Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sakit Gigi Alibi Tommy

Ada bau suap dan teror di balik ingkarnya para saksi kasus Tommy Soeharto. Kok, penegak hukum terus mendiamkan gejala mencolok begitu?

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGI-lagi Tommy Soeharto menunjukkan dirinya lebih super ketimbang hukum. Hanya dengan dalih sakit gigi, Kamis pekan lalu, putra bungsu mantan presiden Soeharto itu bisa tak menjadi saksi. Padahal, sebelumnya ia sudah dua kali tak muncul di persidangan Dody Hardjito di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu juga dengan alasan sakit di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Dody termasuk terdakwa yang dituduh terlibat perkara Tommy dalam kasus senjata api, bom, pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, dan buron. Hebatnya, jurus sakit Tommy ditiru pula oleh saksi lainnya, antara lain Hetty Siti Hartika. Padahal, kewajiban menjadi saksi sudah diharuskan oleh undang-undang. Sudah begitu, Hetty, yang diduga memberikan kesaksian bohong dalam persidangan Tommy, sepertinya tak merasa perlu takut ditindak oleh penegak hukum. Jelas, dagelan hukum itu amat mencolok mata. Namun penegak hukum, entah hakim, jaksa, ataupun polisi, seperti membiarkan. Tidakkah mereka sungguh-sungguh berkaca pada rentetan kejadian lama? Misalnya, pada persidangan Nur Usman tahun 1980-an, yang sampai 13 kali tak menghadiri sidang dengan dalih sakit, padahal kenyataannya ia cuma merekayasa surat keterangan sakit dari dokter di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta. Boleh dibilang, taktik sakit merupakan jurus berikutnya yang dilancarkan Tommy setelah berhasil "menguasai" para saksi. Sebelumnya, banyak saksi kasus Tommy ramai-ramai mencabut keterangan mereka di berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian. Saksi yang menyangkal isi BAP-nya antara lain Hetty Siti Hartika dan Dody. Setelah itu, saksi Rahmat Hidayat juga menyangkal BAP-nya. Rahmat pernah menjadi satpam di Apartemen Cemara, tempat ditemukannya berbagai senjata api yang diduga milik Tommy. Kata Rahmat, paraf dan tanda tangan di BAP itu berbeda dengan paraf dan tanda tangan miliknya. Pencabutan BAP itu dilakukan Rahmat sewaktu menjadi saksi di persidangan Tommy di Hall B arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Rabu dua pekan lalu. Rahmat menjadi saksi lantaran ia ikut menyaksikan dibukanya brankas berisi pelbagai dokumen dan surat yang diduga milik Tommy, di Apartemen Cemara. Ternyata penyangkalan BAP dilakukan pula oleh saksi Tatang dan Laimin, dua rekan Rahmat sesama satpam Apartemen Cemara. Tiga hari kemudian, Rahmat dicokok polisi. Setelah itu, tak dinyana, Rahmat "bernyanyi". Satpam yang bergaji Rp 710 ribu sebulan ini mengaku mencabut BAP setelah "dinasihati" oleh pengacara Tommy, Elza Syarief (lihat BAP-nya Bener Tuh). Tapi Elza membantah tegas pengakuan Rahmat dan tudingan ke alamatnya itu (lihat pula Antara Kemasyhuran dan Kelicikan). Elza juga menegaskan bahwa pihak Tommy ataupun tim pengacara Tommy tak pernah merekayasa skenario agar para saksi mencabut BAP. Berbeda dengan Rahmat, yang pen-cabutan BAP-nya berbau isu suap, pencabutan BAP Hetty dan Dody, menurut pengakuan mereka, lantaran dulu—sebelum Tommy tertangkap—dipaksa, diancam, dan disiksa polisi. Belakangan Dody mengaku mencabut BAP karena sewaktu diperiksa polisi kondisinya kurang baik. Jadinya, "Keterangan saya ada yang benar, ada yang tak benar," ujar Dody di hadapan majelis hakim yang diketuai Amiruddin Zakaria di per-sidangan Noval dan Mola, juga terdakwa kasus Tommy, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi seseorang yang dekat dengan Dody mengabarkan bahwa alasan pencabutan BAP Dody bukan lantaran dulu takut pada polisi, namun lebih karena sekarang jeri pada Tommy. Tilik saja, dalam setiap persidangan Dody, banyak orang Tommy selalu datang. "Di penjara Cipinang juga siapa yang bisa menjamin kalau Dody tak didatangi anak buah Tommy?" kata sumber itu. Namun Dody bersikeras mengaku tak pernah bertemu Tommy ataupun orang-orang suruhan Tommy di penjara Cipinang. Ia juga membantah dugaan bahwa Tommy mengancam ataupun meneror diri dan keluarganya. Toh, sewaktu dihubungi Y. Tomi Aryanto dari Tempo News Room, Dody sepertinya kurang berminat ketika ditanya lebih lanjut soal Tommy. Entah sikap itu berhubungan atau tidak dengan adanya anak buah Tommy, Dion Hardy, serta dua rekannya yang berbadan kekar yang selalu menempel Dody. Yang jelas, Dody juga ditemani terus oleh pengacaranya, Erman Umar. Sekalipun begitu, Erman Umar tetap menandaskan bahwa Dody menyangkal isi BAP-nya, yang antara lain menyebut bahwa Dody mengetahui rencana pembunuhan Syafiuddin. "Dody hanya berhubungan dengan Tommy dalam urusan penyewaan rumah di Alam Segar, Pondok Indah," kata Erman Umar. Hps., Ardi Bramantyo, dan Dara Meutia Uning

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus