Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Puluhan industri membuang limbah cair ke Bengawan Solo.
Kebutuhan air bersih warga terganggu.
Pencemaran meningkat pada musim kemarau.
SETIAP kemarau tiba, Kepala Hubungan Masyarakat Perusahaan Daerah Air Minum Surakarta Bayu Tunggul Pamilih resah. Setiap hari ia bersama rekan-rekannya mesti bergantian mengamati kondisi air Sungai Bengawan Solo yang masuk ke instalasi pengolahan air perusahaannya. Saat debit air sungai terpanjang di Jawa itu berkurang, tingkat pencemarannya meningkat. “Hari ini saja kami sudah menghentikan operasional pengolahan air selama beberapa jam karena parahnya pencemaran,” ujar Bayu pada Jumat, 28 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghentian instalasi pengolahan air mengakibatkan pelayanan air bersih kepada sekitar 16 ribu pelanggan terganggu. Bukan hanya belasan ribu warga Solo yang kelimpungan, para pegawai PDAM Solo juga kelabakan karena mesti mengambil air dari tempat pengolahan air lain dengan truk tangki dan mengirimkannya ke pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bengawan Solo berhulu di Pegunungan Sewu, sebelah barat daya Surakarta, Jawa Tengah. Sungai ini membentang sepanjang 600 kilometer, melintasi 21 kabupaten dan kota hingga bermuara di utara Surabaya, Jawa Timur. Setidaknya terdapat delapan perusahaan pengolahan air minum yang menggantungkan pasokan airnya dari Bengawan Solo. Seperti PDAM Surakarta, perusahaan pengolahan air minum di daerah lain juga kelimpungan akibat tingginya tingkat pencemaran di Bengawan Solo.
Salah satu sumber pencemaran Kali Bengawan Solo adalah industri-industri yang berdiri di dekat daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo ataupun anak sungainya di Karanganyar dan Sukoharjo, dua kabupaten tetangga Surakarta. Di dua kabupaten yang berada di zona hulu dan tengah aliran Kali Bengawan Solo ini terdapat puluhan industri yang membuang limbah ke sungai.
Di Karanganyar, pencemaran paling parah terjadi di Sungai Sroyo, yang bermuara ke Bengawan Solo. Sungai sepanjang 14,68 kilometer ini adalah sungai tadah hujan atau hanya mengalir pada musim hujan. Selama bertahun-tahun sungai ini difungsikan sebagai tempat pembuangan air limbah industri. Pada musim kemarau, airnya berwarna hitam dan berbau tak sedap.
Kondisi di Sukoharjo tidak lebih baik. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo, terdapat 85 industri yang membuang limbah ke Sungai Langsur, yang juga bermuara ke Bengawan Solo. Sebagian industri itu tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah.
Sungai lain yang mengalirkan limbah ke Bengawan Solo di Sukoharjo adalah Kali Samin. Saat ini ada 147 rumah produksi minuman keras lokal atau ciu yang membuang limbah tanpa pengolahan ke sungai. Tahun lalu, PDAM Surakarta sempat berhenti beroperasi selama satu pekan gara-gara sungai berbau alkohol.
Ketua Paguyuban Pengrajin Alkohol Mojolaban Sukoharjo, Sabariyono, mengatakan rumah produksi ciu sudah berupaya mengolah limbah menjadi pupuk. Namun ada sebagian yang belum mampu mengolah limbah karena tidak sanggup menanggung biaya.
Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo sempat membuat desain instalasi pengolah limbah untuk industri rumahan itu pada 2019. Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran Rp 17 miliar. Namun rencana itu kandas karena anggaran kementerian dipangkas untuk penanganan wabah Covid-19.
Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan butuh kerja sama semua pemerintah daerah dan pusat untuk memulihkan Bengawan Solo. Adapun Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law Fajri Fadhillah mendesak pemerintah menindak industri pencemar sungai. “Pemerintah bisa menghentikan paksa pembuangan limbah industri yang melanggar aturan,” tuturnya. Jika pemerintah tidak kunjung bertindak, kata Fajri, “Warga yang merasa terganggu oleh pencemaran bisa mengajukan gugatan.”
ZAKKI AMALI UNTUK TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo