Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mencari terobosan seni rupa

Yayasan seni rupa indonesia yang diketuai g. sidharta akan membangun lembaga seni rupa, dengan nama jakarta institute of arts (jia). biaya pembangunan sekitar rp 7 milyar. mempunyai museum seluas 7.000 m2.

27 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR semua negara, yang seni rupa modernnya berkembang, punya galeri nasional. Biasanya, dibangun di ibu kota atau kota metropolitan lain. Di galeri nasional inilah, kadar seni rupa modern suatu bangsa -- komponen utama kebudayaan masa kini -- diukur. Di Indonesia, kendati seni rupa modern sudah berkembang selama setengah ahad, belum ada museum yang layak disebut galeri nasional. Namun, dua pekan lalu, Yayasan Seni Rupa Indonesia mengumumkan akan membangun sarana semacam itu. Pematung G. Sidharta, ketua yayasan ini, mengutarakan, "Sarana ini bisa berfungsi sebagai galeri nasional karena di sini terdapat sebuah museum yang menggambarkan perkembangan seni rupa modern." Usaha ini, katanya, memang untuk mengisi rencana pembangunan Wisma Seni Rupa Nasional yang masih tertunda-tunda hingga kini. "Tapi kami tidak akan menyebutnya galeri nasional," kata Sidharta. Menurut pematung ini, galeri nasional di mana pun adalah lembaga negara yang dibangun pemerintah, sementara proyek Yayasan Seni Rupa Indonesia adalah lembaga masyarakat dan dibangun dengan sumbangan berbagai pihak swasta yang tidak mengikat. "Karena itu, kami menganggapnya lembaga seni rupa biasa, dan namanya Jakarta Institute of Arts, disingkat JIA," kata Sidharta, yang bulan depan akan menerima ASEAN Award untuk seni rupa di Singapura. Lembaga seni rupa itu akan dibangun di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, di atas tanah seluas 1,4 ha. "Prinsip arsitekturnya adalah bangunan taman," kata Ir. Noerpontjo, arsitek yang merancang sarana itu. "Merupakan kompleks bangunan dua tingkat yang mengandung banyak taman dan ruang terbuka." Menurut arsitek yang ikut merencanakan Gedung DPR-MPR itu, biaya pembangunan JIA diperkirakan akan mencapai Rp 7 milyar. Pusat seni rupa ini terdiri dari dua bangunan utama. Sebuah museum dua tingkat seluas 7.000 m2, dan sarana penunjang seluas 5.000 m2. Menjelaskan rincinya, Noerpontjo mengutarakan, bangunan utama yang disebut museum harusnya tidak dilihat dengan prinsip museum konvensional. Dinding penyekat museum ini dibuat fleksibel, bila dibuka bisa berfungsi pula sebagai ruang pameran biasa. Prinsip sarana penunjangnya kurang lebih sama. Terdapat ruang fleksibel yang bisa dipecah menjadi sekitar 30 galeri seniman untuk pameran tetap walaupun bangunan ini juga mempunyai ruang yang dirancang fixed. Di antaranya, pusat dokumentasi dan informasi. Perencanaan museum JIA dikerjakan Noerpontjo berdasarkan standar museum internasional. Pertimbangannya, menurut Sidharta, agar JIA bisa digunakan untuk menyelenggarakan pameran-pameran dari mancanegara. "Sekarang ini banyak pameran luar negeri batal karena tidak ada ruang pameran yang memadai," katanya. Salah satu tujuan pembentukan JIA, menurut Sidharta, memang memasuki pergaulan seni rupa dunia. "Lebih aktif mengirim pameran ke luar, dan mengundang pameran dari luar," katanya. "Karena berbagai pengalaman negara lain menunjukkan seni rupa modern dianggap sebagai ukuran kemajuan berpikir dalam forum antarbangsa." Lalu siapa yang akan membiayai program-program itu? "Masyarakat," jawab Gilbert Wiryadinata, koordinator dana pembangunan JIA. Ia berpendapat, meningkatnya perhatian masyarakat pada seni rupa seperti yang terlihat di masa kini memungkinkan terhimpunnya dana. "Karena itu, program-program yang secara aktif mendidik dan meluaskan minat masyarakat pada seni rupa punya peran sangat penting," kata pencinta seni yang sehari-hari memimpin kantor appraisal (penaksiran) ini. Wiryadinata optimistis, JIA bisa membiayai sendiri program-programnya dan tidak harus bergantung pada sumbangan. "Asal dikelola tim profesional secara efisien," katanya. Pengalaman Wiryadinata, yang akan mengarahkan manajemen JIA, barangkali bisa diharapkan. Selain merintis profesi appraisal di Indonesia, di kalangan perbankan ia dikenal sebagai penyusun manajemen pembangunan rumah murah dan sistem pembayaran kreditnya. Kendati dikelola tim manajemen profesional, program JIA dikendalikan dewan kurator, yang diketuai Dr. Sanento Yuliman. Anggota anggota dewan ini, kata Sanento adalah ahli-ahli dari semua cabang seni rupa karena dasar keyakinan seni rupa yang diterapkan dalam menyusun program JIA adalah pluralisme, paham yang mengakui semua jenis seni rupa. Karena itu, selain mempunyai seni rupa modern, museum JIA juga mempunyai kompartemen seni rupa etnik. Galeri-galeri seniman yang diharapkan menjadi pusat pengembangan, selain diisi karya seperti lukisan dan patung, akan menampilkan pula produk-produk desain dan kerajinan. "Pada dasarnya, pusat seni rupa seperti JIA mempunyai fungsi konservasi, pengembangan, dan penyebaran informasi," kata Sanento. Karena tak adanya lembaga semacam ini, meningkatnya minat masyarakat pada seni rupa di masa kini membuat karya seni rupa hanya menjadi komoditi. "Dari sini timbul gejala pemiskinan seni rupa karena banyak karya seni tidak lagi eksploratif, dan berhenti menampilkan nilai-nilai." Bila keadaan ini bertahan dalam jangka panjang, akan sangat merugikan perkembangan seni rupa. Karena itu, "Diperlukan berbagai penataan untuk melakukan penerobosan mengatasi keadaan ini," ujar Sanento. Misalnya mengupayakan agar koleksi pribadi menjadi milik umum lewat musuem, memperkenalkan standar mutu melalui informasi, dan memacu kembalinya semangat mencari para seniman. "Untuk semua ini diperlukan sebuah lembaga seni rupa yang memiliki konsepsi yang jelas," kata Sanento. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus