TANAH terasa berguncang dan seperti ada petir," ucap Darman,
salah seorang saksi mata tabrakan maut lalu-lintas darat
terbesar hingga bulan kelima tahun ini.
Kecelakaannya terjadi dini hari Kamis pekan lalu. Kereta-api
cepat jurusan Pasar Senen Jakarta - Solo Balapan, meluncur
dengan kecepatan 20 km per jam ke arah lintasan Jalan Slarnet
Riyadi, di kawasan Purwosari. Pada saat bersamaan, satu konvoi
bis Flores melewati lintasan yang sama dalam kecepatan cukup
tinggi. Dua bis lepas, tapi yang ketiga dihantam loko, dan
terseret sejauh lebih kurang 100 meter. Dan baru berhenti di
Stasiun Purwosari dalam keadaan remuk dan koyak-moyak.
28 siswa SMP Katolik Wiyana, Jombang (Ja-Tim) yang baru saja
menyelesaikan EBTA jadi korban. Juga kepala sekolah, seorang
guru dan seorang kernet. Penumpang bis seluruhnya ada 53.
Lainnya luka berat dan ringan. Tapi Marwan (37 tahun), sopir bis
yang malang itu, justru hanya lecet. "Sopir itu sengaja diberi
selamat, agar bisa memertanggungjawabkan perbuatannya di dunia
ini," begitu seloroh Humas PJKA Eksploatasi Tengah Supaat.
Musibah ini adalah yang ketiga di lintasan Purwosari selama
tahun 1981.
Dan terakhir menimpa bis Flores yang sejak berangkat dari
Jombang pukul 20.00 sudah dipacu laju oleh Marwan, Karena
terlalu laju, bis yang dalam formasi semula ditempatkan paling
depan ini, terlalu jauh meninggalkan yang lain. Sebab itu,
setelah meninggalkan Madiun, bis tersebut diharuskan berada
paling belakang.
Konvoi Flores dicarter SMP Katolik Wijana khusus untuk
perjalanan wisata ke beberapa obyek di Jawa Tengah. Tatkala
masuk Solo para pelajar di dua bis terdepan bangun dari tidur
dan nyanyi beramai-ramai. "Waktu itu kecepatan kami sekitar 80
km per jam," kata Soekarno, kernet bis paling depan. Apakah
karena itu mereka tidak melihat sinyal yang menyorot dari kiri
kanan jalan dan yang tergantung tepat di tengah atas Jalan
Slamet Riyadi? "Saya tidak melihat," ungkap Soekarno. "Yang ada
hanya lampu kuning berkedip-kedip. Lampu itu tidak begitu
kelihatan karena diatasnya ada lampu merkuri kuning yang sangat
terang," lanjutnya. Nono, kernet bis kedua, juga memberi
keterangan sama.
Padahal saat itu Kadyo, 27 tahun penjaga lintasan yang berdiri
di tengah jalan benar-benar telah mengangkat lampu merah --
tanda kendaraan harus berhenti. Kadyo, yang masih bujang itu,
kepada pejabat PJKA mengaku tidak kuasa lagi menahan laju konvoi
Flores. Dalam pada itu masinis Pranowo jauh-jauh sudah
membunyikan klakson kereta.
Boleh jadi raungan loko tidak terdengar sopir di dalam bis yang
ramai oleh nyanyian para pelajar. Lagi pula, besar dugaan orang,
sorot lampu loko dikira dari mobil yang datang dari arah
berlawanan. Lintas kereta-api memang membelah jalan raya dalam
garis serong.
Dianggap Tidak Perlu?
Tentu saja banyak hal lain mesti diperhitungkan, di samping
ihwal sopir bis yang senang kejar-kejaran. Pertama-tama yang
perlu dan tidak kurang ramai dipersoalkan adalah hal pintu
kereta.
Pintu itu tidak ada di lintasan Purwosari sejak setahun lalu.
Palang pintu terakhir ditabrak truk tangki sekitar Februari
tahun lalu. Untuk pengamanan sementara, PJKA memasang dua lampu
sorot di kiri kanan jalan, dan satu yang tergantung di
tengah-tengah. Ini pun masih ditambah tenaga Kadyo yang
mengibaskan bendera merah di siang hari dan lampu di malam hari.
Apakah dengan demikian pintu pengaman dianggap tidak perlu
"PJKA sudah bosan membuatkan palang," keluh Supaat. Sebabnya tak
lain karena palang di sana tak pernah berumur lebih dari
setahun. Tiap kali hancur ditabrak mobil. Lagi pula, diingatkan
Supaat, membuat palang tidak murah. Sebuah sumber PJKA
menyatakan biayanya mencapai Rp 4 juta.
Meskipun demikian Februari tahun lalu, PJKA mengusulkan agar
dibuat jalur pemisah, dalam jarak 300 meter sebelum lintasan.
Pemda Kodya Solo setuju dan menyediakan anggaran Rp 8 juta. Tapi
dana itu baru tersedia tahun anggaran '81 -'82.
Dan jalur pemisah itu mulai dibuat, dua hari sesudah tabrakan
terjadi. Ditempatkan puluhan drum pemisah jalur, sementara jalur
permanen dikerjakan. Dan itu hanya mungkin sesudah ada instruksi
Gubernur Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini