Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Ketika liturgi dirasakan membatasi

Kebaktian kebangunan rohani atau persekutuan doa bersama makin berkembang di kota-kota besar di indonesia. biasanya dilakukan di luar gereja tanpa liturgi. gereja katolik masih mempelajari.

27 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR setahun Nyonya Susan tidak ke gereja. Tapi bukan berarti ibu rumah tangga 48 tahun ini tidak pernah mengikuti kebaktian. Hampir setiap minggu ia bersama 4.000 rekannya, baik dari kalangan Protestan maupun Katolik, berkumpul bersama mengikuti kebaktian yang diadakan oleh Yayasan Eclesia di Gedung Gelora Saparua, Bandung. Berbeda dengan acara di gereja yang selalu khidmat, di tempat ini kebaktian dilakukan tanpa liturgi (tata cara ibadah). Mereka itu, kata Susan, dibebaskan menyanyi, bertepuk tangan, bersorak sorai. Lihat saja, acara kebaktian di luar gereja itu suatu hari, seperti dilaporkan oleh Gindo Tampubolon dari TEMPO. Di mimbar tertata rapi sejumlah instrumen musik dari gitar listrik sampai drum -- bukan cuma organ atau piano tua seperti di gereja. Baik para pemain musik maupun jemaat berpakaian menurut selera masing-masing. Ada yang bersetelan dengan jas dan dasi, berbatik, banyak pula yang hanya ber-T-shirt. Yang membedakan dengan acara pertunjukan band, di samping pemain dan di tangan para hadirin adalah Alkitab. Lalu pembawa acara mengajak semuanya menyanyikan lagu pujian dan persembahan, diselingi pembacaan ayat-ayat Alkitab bersama-sama. Dalam menyanyi, jemaat tak cuma duduk tapi berdiri, bergandeng tangan, bertepuk, bersorak, dan melompat-lompat. Emosi dibiarkan lepas. Tiba-tiba terasa adanya kebersamaan dari semua yang hadir -- jemaat, musisi, dan pengkhotbah. Suasana jadi santai, jauh berbeda dengan kebaktian di gereja yang begitu formal. Kebaktian-kebaktian seperti ini -- disebut dengan Kebaktian Kebangunan Rohani, dan populer dinamakan persekutuan doa bersama -- terasa makin berkembang di kota-kota besar di Indonesia: Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Di Jakarta, misalnya, pada salah satu harian Ibu Kota dua pekan lalu, hanya di edisi hari itu saja terdapat delapan iklan undangan untuk mengikuti kebaktian penyegaran rohani. Tidak satu pun alamat dalam iklan itu menunjukkan gereja, melainkan nama gedung-gedung perkantoran atau Istora Senayan. Adakah gereja tak lagi bisa menampung mereka, atau sesuatu yang lain terjadi? Ramainya orang "berpindah" kebaktian dari gereja ke Kebaktian Kebangunan Rohani pertama kali muncul di Amerika Serikat pada 1960-an. Gejala ini, menurut Dr. Fridolin Ukur, yang pernah menjadi Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia periode 1985-1989, lahir dari keterasingan masyarakat industri karena kemajuan teknologi. Kemudian hal itu menyebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Dan pada 1970-an masuk ke Indonesia. Tak jelas, siapa pembawa pertamanya. Yang pasti, Jacob Nahuway, pendeta Gereja Bethel Indonesia, pada 1978 telah menyelenggarakan Kebaktian Kebangunan Rohani di Istora Senayan. Waktu itu hadir sekitar 15.000 jemaat. "Ibarat air menyiram tanaman, kebaktian ini menyegarkan kembali jemaat," kata Jacob tentang persekutuan doa bersamanya itu. Jacob tak menjelaskan mengapa kebaktian bersamanya menjadi sesuatu yang menyegarkan. Seperti sudah disebutkan, dilepaskannya liturgi formal tampaknya membuat jemaat justru lebih tersentuh rasa religiusnya. Tak lalu Kebaktian Kebangunan Rohani sepi dari kritik. Ada yang keberatan dari segi penyelenggaraan. Dengan kelonggaran untuk menyanyi dan lain-lain itu, apakah tak terbuka kemungkinan isi khotbah lalu menjadi nomor dua. Bila demikian, apakah pemilihan pengkhotbah masih mempertimbangkan bobot kedalaman teologi yang dimiliki? Paling tidak Pastor Alfons Suhardi, salah seorang tokoh Konperensi Wali Gereja Indonesia, melihat kelemahan kebaktikan macam itu pada sebagian pengkhotbahnya yang tidak dalam teologinya. Tapi apa pun komentar orang, pada kenyataannya banyak yang mengatakan bahwa kebaktian bersama dari anggota bermacam gereja itu lebih memenuhi kebutuhan jemaat. Itu diakui oleh Nyonya Mariani beru Munte, 47 tahun, dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan di Medan. Ibu satu anak ini menyatakan khotbah-khotbah kebaktian bersama lebih relevan dengan masalah yang ia hadapi sehari-hari. Inilah, antara lain, yang mendorong Mariani, mungkin jemaat yang lainnya, untuk beralih mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani itu. Tapi ini tak lalu bisa dikatakan bahwa Kebaktian Kebangunan Rohani tandingan gereja. Johannes Sitompul, seorang evangelis dari Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia cabang Medan, malah mengatakan kehadiran Kebaktian Kebangunan Rohani justru untuk membantu gereja melaksanakan tugas panggilannya. Kebaktian bersama juga telah menjalar ke dalam gereja Katolik, dan reaksi pihak gereja sungguh serius: membentuk Badan Pelayanan Nasional, yang bertugas mempelajari gerakan ini. Di Medan, misalnya, Uskup Agung Mgr A. Batubara membentuk Badan Pelayanan P embaharuan Karismatik Katolik Keuskupan Agung Medan. Bila kemudian tak ada reaksi keras, memang Kebaktian Kebangunan Rohani punya segi-segi positif juga. Suster Yosephine, seorang moderator II di Badan Pelayanan Pembaharuan Karismatik Katolik Keuskupan Medan, misalnya, melihat, kebaktian tersebut bisa mengubah perilaku keagamaan jemaat. Misalnya ada jemaat yang jarang membaca Alkitab, sejak mereka mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani jadi rajin membacanya. Yang lain, banyak orang awam yang tergerak mewartakan iman, dan menyadari bahwa pewartaan iman bukan hanya tugas para imam. Yang kemudian kurang disetujui oleh gereja Protestan, adanya acara tambahan. Misalnya, penyembuhan supranatural oleh sang pengkhotbah, misalnya yang pernah dilakukan oleh Dr. Luis Palau, pendeta tersohor dari Amerika, baru-baru ini di Surabaya. Julizar Kasiri, Sarluhut Napitupulu (Medan), Ida Farida (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus