ARBITRASE kini unjuk gigi. Beberapa waktu lalu, tak sedikit pengusaha yang tidak hanya tak peduli dengan putusan arbitrase (perwasitan), tapi juga menggugat vonis dari lembaga peradilan semu untuk sengketa bisnis itu ke pengadilan perdata. Padahal, berbeda dengan proses perkara di pengadilan negeri, penyelesaian lewat arbitrase tergolong cepat, mudah, dan tak bikin malu pengusaha selaku pihak beperkara.
Senin pekan lalu, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menelurkan vonis yang terhitung berani dalam sengketa antara Jacob Hendrawan, Direktur Utama PT Unicomindo Perdana, perusahaan kontraktor di Jakarta, dan PT SAC Nusantara, juga perusahaan kontraktor di Jakarta. BANI menghukum Jacob agar melunasi tagihan sebesar US$ 2,5 juta dan Rp 3,5 miliar kepada pemilik PT SAC Nusantara, Rudy Schuldz (meninggal pada 1997).
Hebatnya pula, putusan BANI dari majelis wasit yang diketuai mantan hakim agung Adi Andojo Soetjipto itu tak mempedulikan keputusan Markas Besar Kepolisian RI. Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan bahwa akta-akta PT SAC Nusantara yang digunakan sebagai bukti dalam proses perkara di BANI itu palsu.
Tak aneh bila Jacob, 52 tahun, amat berang dan menuding vonis BANI sewenang-wenang. "Tagihan itu tak pernah ada karena bukti-bukti aktanya palsu," ujar Jacob. Ia mengaku tak cuma hendak memerkarakan putusan BANI, tapi juga mau melaporkan majelis arbiternya ke kepolisian.
Itu berarti perkara bakal makin runyam? Sebenarnya, perkara ini berawal dari bisnis bersama antara Jacob dan Rudy, yang juga mertua Jacob. Syahdan, pada 1989, mereka pernah mendirikan PT SAC Nusantara untuk menggarap tiga proyek di Surabaya, Jawa Timur, yakni pantai timur Surabaya, pembangunan Surabaya Sport Center, dan pembakaran sampah.
Ternyata, ketiga proyek itu tak bisa diraih. Bahkan Jacob sempat diadili dengan tuduhan mengorupsi dana proyek pembakaran sampah?kendati akhirnya ia divonis bebas oleh pengadilan. Kongsi Rudy-Jacob pun pecah. Belakangan, Rudy, yang mengaku telah menyuntikkan dana US$ 2,5 juta dan Rp 3,5 miliar untuk PT SAC, menuduh Jacob yang mau menguasai PT SAC telah memalsukan akta pendirian perusahaan itu.
Di Kepolisian Daerah Jawa Timur, rupanya tuduhan Rudy terhadap Jacob diperkuat. Pihak kepolisian menyatakan bahwa akta tadi memang palsu. Tapi perkara pemalsuan ini dihentikan oleh kejaksaan.
Namun, sebelum itu terjadi, Jacob dan Rudy keburu berdamai di hadapan notaris Djurnawati pada 20 Mei 1996. Hasil dari kesepakatan itu, dibuatlah lima akta baru, di antaranya akta yang berisi kewajiban Jacob untuk membayar tagihan sebesar Rp 3,5 miliar dan US$ 2,5 juta kepada Rudy. Di dalam akta ini juga disebutkan, bila Jacob tak kunjung membayar utang sampai 90 hari setelah kesepakatan dibuat, Rudy bisa menuntutnya lewat arbitrase.
Rupanya, Jacob enggan mempedulikan akta perdamaian dimaksud. Belakangan, ia mengaku "dikadali" oleh sang mertua, Rudy. "Waktu itu, saya dalam keadaan tertekan dan dipaksa untuk meneken akta perdamaian itu," kata Jacob.
Karena itu, Rudy pun mengajukan perkara itu ke BANI. Menanggapi aksi hukum ini, giliran Jacob keberatan. Ia menganggap BANI tak berwenang menangani perkara tersebut. Sebab, berdasarkan hasil pengujian di laboratorium forensik di Mabes Polri, lima akta yang diteken di hadapan notaris Djurnawati tadi palsu. Sebaliknya, Mabes Polri menyatakan bahwa akta pendirian PT SAC yang dulu dituding palsu oleh Rudy itu asli.
Toh, BANI tetap memeriksa perkara tersebut. Bahkan majelis wasit yang diketuai Adi Andojo mengalahkan Jacob. "Soal akta yang dituding palsu, itu bukan urusan BANI, tapi wewenang Mabes Polri," kata Adi Andojo. Ia menambahkan bahwa BANI memproses perkara itu berdasarkan klausul "setelah 90 hari" dalam akta perdamaian antara Rudy dan Jacob.
Sementara Jacob keberatan dengan putusan BANI, tak demikian halnya kuasa hukum PT SAC Nusantara, David Abraham. David berpendapat bahwa putusan itu sudah tepat. "Perhitungan tagihan sudah merupakan kesepakatan antara Rudy dan Jacob," ujarnya.
Sementara itu, sebuah sumber di Mabes Polri menganggap vonis BANI janggal. Sebab, polisi sudah memberitahukan akta-akta palsu itu ke BANI. Bahkan berkas perkara notaris Djurnawati dalam kasus akta palsu itu sudah dilimpahkan polisi ke jaksa. Tapi BANI tetap memproses dan memutusnya. "Sekarang terserah. BANI jalan, proses perkara itu di kepolisian juga tetap jalan," ujar sumber itu.
Hendriko L. Wiremmer, Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini