Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 24 Desember 2024. Hasto dijerat oleh kasus suap yang melibatkan DPO KPK Harun Masiku terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suap itu guna meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan enam tersangka. Terbaru adalah Hasto dan Donny Tri Istiqomah, anggota tim hukum PDIP yang merupakan orang kepercayaan Hasto. Lainnya adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio, mantan anggota Bawaslu sebagai penerima suap, kemudian Harun Masiku dan Saeful Bahri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pegang Uang Suap Harun Masiku
Mantan penyidik KPK yang dulu menangani kasus ini, Ronald Paul Sinyal mengatakan, nama Hasto sebenarnya sudah muncul dalam pemeriksaan 2020 lalu. Menurut Ronald, hampir 50 persen dari uang suap yang diberikan Harun Masiku kepada komisioner KPU Wahyu Setiawan diduga merupakan uang Hasto.
"Seingat saya berdasarkan keterangan salah satu tersangka, dari Rp 1 miliar itu hampir setengahnya dari Hasto," ujar dia kepada Tempo, Rabu, 25 Desember 2024.
Ronald hanya sebentar memegang kasus itu karena ia tersingkir bersama 74 pegawai KPK lain dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 2021 lalu. Ronald mengatakan saat itu Wahyu mengaku menerima uang Rp 1 miliar dari Harun Masiku. Sementara keterangan sebagian uang berasal dari Hasto keluar dari Saeful Bahri yang saat itu juga ditetapkan sebagai tersangka. Saeful merupakan mantan kader PDIP sekaligus pengacara dari partai banteng tersebut. Atas perkara ini, Saeful divonis 20 bulan penjara. Kini ia sudah bebas.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, juga mengatakan hal serupa. Setyo menuturkan, berdasarkan penyidikan KPK, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto.
“Uang suap sebagian dari HK, itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Tahan Surat Pelantikan
Menurut Setyo, Hasto sempat menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR dan memintanya mundur setelah pelantikan. "HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Namun hal tersebut ditolak oleh Riezky," kata Setyo.
Perintahkan Harun Masiku Melarikan Diri
Ketika KPK hendak melakukan operasi tangkap tangan, kata Setyo, Hasto memerintahkan Harun Masiku melarikan diri. "Pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nurhasan menelpon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri," kata Setyo.
Setyo mengatakan KPK menjerat Hasto Kristiyanto dengan dua perkara yakni perkara suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Untuk perkara suap, KPK menjerat Hasto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara kasus perintangan penyidikan Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jihan Ristiyanti dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Peluang KPK Periksa Megawati untuk Usut Kasus Hasto Kristiyanto