Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Belum Terbitnya Sprindik Baru jadi Alasan KPK Tak Lanjutkan Perkara Sahbirin Noor

KPK sampai saat ini belum memproses kembali kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.

4 Januari 2025 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Muhidin ketika dilantik menjadi Gubernur Kalimantan Selatan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, 16 Desember 2024. Muhidin menggantikan Sahbirin Noor yang mengundurkan diri. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini belum memproses kembali kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor seusai memenangkan gugatan praperadilan pada Selasa, 12 November 2024. Bahkan KPK tak kunjung menjemput paksa Sahbirin Noor yang telah dua kali mangkir pada pemeriksaannya sebagai saksi tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, kasus Sahbirin Noor tak dilanjutkan karena penyidik belum menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik baru. "Yang jelas belum ada sprindik baru untuk saudara Sahbirin Noor," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perihal informasi adanya keengganan dua direktur di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK menerbitkan sprindik baru Sahbirin sehingga menyababkan penyidik tak kunjung menjemput paksa sang mantan gubernur Kalsel tersebut, Tessa mengaku tidak mengetahui. "Saya tidak mendapatkan informasi tersebut ya. Apakah ada info seperti itu? Tentunya nanti saja akan coba tanyakan," ujarnya.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo Edisi 15 Desember 2024, "Siapa Pelindung Sahbirin Noor di KPK", pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2024, menggelar rapat pengembangan kasus suap yang menyeret mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, pada pekan pertama Desember 2024. Rapat berlangsung beberapa pekan setelah dijatuhkannya vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Sahbirin pada 12 November 2024.

Status tersangka Sahbirin gugur karena paman kandung pengusaha batu bara terkenal Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam itu tak pernah diperiksa KPK. Penyidik meyakini Paman Birin—panggilan akrab Sahbirin Noor—menerima suap dalam tiga proyek di Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Mereka sudah menyusun daftar tersangka baru. Rapat itu juga membahas sikap KPK atas putusan praperadilan. Namun rapat berakhir tanpa penetapan Sahbirin sebagai tersangka untuk kedua kalinya. “Pembahasannya baru sampai tahap potensi penetapan tersangka baru,” kata Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Tempo pada Rabu, 11 Desember 2024.

Rapat tetap tak bulat memutuskan penaikan kembali status Sahbirin sebagai tersangka. Padahal penyidik dan sejumlah pemimpin KPK lain, termasuk Nawawi, meyakini Sahbirin terlibat suap. Komisi antirasuah bahkan mengklaim sudah mengantongi 152 bukti yang bisa menjerat Sahbirin. “Buktinya memang telak,” ujar Nawawi. Proses hukum Sahbirin berpotensi mandek karena pimpinan KPK akan berganti pada 20 Desember 2024.

KPK sebenarnya sudah menetapkan Sahbirin sebagai tersangka setelah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan pada 6 Oktober 2024. Ada enam orang lain yang menjadi tersangka. Dua di antaranya adalah pemberi suap, yaitu pengusaha bernama Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto. Empat lainnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Ahmad Solhan; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum sekaligus pejabat pembuat komitmen, Yulianti Erlynah; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad; dan Pelaksana Tugas Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean.

Keempat pihak lain dituduh menjadi pengepul rasuah untuk Paman Birin. KPK lewat OTT menangkap 17 orang dan menemukan uang Rp 13 miliar yang diduga akan diserahkan sebagai komisi kepada Sahbirin. Fulus dimasukkan ke amplop dan kardus. “Ditemukan kardus kuning dengan foto wajah ‘Paman Birin’ berisikan uang Rp 800 juta,” ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Sebelum melambung ke rapat pimpinan KPK, penyidik sebenarnya lebih dulu menggelar rapat untuk kembali menetapkan Sahbirin menjadi tersangka. Rapat di tingkat Kedeputian Penindakan dan Eksekusi itu digelar pada akhir November 2024. Rapat itu dihadiri Direktur Penyelidikan Brigadir Jenderal Endar Priantoro, Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu, dan Direktur Penuntutan Bima Suprayoga. Tapi rapat berlangsung alot.

Ditemui terpisah, dua pegawai KPK dan pihak lain yang mengetahui kasus ini mengatakan rapat itu mentok karena Endar Priantoro dan Bima Suprayoga pasang badan menolak penerbitan surat perintah penyidikan atau sprindik baru untuk Sahbirin. Adanya sprindik ini sekaligus menandakan Sahbirin akan menyandang status tersangka. Dalam rapat itu, Endar bahkan mengancam akan melaporkan para pihak yang ngotot menetapkan Sahbirin sebagai tersangka kepada polisi. Mereka akan dituduh melanggar hukum karena tak menaati putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Seusai rapat tingkat Kedeputian Penindakan dan Eksekusi itu, sejumlah penyidik menghadap Ketua KPK Nawawi Pomolango. Mereka mengadu bahwa penanganan perkara korupsi di Kalimantan Selatan terhambat akibat Endar dan Bima. Penyidik khawatir Sahbirin lolos lagi, padahal seharusnya sudah ditangkap pada awal Oktober 2024. KPK sebenarnya telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Sahbirin tertanggal 7 Oktober 2024. Pada saat bersamaan, komisi antirasuah mengajukan surat cegah ke luar negeri untuk Sahbirin kepada kantor keimigrasian.

Para penyidik itu dua kali menyambangi ruangan pimpinan KPK sampai akhirnya direspons Nawawi. Setelah ditemui, Nawawi langsung memutuskan menggelar rapat penyampaian pengembangan penyidikan kasus suap di Kalimantan Selatan. Namun itu bukan rapat ekspose perkara. Ia beralasan pimpinan KPK tak bisa mengadakan rapat gelar perkara sebelum pembahasannya tuntas di tingkat Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Rapat itulah yang berlangsung pada pekan pertama Desember 2024.

Nawawi beralasan rapat tak menghasilkan keputusan karena tak memenuhi syarat kuorum. Deputi Penindakan dan Eksekusi Inspektur Jenderal Rudi Setiawan tengah cuti berobat. Biro Hukum juga belum sempat memaparkan materi tentang putusan praperadilan Sahbirin.

Pegawai KPK yang mengetahui proses penanganan kasus ini mengatakan berkas perkara pemberi suap dinyatakan lengkap setelah diteken Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan. Padahal berkas ini seharusnya ditandatangani Direktur Penuntutan KPK Bima Suprayoga selaku jaksa yang berwenang menuntut perkara itu.

Bima berkukuh ogah merestui pelimpahan perkara korupsi di Kalimantan Selatan ke kejaksaan. Ia bahkan mengancam bakal mundur dari jabatannya bila penyidik ngotot memproses berkas penuntutan para tersangka. Kepada Tempo, Bima menjelaskan banyak hal soal kasus ini. Namun ia tak mau pernyataannya ditulis.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus