Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jelaga Hitam Sarung Tangan Ferdy Sambo

Ferdy Sambo memerintahkan pembunuhan Brigadir Yosua. Ia ditengarai ikut menembak.

 

13 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bharada Richard mengaku tiga kali menembak Brigadir Yosua.

  • Ferdy diduga dua kali menembak Yosua.

  • Ferdy menjanjikan Richard, Ricky, dan Kuwat Maruf uang tunai senilai Rp 1 miliar dan Rp 500 juta.

INSPEKTUR Jenderal Ferdy Sambo sudah menunggu kedatangan istrinya, Putri Candrawathi, di lantai tiga rumah mereka di Jalan Saguling III, Pancoran, Jakarta Selatan. Putri, diiringi tiga ajudan polisi dan dua pembantu, baru tiba dari Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat sore, 8 Juli lalu. Setelah menjalani tes reaksi berantai polimerase (PCR) di lantai satu, Putri langsung naik ke lantai tiga.

Ferdy menyambutnya dengan mengenakan seragam dinas polisi. Jam di dinding rumah mereka menunjuk pukul 15.40 WIB. Mereka menunggu para ajudan naik. Brigadir Kepala Ricky Rizal yang pertama naik. Ferdy Sambo, saat itu masih berstatus Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI, meminta Ricky mengeksekusi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat—salah satu ajudannya yang ikut pulang dari Magelang.

Tak jelas apa masalahnya sehingga Ricky menolak permintaan itu. Ferdy lalu meminta Ricky memanggil ajudannya yang lain, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Tak seperti Ricky, Richard menyanggupi perintah Ferdy. Pria 24 tahun itu pun menyiapkan pistol Glock 17. “Dari keterangan saksi-saksi, rencana pembunuhan dibahas di rumah Saguling,” ucap Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Tempo pada Sabtu, 13 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamanan ketat Anggota Brimob saat Tim Inafis Mabes Polri melakukan olah tempat kejadian perkara di kediaman Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Jakarta, 9 Agustus 2022/TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun Brigadir Yosua yang menjadi obyek pembicaraan, seperti terlihat dalam rekaman kamera pengawas rumah Ferdy Sambo, terlihat bolak-balik masuk ke rumah dan mobil menurunkan guna memindahkan koper. Setelah barang berpindah dari mobil ke rumah, mereka naik mobil kembali hendak menuju rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang berjarak satu kilometer.

Di rumah dinas itulah Yosua tewas dengan luka tembakan di dada dan kepala. Baru sekitar pukul 10 malam Ferdy Sambo melaporkan peristiwa itu kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam laporannya malam itu, ia mengatakan Yosua tewas akibat baku tembak dengan Bharada Richard. Tiga hari kemudian polisi mengumumkan kematian itu dengan keterangan yang persis sama dengan laporan Ferdy Sambo kepada Kepala Polri.

Baca: Profil Ferdy Sambo, Polisi dengan Karier Melesat

Keluarga Yosua yang menerima kabar kematian pada Sabtu, 9 Juli lalu, mengungkap banyak keganjilan luka di tubuh Yosua. Sejak saat itu, banyak yang meragukan kronologi dan penyebab kematian versi polisi. Jenderal Listyo Sigit lalu membentuk tim khusus guna mengusut kematian Yosua. Pemeriksaan saksi-saksi mengarah pada pembunuhan. “Irjen FS menyuruh dan membuat skenario peristiwa seolah-olah ada tembak-menembak,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Agus Andrianto.

Menurut Listyo Sigit, begitu tiba di rumah Jalan Saguling, Putri menceritakan peristiwa di Magelang yang terjadi sehari sebelumnya kepada suaminya. Kepada polisi, Ferdy Sambo mengatakan kematian Yosua terkait dengan harkat dan martabat keluarganya. “Masalahnya apa nanti akan terbuka di sidang. Itu sensitif,” tutur Listyo. 

Pemeriksaan polisi kepada Putri Candrawathi sedikit mengungkap sepotong peristiwa di rumah Ferdy Sambo di Cempaka Residence, Magelang, Jawa Tengah. Ini rumah Ferdy Sambo yang menjadi tempat tinggal mereka ketika menengok anak kedua yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Taruna Nusantara di kota itu. Ferdy pulang lebih dulu ke Jakarta pada Kamis, 7 Juli lalu, dengan naik pesawat.

Menurut Putri, seperti dituturkan dua sumber polisi, di rumah Magelang asisten rumah Kuwat Maruf bersitegang dengan Yosua karena memergokinya berduaan dengan Putri. Ricky Rizal dikabarkan sampai menyita senjata laras panjang Yosua dan pistol HS-9. Menurut para penyidik, peristiwa ini yang dilaporkan Putri kepada suaminya setiba di Jakarta.

Kecanggungan akibat ketegangan di rumah Magelang terjadi sepanjang perjalanan. Yosua, yang biasanya menyopiri Putri, naik mobil lain bersama Ricky. Putri menumpang mobil yang dikemudikan Kuwat bersama Richard dan Susi, asisten rumah tangga. Kepulangan mereka dikawal polisi patroli Kepolisian Resor Magelang.

Di perjalanan, menurut polisi, Yosua mengirimkan pesan kepada Putri agar memerintahkan Ricky mengembalikan senjatanya. Putri menolak permintaan Yosua. Ricky menyerahkan pistol itu kepada Ferdy begitu tiba di rumah Saguling.

Dari rumah Saguling rombongan menuju ke rumah dinas di Duren Tiga. Kali ini Susi tidak ikut serta. Rekaman kamera pengawas (CCTV) di sekitar rumah menunjukkan Putri Candrawathi tiba sekitar pukul 17.09 WIB. Ferdy tiba dua menit kemudian setelah sempat berputar balik melewati dua rumah tetangganya. Ia terlihat masih memakai seragam dinas.

Rekaman kamera pengawas tetangga rumah dinas Ferdy merekam ia terlihat menjatuhkan pistol. Seorang petinggi Polri mengatakan pistol itu diperkirakan HS-9 milik Yosua yang disita Ricky. Rekaman CCTV juga memperlihatkan Yosua berada di pekarangan sebelum kedatangan Ferdy. Meski banyak terekam kamera, CCTV di pos satuan pengamanan yang merekam semua aktivitas ini secara lebih jelas sudah rusak. “Beberapa personel mengambil CCTV itu,” ucap Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto.

Polisi telah menyita semuka rekaman tersisa di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Dari rekaman-rekaman itu, polisi menyimpulkan tata waktu kejadian tak sesuai dengan kronologi yang diceritakan Ferdy Sambo saat melapor kepada Kepala Polri Jenderal Listyo. Salah satunya soal durasi kedatangan Putri dan Ferdy yang hanya berselisih dua menit.

Dalam laporannya, Ferdy mengatakan sedang berada dalam perjalanan menuju tempat tes usap Covid-19 ketika Yosua meregang nyawa. Ia mengaku baru mengetahui kematian Yosua setelah ditelepon istrinya yang melaporkan bahwa Yosua melecehkannya secara seksual di dalam kamarnya. 

Kronologi ini didukung oleh keterangan Bharada Richard ketika pertama kali diperiksa penyidik. Ia bahkan mengaku mendengar teriakan Putri sebelum turun dari lantai dua dan memergoki Yosua yang langsung menembaknya. Ia balas menembak dan menewaskan Yosua. Ferdy lalu menguatkan pernyataan bahwa ia melihat Yosua sudah terkapar di dekat tangga ketika tiba di rumah dinasnya.

Cerita tembak-menembak ini buyar setelah Richard menarik pernyataannya dalam pemeriksaan ketiga pada Jumat malam, 5 Agustus lalu. Ia membantah ada baku-tembak dengan Yosua pada Jumat, 8 Juli lalu. Pengakuan Richard ini sudah dibuktikan sendiri oleh penyidik yang memeriksa arah tembakan di rumah dinas Ferdy Sambo.

Richard tak begitu saja mencabut keterangan pada pemeriksaan pertama dan kedua. Menurut seorang perwira Mabes Polri, dalam pemeriksaan ketiga ia hanya menjawab “tidak tahu”, “lupa”, dan “tidak ingat” ketika dimintai konfirmasi ulang soal kejadian “tembak-menembak” itu. Para pemeriksa yang bergantian menanyainya tetap mendapatkan jawaban serupa meski sudah menyampaikan hasil uji arah tembakan.

Selepas magrib, sekitar pukul 18.30 WIB, seorang petinggi Mabes Polri mengajak Richard berbicara dari hati ke hati. Ia menjelaskan bahwa Richard terancam hukuman setidaknya 15 tahun penjara jika tak menyampaikan kejadian sebenarnya di rumah dinas Ferdy Sambo. Petinggi ini mengingatkan karier Richard di kepolisian dan derita orang tuanya jika ia masuk penjara.

Richard mulai goyah. Setelah terdiam, ia meminta didatangkan perwira tinggi paling senior di Markas Besar Polri. Ia juga meminta izin menelepon orang tuanya. Selesai bertelepon, kepada seorang jenderal yang menemuinya di ruangan khusus, Richard buka suara. “Pak, saya mau berkata jujur,” katanya, seperti ditirukan pemeriksa itu kepada Tempo

Kepada pemeriksa itu, Richard mengatakan ia mendengar suara tembakan di lantai bawah ketika tengah berada di lantai dua. Saat menuruni tangga, ia melihat Ferdy Sambo sedang memegang pistol di samping tubuh Brigadir Yosua yang terkapar bersimbah darah. Saat melihatnya, ujar Richard kepada pemeriksa itu, Ferdy Sambo memintanya mengaku sebagai pelaku penembakan Yosua.

Baca: Berburu Autopsi Kedua Brigadir Yosua

Pengakuan Richard di ruang interogasi itu ia ulang ketika Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit memanggil ke ruangannya. Listyo ingin mendengar sendiri pengakuan Richard. “Kenapa di pemeriksaan pertama kamu menyampaikan bahwa kamu yang menembak?” Listyo bertanya. Richard mengaku takut kepada Ferdy dan takut terjadi hal tak diinginkan karena ia berencana segera menikah.

Richard lalu menuliskan pengakuan dan kronologi pembunuhan Brigadir Yosua. Menurut Listyo Sigit, Richard menulis lama sekali. Ia butuh enam jam menuangkan kesaksiannya. “Setelah itu baru dituangkan di berita acara pemeriksaan dan disumpah,” kata Listyo.

Dalam pemeriksaan lanjutan, Richard menambahkan fakta lain. Ia mengaku menembak Yosua atas perintah Ferdy. “Dia juga menyampaikan bahwa FS ikut menembak,” ucap Listyo.

Menurut Richard, Ferdy Sambo langsung masuk ke rumah dinas saat tiba sekitar pukul 17.11 pada Jumat sore itu. Ia mengajak Yosua yang sedang berada di teras ikut masuk. Sementara itu, istrinya, Putri Candrawathi, masuk ke kamar.

Yosua kemudian diperintahkan berlutut menghadap pintu kamar mandi sebelah tangga lantai dasar. Tangannya berada di atas kepala. Richard mengaku berada di depan Yosua. Sementara itu, Ferdy berdiri di sebelahnya. Ferdy mengenakan sarung tangan hitam dan menggenggam pistol. Sementara itu, Ricky dan Kuwat berdiri di sisi kiri dan kanan Yosua.

Dari jarak sekitar dua meter, Richard melepaskan tembakan pistol Glock 17 miliknya sebanyak tiga kali. Menurut dia, tak ada pemukulan atau interogasi. Tubuh Yosua tersungkur. Ferdy, menurut Richard dalam keterangan kepada polisi, mengakhiri eksekusi itu dengan menembak dua kali bagian belakang kepala Yosua.

Setelah mengeksekusi Yosua, menurut Richard, Ferdy menembaki tembok di sekitar tangga sebanyak tiga kali. Setelah itu, ia mengoleskan sisa jelaga di sarung tangan hitamnya ke tangan Yosua. Menurut polisi, jelaga yang tertinggal di sarung tangan Ferdy menunjukkan ia menembak dari jarak 16 sentimeter lebih dari kepala Yosua. Olesan jelaga itu diduga untuk membuat alibi terjadi tembak-menembak.

Setelah pemeriksaan Richard selesai pada Jumat, 5 Agustus lalu, Jenderal Listyo Sigit meminta Ferdy datang ke Mabes Polri malam itu juga. Ferdy menolak dengan beragam alasan. Ia baru datang esok paginya, Sabtu, 6 Agustus lalu, pukul 8 WIB.  Dalam pemeriksaan itu, ia tetap membantah merencanakan pembunuhan bahkan ikut mengeksekusi Yosua. Hari itu polisi hanya menahan Ferdy di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat, dengan tuduhan pelanggaran kode etik merusak CCTV.

Para perwira polisi kembali memeriksa Ferdy di Mako Brimob dua hari kemudian atau pada Senin, 8 Agustus lalu. Dalam pemeriksaan saat itu, Ferdy akhirnya mengakui semua keterangan Bharada Richard. Kepada para pemeriksanya ia mengkonfirmasi bahwa perencanaan pembunuhan ia rancang di rumah Saguling, Pancoran. Ia juga mengakui mengenakan sarung tangan hitam saat peristiwa kematian Yosua.

Pengakuan dan sarung tangan ini yang meyakinkan polisi guna mengenakan pasal pembunuhan berencana kepada Ferdy Sambo. Menurut seorang perwira, sarung tangan itu menunjukkan Ferdy sudah berencana menghilangkan jejak kematian Brigadir Yosua. Hanya, sarung tangan itu kini entah di mana. “Dia buang di jalan,” tutur Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono yang memeriksanya.

•••

SETELAH Brigadir Yosua tewas, Brigadir Kepala Ricky Rizal dan Kuwat Maruf mengantar Putri Candrawathi ke rumah Saguling III pada Jumat, 8 Juli lalu, pukul 17.23. Saat meninggalkan rumah ini menuju rumah dinas, Putri terlihat mengenakan sweater hijau dan celana legging hitam. Saat tiba kembali ke rumah Saguling, ia sudah bersalin baju piyama hijau dengan celana pendek hitam.

Adapun Ferdy Sambo menelepon Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit dan Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan untuk datang ke Duren Tiga. Hendra dan Ridwan termasuk 31 perwira polisi yang dihukum melanggar kode etik karena terlibat menghilangkan barang bukti dan menghalangi penyidikan kematian Brigadir Yosua.

Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 26 Juli 2022. /ANTARA /M Risyal Hidayat

Untuk menghilangkan jejak, Ferdy dan para ajudan serta pembantu rumahnya mengganti telepon seluler, termasuk milik Yosua, dengan iPhone13 Pro. Menurut polisi, pergantian ini berlangsung pada Kamis, 14 Juli lalu. Hingga kini, para perwira Mabes Polri anggota tim khusus penyelidikan kematian Yosua bentukan Jenderal Listyo Sigit tak menemukan semua telepon seluler Yosua dan para ajudan serta pembantunya.

Tak cukup sampai di situ, beberapa hari setelah kematian Yosua, Ferdy memanggil Ricky, Kuwat, dan Richard. Ia berjanji memberi uang jika penyidikan kematian Yosua kandas. Richard akan menerima Rp 1 miliar, sedangkan Ricky dan Kuwat masing-masing sebesar Rp 500 juta.

Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pengungkapan pembunuhan Brigadir Yosua sudah mencapai puncak karena telah sampai pada penetapan Ferdy Sambo dan para ajudannya sebagai tersangka. “Ferdy Sambo anggota saya, Yosua juga,” ujarnya. “Saya harus menegakkan kebenaran dan menjaga muruah institusi.”

Kuasa hukum Ferdy dan Putri, Arman Hanis, enggan mengomentari tuduhan kliennya memerintahkan pembunuhan Yosua. Ia sempat membacakan surat permintaan maaf Ferdy selepas mengaku merencanakan pembunuhan Yosua. “Tim kuasa hukum masih berfokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait dengan perkembangan kasus ini,” kata Arman.

MAHARDIKA SATRIA HADI, SETRI YASRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus