Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Belang Annas di Lancang Kuning

Annas Maamun giat membangun "dinasti politik" dan menumpuk pundi-pundi. Lawan politiknya memandang pria itu sebagai pejabat "bertangan besi".

6 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tertangkapnya Annas Maamun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi disambut dengan sukacita oleh sebagian warga Riau. Cara mereka mempertunjukkan kegembiraan bermacam-macam. Ada yang mencukur kepalanya sampai plontos, datang ke kantor bupati memakai sarung, atau berkeliling kota sembari bertelanjang dada. Ada pula yang menggelar Yasinan sembari memberi makan anak yatim. "Saya nazar dibotaki bila Annas ditangkap KPK," kata Indara, warga Kabupaten Rokan Hilir, Senin pekan lalu. Rambut di kepalanya sudah tandas dibabat pisau cukur.

Sebelum ditangkap KPK, perjalanan karier Annas tengah menanjak. Pernah menjadi guru, karier politik Annas mulai melejit ketika dia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis pada 1997. Saat itu dia didapuk sebagai Ketua Fraksi Karya Pembangunan DPRD Kabupaten Bengkalis.

Pada 2001, politikus Partai Golongan Karya itu kembali maju sebagai anggota DPRD. Kali ini ia berpindah ke Kabupaten Rokan Hilir. Annas menjabat Ketua DPRD Rokan Hilir hingga 2005. Lalu, pada 2006, bapak sepuluh anak itu terpilih menjadi Bupati Rokan Hilir. Annas kembali terpilih menjadi Bupati Rokan Hilir untuk periode kedua pada 2010. Puncaknya, pada Februari lalu, Annas dilantik menjadi Gubernur Riau.

Annas tak melejit sendirian. Sejak menjadi Bupati Rokan Hilir, dia dikenal gemar menarik anggota keluarganya untuk memperkuat "klan" politiknya. Erianda, anak keempat Annas, misalnya. Saat Annas menjabat bupati, Erianda diangkat sang bapak sebagai Kepala Seksi Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rokan Hilir. Ketika Annas naik jadi gubernur, Erianda pun menjadi Wakil Bupati Rokan Hilir.

Beberapa pekan setelah dilantik sebagai gubernur di "Negeri Lancang Kuning", Annas "memboyong" sanak familinya dari Rokan Hilir untuk, lagi-lagi, memperkuat barisan politik di Pekanbaru. Fitriana, putri kedua Annas, ditunjuk sebagai Kepala Seksi Mutasi dan Nonmutasi Badan Kepegawaian Daerah Riau. Adapun Winda Desrina, anak kesembilan, dilantik menjadi Kepala Seksi Penerimaan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Riau. Putra bungsunya yang berumur 27 tahun, Noor Charis Putra, dijadikan Kepala Seksi Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum. Sebelumnya, mereka hanya menjabat anggota staf biasa di Rokan Hilir.

Menantu dan ipar tak ia lupakan. Dwi Agus Sumarno, menantu Annas, dijadikan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Sebelumnya, Dwi menjabat Direktur Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Rokan Hilir. Menantu Annas lainnya, Maman Supriadi, diberi jabatan sebagai Manajer Persatuan Sepak Bola Pekanbaru Riau. Adapun Syaifuddin, ipar Annas, menjabat Kepala Subbagian Tata Usaha Bagian Kas Daerah di Sekretariat Daerah Provinsi Riau.

Lahir di Bagansiapiapi 74 tahun lalu, Annas dikenal "ganas" dalam menghabisi lawan politiknya. Faisal Reza, pengusaha asal Kabupaten Rokan Hilir, mengaku pernah menjadi korban tangan besi Annas. Dalam pemilihan Bupati Rokan Hilir pada 2011, Faisal terang-terangan mendukung pasangan Herman Sani-Wahyudi P., yang melawan pasangan Annas Maamun-Andi Rachman. Akibat sikapnya itu, sanak saudara Faisal yang berstatus pegawai negeri dimutasi. Sedangkan yang berstatus pegawai honorer langsung diberhentikan. "Segala keinginan dia harus dituruti. Jika tidak, urusan kita akan dipersulit," ujar Faisal.

Mulyadi, mantan Camat Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, punya pengalaman hampir sama. Kejadiannya berawal ketika istri Mulyadi mendaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2009. Kala itu Annas meminta Mulyadi membujuk istrinya agar bergabung dengan Partai Golkar. Namun, dengan alasan bahwa istrinya juga memiliki hak politik, Mulyadi menolak permintaan Annas.

Penolakan itu ternyata berbuntut panjang. Annas meminta bagian keuangan menahan gaji Mulyadi dengan alasan dia tak masuk kantorselama 102 hari. Mulyadi pun mempertanyakan bukti absensi, yang hingga kini tak pernah dia terima. "Mereka tak bisa menunjukkan bukti karena saya selalu masuk kantor," katanya. Belakangan, ia tahu bukti absensinya dimanipulasi. "Daftar hadir dimanipulasi dengan mengubah tanda tangan dan sidik jari," ujar Mulyadi, yang gajinya tak cair selama hampir empat tahun.

Kepala Biro Humas Pemerintah Rokan Hilir Hermanto menanggapi santai tudingan miring terhadap mantan atasannya itu. Menurut dia, penilaian baik atau buruk terhadap seorang pemimpin merupakan hal biasa. "Tergantung dari sisi mana menilainya," ucapnya.

Di luar kegiatan membangun dinasti, Annas rajin menambah isi pundi-pundi. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara di situs Komisi Pemberantasan Korupsi, dia memiliki total kekayaan Rp 12,418 miliar. Data terakhir diperbarui pada 1 Juni 2013, ketika Annas maju sebagai calon Gubernur Riau. Waktu itu jumlah hartanya hanya naik Rp 500 juta dibandingkan dengan harta dia ketika maju sebagai calon Bupati Rokan Hilir untuk periode kedua pada 2011.

Jumlah harta suami Latifah Hanum ini naik tajam sepanjang 2006-2011 ketika menjadi Bupati Rokan Hilir periode pertama. Pada awal menjabat, harta Annas yang dilaporkan hanya Rp 3,5 miliar. Di akhir periode jabatan, laporan kekayaan Annas membengkak jadi Rp 11,9 miliar.

Properti milik Annas berserakan di banyak tempat. Lelaki yang biasa disapa Atuk-dari kata "datuk"-itu memiliki rumah dua lantai di Jalan Belimbing, Kecamatan Tengkareng Timur, Pekanbaru. Rabu pekan lalu, rumah itu tampak sepi. Semua pintu dan jendela serta garasi yang bisa diisi dua mobil tertutup rapat. Pintu pagarnya digembok dengan rantai. "Sejak Pak Annas ditangkap, rumah ini sepi," kata Lely, pemilik warung nasi di depan rumah Annas.

Biasanya, menurut Lely, rumah itu selalu ramai dikunjungi tamu. Yang kerap keluar-masuk rumah itu antara lain Gulat Medali Emas Manurung, dosen di Fakultas Pertanian Universitas Riau, yang dikenal dekat dengan Annas.

Sejak dua tahun lalu, Annas membangun rumah megah di Jalan Duyung, Kecamatan Tangkerang Barat, Pekanbaru. Rumah dua lantai itu terletak di pinggir jalan utama. Saat Tempo menyambangi rumah itu, Selasa pekan lalu, enam pekerja tampak sibuk merampungkan bangunan tersebut. Dewi, warga sekitar, membenarkan kabar bahwa rumah itu milik Annas. "Tapi saya enggak pernah lihat Pak Annas langsung ke sini," ujarnya.

Annas juga memiliki sejumlah rumah toko. Misalnya dia memiliki ruko enam pintu di Jalan Paus, Kecamatan Tangkerang Barat, Pekanbaru. Didatangi pekan lalu, ruko itu tertutup rapat. Tak ada tanda-tanda aktivitas di dalamnya. Menurut Rully, warga setempat, ruko bercat kombinasi putih-hijau itu selesai dibangun beberapa bulan lalu.

Seorang pejabat di KPK mengatakan belum semua kekayaan Annas dilaporkan. Rumah di kompleks Citra Grand, Cibubur, tempat Annas ditangkap, misalnya, tak tercatat dalam laporan kekayaan dia. Rumah dua lantai itu dibangun di atas tanah seluas 500-an meter. "Bisa jadi rumah itu dibeli atas nama anaknya," kata pejabat KPK tersebut.

Febriyan (Jakarta), Riyan Nofitra (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus