TRAGEDI Mina, 2 Juli 1990, yang menewaskan 1.600 jemaah haji, termasuk 700 syuhada Indonesia masih berbuntut. Harta, termasuk asuransi milik jemaah asal Bandung, Unang Sugandi dan istrinya Cucu Halimah, diperebutkan. Lima belas anggota keluarga Nyonya Cucu Halimah, Selasa pekan ini, saling gugat di Pengadilan Negeri Bandung karena merasa berhak memperoleh warisan almarhumah. Nyonya Cucu meninggal sehari setelah tragedi terowongan Al Muaisim, Mina, yang menewaskan suaminya. Cucu, 58 tahun, tak meninggalkan seorang anak pun. Di rumahnya, di daerah Sukaluyu, Bandung, tinggal tiga orang anak Ucah Sukarsah, saudara kandung almarhum Unang. Ketiga orang itu, Nyonya Nani Rohaeni, 34 tahun, dan dua adiknya, sejak kecil diangkat anak keluarga Unang Sugandi. Hatta, setelah Cucu meninggal, Nani dan kedua adiknya memperoleh santunan asuransi Rp 7,7 juta dari Arab Saudi dan Rp 5 juta dari Pemerintah, lewat Bank Rakyat Indonesia. Dasarnya surat keterangan Pemerintah Daerah Kotamadya (Pemda Kodya) Bandung bertanggal 21 Juli 1990. Mereka dinyatakan anak almarhumah, karena itu berhak sebagai ahli waris. Belakangan, muncul klaim dari 12 orang saudara sepupu almarhumah. Mereka, Djunaedi, 50 tahun dan sebelas saudaranya, anak-anak dari empat adik kandung ayah Cucu Halimah. Djunaedi bersaudara mengaku lebih berhak sebagai ahli waris. Dasarnya, surat keterangan Kantor Catatan Sipil Tasikmalaya, bertanggal 13 Agustus 1990. Berdasarkan surat itu, Djunaedi bersaudara memohon agar Pemda Kodya Bandung membatalkan keterangan waris Nani. Pada 14 September 1990, permohonan Djunaedi dikabulkan Pemda Kodya Bandung. Kok bisa? "Dalam urusan keterangan waris, kami kan pasif. Kami percaya pada itikad baik pemohon. Urusan tuntutan, ya, tanggung jawab pemohon," kata Nadi Sastrakusumah dari Pemda Kodya Bandung. Djunaedi kemudian maju ke Pengadilan Agama Bandung. Dan, pada 27 Maret 1991, Ketua Majelis Hakim Agama Somantri Syah menetapkan peringkat ahli waris almarhumah Cucu. Yang pertama, Nyonya Iti, saudara kandung almarhumah. Kedua, Djunaedi bersaudara. Sesudah itu baru Nyonya Nani dan kedua adiknya yang dianggap berhak berdasarkan surat wasiat almarhumah. Sayangnya, penetapan peringkat waris itu tak merinci porsi bagian masing- masing ahli waris. Konon, karena tak diajukan pemohon. Maka, terjadi rebutan setelah tak ada kesepakatan dalam menentukan jumlah bagian masing-masing. Melalui Pengacara Bobby Siahaan, Djunaedi bersaudara menggugat Nani. Sedangkan Nyonya Iti tidak turut berperkara karena, menurut Bobby, sudah pikun. Nyonya Nani diminta menyerahkan rumah di Jalan Sukaluyu, Bandung. Begitu pula peninggalan almarhumah, berupa perhiasan dan warisan lain dan uang asuransi, yang ditaksir total sekitar Rp 50 juta. "Kami hanya mencari kebenaran,"ucap Djunaedi. Ia menambahkan punya rencana menyumbangkan warisan itu ke mesjid, madrasah, panti asuhan, dan lain-lain. Sementara itu, Nyonya Nani menyatakan akan melakukan perlawanan. Ibu empat anak itu mengaku punya kartu truf menghadapi kubu Djunaedi. Tapi, ia enggan menjelaskan truf yang dimaksudnya. Hal lain, "Saya juga punya backing kuat, Allah Subhanawataala," ujarnya. Happy S. dan Taufik Abriansyah (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini