berdasarkan data Komite Disabilitas Daerah (KDD) terdapat 17 orang korban Agus, beberapa di antaranya anak-anak.
Pilihan Editor: Bagaimana Agus Memperdaya Korban-Korban Kekerasan Seksual