Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri akan memulai proses penyidikan terhadap kasus dugaan pemalsuan 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi. Status penanganan kasus laporan yang diadukan oleh Kementerian ATR/BPN itu naik ke tahap penyidikan setelah Bareskrim Polri menghelat gelar perkara pada kemarin sore.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menaikkan status, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan telah mengantongi terduga tersangka dalam kasus ini. “Untuk Segarajaya kami sudah mempunyai suspek tersangka,” ujar Djuhandhani Rahardjo Puro, kepada wartawan, di gedung Bareskrim Polri, pada Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, Djuhandhani enggan panjang lebar soal calon tersangka itu. Alasannya karena mereka berpedoman terhadap asas praduga bersalah. “Kita juga menjaga agar penyidikan bisa tetap profesional.” Untuk menetapkan tersangka, kata Djuhandhani, mereka juga akan melakukan pembuktian melalui alat bukti dan juga proses saintifik.
Djuhandhani mengatakan, saat ini Dirtipidum sedang melengkapi administrasi penyidikan dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa penuntut umum. Mereka juga akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan melakukan upaya-upaya paksa lain. Selain itu, penyidik juga masih menanti hasil pengujian laboratorium forensik terhadap sejumlah barang bukti.
“Kita melaksanakan penyidikan step by step dan juga kami juga maunya cepat semuanya segera terungkap,” tutur dia.
Sebelumnya, Djuhandhani mengatakan bahwa dugaan modus operandi dalam kasus pagar laut Bekasi adalah adalah mengubah data 93 SHM. Pengubahan data dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, diubah menjadi nama pemegang hak baru secara tidak sah.
Selain nama, terduga pelaku juga mengubah data luas tanah dan lokasi objek sertifikat. Perubahan luas tanah secara ilegal itu menyebabkan adanya pergeseran wilayah yang sebelumnya di darat, menjadi di laut.
“Sebelumnya sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luas yang lebih besar,” katanya seperti dikutip Antara.
Sementara untuk kasus HGB di laut Bekasi, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, ada dua perusahaan yang memiliki SHGB di Desa Huripjaya, Babelan, Bekasi. Perusahaan pertama adalah PT Cikarang Listrindo (CL), dengan sertifikat yang terbit pada 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018. "Inisial PT CL 78 bidang, luasnya 90 hektare," kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR di Senayan pada Kamis 30 Januari 2025, seperti dikutip Antara.
Kemudian, perusahaan kedua yang punya SHGB di laut Bekasi adalah PT MAN. Perusahaan ini diketahui memiliki 268 bidang dengan luas 419,6 hektare yang terbit pada 2013, 2014, dan 2015. "Setelah kami analisis memang ini sebagian besar ada di luar garis pantai," kata Nusron.
Pilihan Editor: Kasus Pagar Laut Bekasi Naik ke Tahap Penyidikan