Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Aridas hanya anak janda

Sidang pengadilan raguel aridas, dituduh membunuh & menguasai senjata api secara tidak sah. perkara ini sudah tenggelam selama 4 th. baru disidangkan setelah ibu aridas mengadu ke lbh medan. (hk)

16 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT Mahkamah Agung itu seperti menggebrak Pengadilan Negeri Medan. "Selama seminggu kami sibuk," ujar Ketua PN, Chabib Syarbini. Dan oleh kesibukan tersebut, sebuah perkara yang sudah tenggelam selama sekitar empat tahun, seketika terangkat. Hari-hari ini Raguel Aridas alias Harrydas diadili dengan beberapa tuduhan: Mulai pembunuhan sampai menguasai senjata api secara tidak sah. Aridas 28 tahun terlibat suatu perkelahian kelompok pada Agustus 1977. Kelompok Aridas, setidaknya terdiri dari Aris, lduard dan Rolin, melawan Das Karben dkk. Keributan bisa dipastikan diramaikan dengan senjata api. Seperti sebuah pesta petasan terjadi dini hari, 14 Agustus, di Kampung Keling. Dan adalah Asril, penjual rokok yang berkios di depan Apotik Jasa, tak jauh dari arena perkelahian, tertimpa sial. Salah sebuah peluru tiba-tiba nyasar ke dada kirinya. Ia tewas. Sementara anak-anak muda yang membikin kerusuhan segera berlalu dari sana. Polisi memang segera dapat meringkus beberapa anak muda yang disangka bertanggungjawab atas kematian Asril. Di samping Aridas -- begitu pada mulanya -- turut pula ditangkap Aris dan Rolin. Sedangkan Eduard diketahui buron ke Bangkok Anak muda lain, Gerry dan Buntu, pada mulanya juga turut berurusan dengan polisi. Mereka tak terlibat langsung dalam perkelahian di Kampung Keling. Tapi, begitu petunjuk para tersangka, dari merekalah salah sebuah senjata api diperoleh. Tapi akhirnya ternyata hanya Aridas sendiri yang lama ditahan. Buntu ditahan selama tiga minggu. Aris dan Rolin masing-masing hanya dua dan satu minggu. Bahkan Gerry, seperti dituturkan Aridas kemudian, hanya berada di kantor polisi paling-paling tiga jam. Serombongan polisi berkendaraan jip menjemputnya. Susahnya Tinggallah Aridas dengan keluhannya: "Habis orang tua saya bukan pejabat." Teman-teman Aridas memang dibebaskan atas jaminan orang tua masing-masing yang kebetulan punya kedudukan baik: ada yang perwira menengah dan perwira tinggi suatu angkatan dan ada pula yang menjabat Gubernur Muda. "Inilah susahnya berteman dengan anak penggede -- mereka lepas, saya yang terjerat," ujar Aridas. Begitu teman-temannya lepas, tutur Aridas, ia diperiksa dengan keras dan harus membuat pengakuan seperti ini: Hanya dia yang membawa senapan dan menembakkannya sendiri pada malam keributan di Kampung Keling. Aridas hermi juga membangkang perintah juru periksa yang berpangkat pembantu letnan polisi. Meski harus menanggung derita cukup panjang: siang malam tangannya dirantai dan dipukuli. Selama empat tahun perkara Kampung Keling terkatung-katung. Dalam pada itu Aridas harus berpindah-pindah dari penjara satu ke yang lain -- sudah sekitar 10 penjara di Sum-Ut yang pernah dihuninya. Alasannya, yang terutama, karena tertuduh selain Aridas tak dapat diajukan ke pengadilan. Mengapa bisa begitu, para penegak hukum di daerah itu berdebat, saling menyalahkan . Kepolisian memang menempatkan para tertuduh di luar tahanan. Tapi, kata Wakil Kepala Seksi Penerangan Kodak II Kapten Nyonya A. Tobing, kalau hal itu memang mengganggu kelancaran sidang, "kenapa tak ditangkap lagi saja?" Humas Kejaksaan Tinggi Sum-Ut, Soegeng, menyambut ucapan polisi tersebut: "Enak saja . . ." Soalnya, kata Soegeng, "kenapa polisi melepaskan sehingga sulit menghadirkar tertuduh ke pengadilan." Selama ini, menurut Soegeng, kejaksaan memang dibikin repot para tertuduh. Ada yang hanya mengirimkan surat keterangan dari dokter jiwa setiap kali dipanggil. Ada yang beralasan sedang mendapat tugas belajar dari gubernuran. Ada juga yang tiba-tiba tak punya alamat jelas. Sementara upaya mengajukan Aridas sendirian juga tak kelihatan . Sampai kemudian Nyonya Letjemi, ibu Aridas, seorang janda, mengadukan nasib anak kandungnya ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Medan. LBH lalu meneruskannya ke Mahkamah Agung. Seminggu kemudian MA sudah mengirimkan surat ke PN Medan. Dan penetapan hari sidang segera ditentukan, 30 April. "Untung MA sekarang cepat tanggap," ujar Humas LBH Medan, Syamsuddin Manan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus