Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masjid di Jalan Karya Bakti, Medan, itu kini tak lagi ramai pengunjung. Kamis sore pekan lalu, hanya ada belasan pemuda yang berzikir di Majelis Tarekat Sammaniyah Ihya Ulumudin itu. "Biasanya ratusan orang datang ke sini setiap hari," kata Rico Purba, salah seorang anggota tarekat itu.
Pemimpin tarekat itu, Syekh Muda Ahmad Arifin, belakangan ini melarang anggotanya berbondong-bondong memenuhi masjid di pekarangan belakang rumahnya tersebut. Sang guru khawatir kedatangan ramai-ramai muridnya bakal memicu kemarahan kelompok umat Islam lain di Medan. "Takut bentrok," ujar Ahmad Arifin.
Dalam setahun terakhir, jemaah Sammaniyah terus diusik. Sekelompok orang dari Forum Umat Islam (FUI) Medan berkali-kali melakukan unjuk rasa menuntut tarekat itu dibubarkan.
Forum Umat Islam menuduh Ahmad Arifin menodai ajaran Islam. Mereka merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Sumatera Utara yang keluar pada 10 September 2013. "Fatwa MUI itu untuk menyelamatkan Islam dari ajaran Ahmad Arifin," kata?Indra Suheri, anggota FUI Medan.
Lewat fatwa nomor 03/KF/MUI-SU/IX/13 itu, MUI Sumatera Utara memvonis ajaran Ahmad Arifin melenceng dari ajaran Islam. Ada tiga tuduhan yang dilontarkan kepada Ahmad Arifin. Pertama, ia dianggap mengajarkan paham bahwa Nabi Adam diciptakan malaikat atas perintah Allah SWT. Tuduhan berikutnya, Ahmad Arifin disebut mewajibkan muridnya membayar zakat mal kepada dirinya. Terakhir, Ahmad Arifin dituding menghalalkan nikah mutah serta nikah siri tanpa wali dan saksi.
Fatwa MUI itu pula yang menjadi dasar FUI melaporkan Ahmad Arifin ke Kepolisian Resor Kota Medan pada pertengahan 2014. Polisi lalu menjerat Ahmad Arifin, 81 tahun, dengan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penistaan atau penodaan agama.
Dua pekan lalu, di Pengadilan Negeri Medan, jaksa penuntut umum Fatlah Dan Kaslin Sinaga menuntut Ahmad Arifin dua tahun penjara. "Ini kriminalisasi. Semua yang ditudingkan jaksa tidak benar," ucap pengacara Arifin, Ery Rossatria, Senin pekan lalu.
BARA meletik di tubuh tarekat Sammaniyah pada 2013. Kala itu, Ahmad Arifin memecat dua dari sembilan murid kepercayaannya, Arsyad Efendi dan Sutini. Arsyad dipecat karena menjalin hubungan yang dianggap terlarang dengan anggota perempuan jemaah tarekat itu. Adapun Sutini, yang dipercaya berdakwah di kalangan kaum ibu di Kabupaten Serdang Bedagai, dipecat lantaran dianggap melenceng dari ajaran Sammaniyah.
Pemecatan itu rupanya membuat Arsyad dan Sutini sakit hati. Keduanya lalu melapor kepada MUI Sumatera Utara. Awalnya, mereka menuding Arifin melecehkan sebelas anggota jemaah perempuan. "Ketika sebelas perempuan itu dihadirkan ke MUI, tuduhan pelecehan tak terbukti," ujar Ahmad Arifin.
Setelah serangan pertama gagal, Arsyad dan Sutini kembali melaporkan Ahmad Arifin ke MUI Sumatera Utara. Tudingannya bergeser menjadi penistaan agama. Tanpa meminta penjelasan Ahmad Arifin, MUI langsung mengeluarkan fatwa bahwa ajaran tarekat Sammaniyah di bawah pimpinan Ahmad Arifin sesat.
Setelah dicap sesat, Ahmad Arifin sempat menyampaikan penjelasan tertulis kepada MUI. Namun MUI tak menggubris klarifikasi itu. Arifin juga pernah menjelaskan ajaran tarekatnya dalam pertemuan yang difasilitasi Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (Jatman)-badan otonom di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Setelah mengkaji ajaran Sammaniyah, Jatman menyatakan tarekat itu merupakan tarekat mu'tabarah alias tarekat yang diakui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. "Jatman menyatakan tarekat Sammaniyah tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis, tidak sesat, serta tidak menyimpang," kata anggota tim investigasi Jatman, Ali M. Abdullah, mengutip hasil investigasi yang diteken Ketua Umum PB NU Said Aqil Siroj.
Menurut penelusuran Jatman, Ahmad Arifin tak pernah mengajarkan nikah mutah atau nikah siri tanpa wali dan saksi kepada muridnya. Arifin pun tak pernah mewajibkan muridnya menyerahkan zakat mal kepadanya. Adapun soal asal-usul penciptaan Nabi Adam, menurut Jatman, Ahmad Arifin hanya mengacu pada kitab Badaai Uz-Zuhur Fi Waqaa'i id-Duhuur karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyaas al-Hanafy.
Untuk menjernihkan persoalan, menurut Ali, Jatman sudah mengirimkan surat kepada Komisi Fatwa MUI Pusat. Dalam surat itu, Jatman meminta MUI Pusat merevisi fatwa yang dikeluarkan MUI Sumatera Utara. Namun anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Hamdan Rasyid, mengatakan tarekat Sammaniyah belum dibahas Komisi Fatwa.
Di Medan, Ahmad Arifin bersiap menyampaikan pembelaan terakhir di depan majelis hakim yang dijadwalkan bersidang lagi pekan ini.
Febriyan (jakarta), Sahat Simatupang (medan)
Jeruk Purut Pertobatan
Tarekat Sammaniyah mengambil nama dari seorang guru tasawuf, yaitu Muhammad ibn 'Abdul Karim al-Madani al-Syafi'I (1130-1189), yang dikenal dengan nama Al-Sammani. Dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisy, Al-Sammani dipercaya pengikutnya pernah tinggal di bekas rumah Abu Bakar al-Siddiq, salah seorang sahabat terdekat Nabi Muhammad.
Tarekat diserap dari kata Arab, thoriqoh, yang berarti jalan, metode, atau tata cara. Dalam perkembangannya, tarekat dimaknai sebagai jalan yang ditempuh seorang hamba untuk mengenal Sang Pencipta. "Untuk mengenal Allah, seseorang harus mencari guru yang dapat mengenalkannya kepada Allah," ujar murid Syekh Muda Ahmad Arifin, Saifuddin.
Penulis biografi Pemikiran Tasawuf Syekh Muda Ahmad Arifin: Sufi Pemurni Tauhid Abad 21 ini menjelaskan, tarekat yang baik bergantung pada gurunya, yang memiliki kelas masing-masing. Dalam silsilah tarekat Sammaniyah, Ahmad Arifin menduduki mata rantai dengan nomor urut 37. Urutan itu berdasarkan ijazah dan silsilah yang diperoleh Ahmad Arifin dari gurunya, Syekh Muda Abdul Qadim Balubus, di Sumatera Barat.
Ahmad Arifin lahir di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 1 April 1937. Ayahnya, Abdul Qadir, berasal dari daerah Aceh Tenggara. Adapun sang ibu, Satiroh, berdarah Jawa. Ahmad Arifin memulai dakwahnya di daerah Padang Bulan, Medan, pada 1970. Sejak itulah dia menamakan majelis pengajiannya "Majelis Pengajian Ihya Ulumuddin Tarekat Sammaniyah".
Melalui murid-muridnya, Ahmad Arifin menyebarkan tarekat Sammaniyah ke berbagai daerah. Dia pun membentuk kepengurusan dari tingkat kabupaten, kecamatan, sampai desa. Kini pengikut Ahmad Arifin tersebar di Sumatera Utara, Aceh, Riau, Kepulauan Riau, dan Pulau Jawa, bahkan Malaysia.
Dalam prakteknya, menurut Saifuddin, orang yang ingin masuk tarekat Sammaniyah pertama kali diminta membawa jeruk purut, yang akan dipakai mandi setelah didoakan guru. Mandi jeruk purut itu untuk menghilangkan "noda" di tubuh seseorang sekaligus simbol pertobatan.
Setelah itu, guru menjelaskan alasan seseorang bertarekat dan mengambil baiat atau janji setia untuk mengamalkan ajaran tarekat. Murid lalu mendapatkan pelajaran tingkat pertama dari tujuh tingkatan zikir.
Dalam setiap ceramahnya, menurut Saifuddin, Ahmad Arifin selalu menekankan keharusan memadukan syariat dan hakikat, yang diibaratkan tubuh dan nyawa yang tak bisa dipisahkan. "Saya menilai Sammaniyah mengajarkan tarekat asli yang logis," kata Saifuddin, yang juga dosen ilmu tauhid dan tasawuf di Institut Agama Islam Negeri Zawiyah Cot Kala Langsa, Aceh.
Erwin Zachri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo