HATI-HATI bila anak sering berbohong. Kalau dibarengi kebiasaan membolos dan menurunnya prestasi di sekolah, anak Anda mungkin sedang terancam gangguan kepribadian. Padanya lagi tumbuh kepribadian antisosial, sebuah kondisi mental yang buruk dan sulit disembuhkan. Di lingkungan masyarakat, kepribadian ini adalah pangkal segala perilaku tidak terpuji. Kepribadian antisosial ini juga menjadi penyebab kecanduan narkotik. Dengan kata lain, kecanduan narkotik dan alkohol itu sebenarnya manifestasi gangguan kepribadian. Bukan sebaliknya. Ini dikemukakan Dr. Dadang Hawari dalam disertasinya yang berjudul Pendekatan Psikiatri Klinis pada Penyalahgunaan Zat, Hubungan antara Penyalahgunaan Zat dan Gangguan Kepribadian Anti-Sosial, Kecemasan dan Depresi dan Kondisi Keluarga di depan senat guru besar Universitas Indonesia awal Oktober lalu. Ia memperoleh predikat cum laude. Dadang meneliti selama lima tahun dengan mengamati 75 pencandu narkotik yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) sebagai sampel. Perilaku para pasien ini kemudian dibandingkan dengan perilaku 75 pasien bukan pencandu narkotik, sebagai grup kontrol. "Saya sudah lama tertarik mencari hubungan antara penyalahgunaan narkotik dan gangguan kepribadian," ujarnya. Dalam penelitiannya ia menemukan kesimpulan yang dicarinya. Memang benar, mereka yang memiliki kepribadian antisosial mudah menjadi morfinis. Penderita gangguan kepribadian ini mempunyai risiko 19,9 kali lipat bila dibanding dengan mereka yang punya kepribadian normal. Namun, tentu ada faktor lain. Misalnya mudah mendapat obat dan minuman keras. Dalam penelitian Dadang faktor ini juga terbukti memperbesar kemungkinan seseorang jadi pencandu obat dan minuman keras. "Kepribadian antisosial dikenal sebagai psychopatic personality," katanya. Dan kini semakin nyata gejalanya di tengah masyarakat kita. Meningkatnya jumlah pencandu narkotik dan alkohol bisa dikatakan salah satu indikatornya. Perubahan sosial yang mempengaruhi hubungan antarpribadi di lingkungan keluarga adalah salah satu penyebabnya. Gangguan kepribadian itu, menurut Dadang, sudah bisa kelihatan sejak usia sekitar 15 tahun. Di sekolah, tanda itu antara lain: biasa membolos, sering terlibat kenakalan remaja, berkali-kali dikeluarkan atau diskors karena berkelakuan buruk. Di rumah, anak ini biasanya dibayangi konflik. Cirinya yang paling menonjol adalah sifat pembohong. Ciri lain, punya permusuhan berkepanjangan dengan sesama saudara serta sering minggat. Di lingkungan pergaulan, perilaku remaja dengan kepribadian antisosial juga sangat tidak terpuji. Mereka mudah melakukan hubungan seks walau dengan kawan yang belum akrab. Ia juga suka mencuri dan merusak barang orang lain. Di samping itu, ia tidak peduli pada kepentingan orang lain, dan punya kecenderungan memanfaatkan hubungan baik bagi kepentingan diri sendiri. Khusus untuk pelajar, ada beberapa gejala gangguan kepribadian yang bisa dijadikan patokan. Gejalanya adalah prestasi sekolah turun terus-menerus, taraf kecerdasan yang jauh di bawah kemampuan umum, dan sering melawan orangtua, atau guru. "Bila tiga gejala ini terlihat nyata, seorang anak bisa dikatakan sudah memiliki kepribadian antisosial," kata Dadang Hawari. Pada masa dewasa -- di atas usia 18 tahun -- seseorang dengan kepribadian antisosial sulit bekerja tetap. Mereka gonta-ganti pekerjaan. Minatnya yang mula-mula menggebu mudah terganggu. Mengapa mereka menghentikan suatu kegiatan tak pernah jelas walau alasannya bermacam-macam. Mereka, akhirnya, lebih banyak menganggur meskipun sebenarnya mampu bekerja. Sebagai orangtua, mereka yang memiliki kepribadian antisosial tak mempunyai rasa bertanggung jawab. Anak-anak mereka umumnya telantar gizi dan kesehatannya. Ia sendiri -gemuk, anaknya kurus kering. Mereka juga tega membiarkan anak yang sedang sakit tidak terurus. Seperti di masa remaja, mereka sering keluyuran tak menentu, bahkan suka menghamburkan uang kebutuhan rumah tangga untuk keperluan diri sendiri. Kalau bepergian, mereka tidak pernah memikirkan anak yang ditinggalkannya di rumah. Di lingkungan masyarakat, mereka tidak mengikuti norma sosial yang berlaku. Agresif dan potensial dalam melahirkan konflik. Selain itu ia mudah marah, suka bertengkar, dan cenderung menyerang bila bersalah. Menurut Dadang Hawari, keadaan keluarga sangat berperan dalam terbentuknya kepribadian antisosial seorang anak. Dalam penelitiannya itu terungkap, mereka yang keadaan keluarganya berantakan punya risiko menjadi morfinis 7,9 kali dibandingkan dengan yang berasal dari keluarga baik-baik. Dalam hubungan antarpribadi, komunikasi ayah dan anak adalah faktor yang paling berpengaruh dalam menumbuhkan kepribadian antisosial. Pada penelitian Dadang Hawari, 53,3 persen penderita mempunyai hubungan yang sangat buruk dengan ayah mereka. Karena besarnya pengaruh keluarga, penyembuhan pencandu narkotik akibat kepribadian antisosial harus menyertakan keluarga. Dengan proses detoksifikasi kondisi fisik pencandu obat bisa disembuhkan dalam waktu tiga minggu. Sesudah itu, kecemasan, depresi, dan kerpribadian antisosialnya harus segera disembuhkan. Di sini partisipasi keluarga sangat berperan. Kalau tidak, ia akan jatuh lagi. Dadang Hawari mengakui tidak mudah mengatasi gangguan kepribadian antisosial. Terapi kejiwaan untuk mengatasinya memerlukan waktu paling tidak dua tahun. "Penyembuhan ini memerlukan disiplin keras dan sikap yang konsisten, karena penderitanya sering juga punya sikap keras, ngotot, dan suka mengancam," katanya. G. Sugrahetty Dyan K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini