Jika sewaktu masih memegang jabatan orang tak terbiasa menggunakan otak, itulah jalannya menuju pikun pada masa pensiun. PEJABAT yang loyo setelah memasuki hari pensiun ternyata tak selalu akibat kehilangan kekuasaannya. Pangkal post-power syndrome ini sangat mungkin terletak pada kegiatan otak. Bila pada saat masih memegang jabatan orang tak mempunyai tradisi berpikir, apalagi pada masa pensiunnya. Hasil penelitian lima tahun terakhir membuktikan ada hubungan ketuaan dengan kegiatan otak. Manula (manusia lanjut usia) yang tingkat aktivitas mentalnya tinggi, seperti manajer, negarawan, intelektual, umumnya bisa aktif sampai usia lanjut. Mereka tak cepat uzur berkat tantangan yang terus-menerus menggunakan pikirannya. Ini dibuktikan neurolog Dr. John Stirling Meyer dari Baylor College of Medicine, Houston, Amerika Serikat. Penelitiannya itu dipublikasikan beberapa waktu lalu, hasil pengamatan yang intensif selama lima tahun terhadap kegiatan 94 sukarelawan usia 65 tahun. Sepertiga responden Meyer itu tidak pensiun dan tetap bekerja di bidangnya. Sepertiga lagi pensiun, tapi mempertahankan kegiatan yang berkaitan dengan belajar dan berpikir. Sisanya menikmati masa pensiun seraya ongkang-ongkang. Pada tahun keempat penelitian, terlihat kemunduran mutu hidup pada pensiunan yang tidak punya tradisi berpikir. Pemeriksaan klinis menunjukkan volume darah ke otak menurun. Tes IQ juga memperlihatkan kemunduran daya pikir. Kondisi mental mereka pun rata-rata tak stabil, sering pesimistis dan tidak bahagia. Pentingnya aktivitas mental bagi manula juga dibuktikan para ahli gerontologi (ilmu tentang manula) di Prancis. Lembaga dana pensiun di negara ini sampai membiayai penyelenggaraan latihan menjaga kebugaran otak bagi para pesiunan. Prinsip cerebral fitness yang disusun psikolog dan gerontolog ini sederhana: memberikan tantangan terus-menerus pada otak. Pada latihan itu kelompok pensiunan yang terdiri dari 20 sampai 25 orang diminta melakukan diskusi tetap. Salah satu latihannya, membahas berita-berita sepekan. Membaca secara tetap mingguan berita menurut perancang latihan, bisa menjaga rasa ingin tahu. Mendiskusikan berita membuat daya analisa para manula tetap aktif. Pensiunan itu juga secara tetap dilatih mempertahankan memori. "Memori adalah puncak gunung es aktivitas mental," kata Jocelyne de Rotrou, psikolog dan salah satu perancang latihan itu. Menurut de Rotrou, latihan memori melibatkan berbagai aktivitas mental, persepsi, konsentrasi, imajinasi, reasoning, dan daya ungkap. Hubungan antara memori, ketuaan, dan degenerasi otak, menurut de Rotrou, salah satu misteri otak yang baru saja terungkap. Hasil penelitiannya ini dipublikasikan dalam Science Times, bulan lalu. Dalam pada itu, hasil penelitian mutakhir di University of California San Diego, John Hopkins, dan University of Washington, Amerika Serikat, secara umum membangun pemahaman baru mengenai memori. Para peneliti menemukan kendali memori jangka panjang ternyata berada di bagian bawah otak sebelah dalam, yang disebut hippocampus. Hippocampus memang dikenal sebagai bagian otak yang peka pada degenerasi. Sel-sel sarafnya paling cepat rusak ketika otak kekurangan oksigen. Bila sektor ini cedera -karena menurunnya volume oksigen ke otak -memori sulit dipanggil kembali. Inilah gejala pikun. Penelitian-penelitian terdahulu menyimpulkan memori pada otak disimpan tidak terpusat, melainkan tersebar di berbagai bagian otak. Ada benarnya, namun dalam penelitian mutakhir terungkap bahwa hippocampus yang mengendalikan penyimpanan tersebar itu. Memori yang tersimpan di hippocampus hanya "kode" memori terpadu, yang bagian-bagiannya disimpan tersebar tadi. Hippocampus menyimpan bagian paling penting, yaitu basis data yang berkaitan dengan fakta dan peristiwa. Memori hasil persepsi, yang berasal dari pengamatan, pencerapan, dan observasi, disimpan menyebar. Basis data yang disimpan di hippocampus membawa kode semua elemen memori yang tersebar. Sistem kodenya belum diketahui sampai kini. Namun, kode ini diketahui mengandung kesan emosional yang diberikan amydala, organ kecil di ujung hippocampus. Pemanggilan kembali memori mula-mula dengan memanggil salah satu kode elemen memori yang tersebar. Melalui amydala yang menyimpan catatan emosional, terjadi hubungan dengan kode lainnya. Setelah tahap ini, hippocampus melakukan pengumpulan seluruh elemen memori dan mengeluarkan memori terpadu. Penyusunan memori, pembentukan kode, dan hubungannya dengan daya ingat terjadi melalui proses berpikir intelektual. Kualitasnya berbeda-beda pada tiap individu. Kemampuan kognitif (pemahaman) dan tingkat keaktifan otak mempunyai pengaruh besar pada bentuk penyusunan ini. Kemampuan kognitif otak, menurut Ronald L. Graham, bisa dilatih dengan cara belajar, terus-menerus. Top executive AT&T Bell Laboratories ini dikenal sebagai manajer yang mampu belajar apa saja. Selain ulung dalam manajemen, ia ahli matematik, pemain piano, dan juara pingpong. Pada usia 55 tahun Graham masih bersemangat mempelajari bahasa Jepang, bahasa Cina, melempar bumerang, loncat trampoline, dan seni sulap. "Esensi belajar adalah mempelajari bagaimana cara belajar," katanya. "Sekali Anda berhenti belajar, Anda akan memasuki proses kematian." Bos macam Graham tak cemas bakal kena post-power syndrome. Pada masa pensiun, paling tidak, ia bisa menjadi pemain sirkus. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini