BANDAR judi dari Tanah Sereal akhirnya diadili. Pria muda berpotongan cukong itu muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin pekan ini, dengan baju dan celana serba hitam. Dia inilah Sie Hiong Lie alias Ong Lie, 29, bandar judi yang disebut-sebut punya omset sampai Rp 1 milyar sebulan. Oleh jaksa ia dituduh menyelenggarakan perjudian setidaknya sejak 1983. Orang ini konon menyediakan rumahnya di Tanah Sereal, Jakarta Barat, untuk kegiatannya itu. Di antaranya: judi hwa hwe, rolet, dadu koprok, Toto Singapura, dan buntut Undian Harapan. Untuk menggelindingkan bisnis haramnya itu, Ong Lie dikabarkan mempunyai kaki tangan berupa 30 agen dan sekitar 300 pengecer. Saat digerebek, di rumah bertingkat tiga yang semua pintunya diperkuat dengan plntu besi, memang ditemukan alat judi rolet dan beberapa alat judi lain. Tapi, di persidangan uang yang bisa dijadikan barang bukti oleh jaksa hanya berjumlah sekitar Rp 300 ribu. Terdiri dari uang pecahan Rp 100. Penggerebekan atas Ong Lie, Februari lalu, terjadi secara besar-besaran. Sekitar 70 anggota polisi plus empat perwira menengah dari Polda Jakarta dipimpin Mayor Zyaeri (kini letnan kolonel), ketika itu tumplek mengepung kediaman tersangka. Zyaeri agaknya tak ingin kebobolan. Sebab, berdasar informasi yang masuk, Ong Lie tergolong orang kuat yang mempunyai cukup banyak pelindung. Rumahnya yang bertingkat tiga, menurut Zyaeri ketika itu, sudah mirip sebuah kerajaan dengan penjagaan yang berlapis-lapis. Untuk masuk ke dalam, orang harus melewati pintu gerbang satu-satunya. Tak mudah orang bisa naik ke lantai atas, karena sengaja dipasangi teralis. Ada lagi pintu kecil, yang menurut dugaan polisi adalah pintu rahasia. Waktu itu polisi, toh, bisa menangkap Ong Lie beserta kira-kira 34 kaki tangannya. Beberapa di antara mereka kini ikut diadili. Mereka bisa ditangkap karena penyergapan dilakukan setelah melalui penyidikan yang cukup matang. Seorang informan polisi, Anton, mengaku diselundupkan ke sarang Si Lie sampai dua bulan lebih. Karena itu, kata Anton, ia tahu persis bagaimana judi itu diselenggarakan. Ong Lie, katanya, hanya menanamkan modal dan tak terjun langsung. Yang mengelola, termasuk menggaji karyawan, adalah istrinya, Ho Siu Chen, 26. Lalu dua orang bernama A Him Botak dan A An merupakan orang kepercayaan, yang konon digaji Rp 75 ribu dan Rp 25 ribu sehari. Saat penggerebekan terjadi, Anton mengaku ikut serta. "Sayalah yang menunjukkan tempat penyimpanan kupon judi," katanya kepada TEMPO. Pembela Ong Lie, Budi Kelana Sosrosubroto, menyatakan, saat penggerebekan terjadi, dari rumah kliennya ikut dirampas uang tunai Rp 7,5 juta, 8 ribu dolar Amerika, dan 4 ribu dolar Singapura. Juga uang Rp 5 ribu milik pembantu ikut diambil, Ditambah lagi ikut disita sebuah tape mobil, tujuh buah BPKB, sejumlah kuitansi, satu unit pesawat Starko, dan sebuah cincin emas bermata giok. Menganggap penangkapan terhadap Ong Lie tidak melalui prosedur yang benar, Budi lalu mempraperadilankan polisi. Dalam gugatan tersebut, Budi meminta agar uang dan benda milik Lie dikembalikan. Gugatan praperadilan itu kemudian dicabut kembali. Ong Lie, kata Budi, terpaksa membatalkan tuntutannya karena merasa ada yang menekan. Ong mengaku, ia sangat sedih. Bukan karena dituduh menjadi bandar judi. Tapi karena cincin giok kesayangannya diambil petugas. Ia menganggap cincin itu semacam jimat, pemberian neneknya dulu. "Dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun, cincin itu tidak saya jual. Tanpa cincin itu, apalah artinya hidup saya?" katanya kepada TEMPO. Ong Lie, tinggi 165 cm dan berat 71 kilogram, mengaku asal Medan. Ia anak kedua dari enam bersaudara, yang hanya sekolah sampai kelas II SD. Dalam usia 14 tahun, setelah ayahnya meninggal, ia merantau ke Jakarta. Di Ibu Kota ia pernah menjalani hidup sebagai tukang parkir, penyemir sepatu, dan menjadi pengantar makanan di perusahaan catering. Ia sempat balik ke Medan dan menjadi petugas keamanan di tempat perjudian. Tahun 1983, ia balik lagi ke Jakarta dan mengadu untung dalam bidang jual beli mobil. Tahun lalu, 1985, ia mengaku mulai merintis usaha pembenihan udang di Jawa Tengah, berkongsi dengan tiga orang kawannya. Tapi, katanya, usaha utamanya memang jual beli mobil. Dan sesekali, bila untung besar, ia pesiar ke Hong Kong atau Macao. "Saya tidak pernah mengadakan perjudian," kata ayah dua anak yang pandai meniup seruling dan gemar memelihara burung, monyet, dan ikan hias itu - hobi yang tak murah. Terdakwa menduga, ia diperkarakan karena dulu pernah berselisih dengan seorang pemilik panti pijat internasional di Mangga Besar, yang konon sering mendatangkan "artis" dari Hong Kong. Letkol Zyaeri tak hendak menanggapi ucapan Ong Lie ini. Namun, tentang uang dan barang yang dikatakan diambil dari rumah Lie, ia membantah. "Boleh saja dia berkata begitu. Yang jelas, kalau ada anak buah saya yang mengambil pasti akan ketahuan. Sebab, yang tidak kebagian 'kan tentu akan bernyanyi - membuka rahasia," katanya kepada TEMPO. Dan sejauh ini, memang tak ada yang bernyanyi. Tapi, kata Zyaeri - yang kini menjabat Kepala Dinas Kriminil Narkotik Polda Jakarta, polisi kemudian memang mengembalikan barang yang diambil, yang tak ada hubungan dengan perkara perjudian. Barang tersebut berupa sebuah arloji dan tiga buah cincin emas bermata blue safir dan giok - yang terakhir ini, mungkin "jimat" Ong Lie. Surasono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini